Mutiara Hikmah

icon

icon

Rabu, 29 Juni 2011

Hidup Akrab dengan Al-Qur`an


Saudaraku yang di rahmati Allah SWT.

Di mana-mana terdengar seruan kembali ke al-Qur`an. Harus diakui, dalam banyak aspek kehidupan al-Qur`an memang kerap tidak hadir. Perannya sebagai pembentuk dan pengarah hidup manusia seringkali luput. Pada titik ini rupanya kita tidak berselisih paham. Namun kita kerapkali bersilang pendapat dalam hal bagaimana kembali kepada al-Qur`an serta bagaimana ia bisa berdaya dan memberdayakan para pembacanya.
Adakah kembali ke al-Qur`an itu dengan jalan meluruskan bacaan al-Qur`an, mempelajari tajwid, memperbanyak madrasah pengajaran cara baca dan tahfizh al-Qur`an, memperbanyak siaran al-Qur`an di radio dan televisi, dan memperluas kajian tafsir klasik. Ataukah kembali ke al-Qur`an itu dengan cara mengabaikan tafsir-tafsir klasik kemudian dengan serta merta kita langsung “mendatangi” al-Qur`an tanpa perantara, dengan alasan bahwa al-Qur`an menyeru semua manusia, tidak ada beda antara kita dan para pendahulu kita. Maka siapa pun berhak mendatangi dan menyelami al-Qur`an tanpa bantuan atau perantara orang lain.
Atau tidak yang pertama tidak pula yang kedua. Kita tidak bisa bertumpu hanya pada warisan klasik lalu memandang al-Qur`an sebagai benda sakral yang tidak dapat dijangkau akal, makna, maksud dan tujuannya tidak terjamah oleh pemahaman. Tapi kita juga tidak bisa melompati warisan-warisan tafsir klasik begitu saja lalu langsung mendekati, mengamati dan mengambil (penafsiran) dari al-Qur`an tanpa memiliki peranti yang memadai untuk dapat membuka dan menyingkap rahasia-rahasia al-Qur`an. Maka jalan tengah kita pilih. Tidak membabi-buta mengkultuskan warisan klasik dan menilainya suci, sebab dengan pengkultusan kita akan terjatuh pada taklid-buta dan berpaling dari merenungi ayat-ayat-Nya, baik ayat yang tersurat maupun yang tersirat. Namun kita juga tidak melompat begitu saja melewati warisan-warisan klasik itu lalu memasuki pelataran al-Qur`an secara langsung tanpa bekal yang seharusnya, sebab dengan begini kita akan terpeleset, tersesat, dan menjauh dari kebenaran.
Seruan kembali ke al-Qur`an memang sangat relevan. Hubungan kaum Muslim dengan al-Qur`an dewasa ini menuntut pengamatan dan pengkajian mendalam. Kini perhatian mereka lebih tersedot pada bidang tilâwah (membaca tanpa memaknai), makhârij al-hurûf (pengucapan huruf perhuruf), ghunnah (bagaimana mendengungkan huruf-huruf tertentu), madd (memanjangkan bacaan huruf-huruf tertentu), dan semacamnya yang biasa dipelajari dalam ilmu tajwid. Tentu saja perhatian pada bidang-bidang ini tidak salah. Hanya saja, yang disayangkan, itu ditempuh dengan mengabaikan sisi lain yang lebih penting dari pola hubungan dengan al-Qur`an, yaitu sisi pengkajian, pemaknaan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan. Memperlakukan al-Qur`an sebagai panduan hidup yang dekat, akrab, mengayomi, dan bersahabat, jauh lebih diinginkan oleh al-Qur`an sendiri ketimbang memperlakukannya hanya sebagai kitab keramat yang baru terdengar suaranya pada acara-acara keagamaan.
Ketika kita membincang al-Qur`an, kita tidak bisa menghindar dari membincang tafsir. Dari sekian banyak kitab tafsir, beberapa corak dapat dipetakan. Pertama, corak ma`tsûr. Yaitu tafsir dimana hadits-hadits Nabi Saw.—tak terkecuali hadits-hadits dhaif—menjadi warna utama. Tafsir al-Thabarî dan Tafsir Ibn Katsîr dapat ditunjuk sebagai representasi dari corak ini. Kedua, corak fikih. Yaitu tafsir yang “menundukkan” ayat-ayat al-Qur`an begitu rupa pada hukum-hukum hasil perasan para ahli fikih. Perhatian utama tafsir corak ini adalah ayat-ayat hukum (fikih), dan itu terbatas hanya pada hukum formalnya saja tanpa upaya penggalian maqâshid (pesan-pesan moral) di balik hukum formal itu. Ketiga, corak kalâmî (teologis). Contoh tafsir corak ini adalah al-Tafsîr al-Kabîr karya al-Râzi. Beberapa bagian dari tafsir ini dapat kita ambil, dan beberapa bagian lainnya kita tinggalkan karena sudah keluar dari wilayah tafsir. Keempat, corak bayânî (bahasa dan kesusastraan). Tokoh-tokoh tafsir corak ini antara lain al-Zamakhsyarî, Abû Su’ud dan al-Baydhâwî. Upaya mereka menafsir al-Qur`an dengan corak ini tentu saja patut diapresiasi. Hanya saja dalam banyak hal tafsir corak ini malah mengaburkan tujuan inti dan maksud hakiki dari diturunkannya al-Qur`an itu sendiri.
Yang kita perlukan sejatinya adalah pandangan yang utuh-menyeluruh tentang al-Qur`an, sebab ia bukan kitab yang dapat dipecah-pecah menjadi tema-tema berserakan tanpa ada pandangan menyeluruh yang mengikatnya. Al-Qur`an hadir ke tengah-tengah semesta untuk membangun akidah-keimanan serta memancangkan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Di antara ribuan ayat al-Qur`an, ayat-ayat kauniyah (kesemestaan) perlu mendapat perhatian intens sebab pada bidang kesemestaan inilah umat Muslim banyak tertinggal. Nilai-nilai Islam banyak mengalami kemunduran bahkan kekalahan di hadapan peradaban barat akibat ketertinggalan kaum Muslim dalam bidang ini. Umat Islam masih banyak diliputi falsafah jabariah; falsafah yang menihilkan hukum kausalitas. Padahal hukum ini amat dijunjung tinggi oleh al-Qur`an. Di pihak lain, peradaban Barat tampil sebagai peradaban yang sangat menghargai semesta, maka digalinya rahasia-rahasia semesta; menghargai hukum sebab-akibat, maka ditelusurinya aturan-aturan kausalitas, lalu ditemukannya rahasia-rahasia semesta dan aturan-aturan kausalitas yang membuat mereka melaju pesat meninggalkan umat Islam yang masih saja berkutat mempersoalkan perkara-perkara yang acap terdengar menggelikan.
Umat Islam, harus jujur dikatakan, banyak mengalami kemunduran dan kekalahan tanpa mereka sadari, tanpa ada upaya memperbaiki diri, tanpa ada kemauan untuk mencari tahu faktor-faktor kemenangan dan sebab-sebab kekalahan. Dalam kondisi seperti ini, maka seruan kembali ke al-Qur`an harus diletakkan dalam kerangka pengertian memahami al-Qur`an secara utuh-menyeluruh, berangkat dari kepedulian dan keprihatinan terhadap kondisi umat Islam dewasa ini.
Penafsiran dan pemahaman parsial tentang al-Qur`an ikut bertanggungjawab terhadap ketidakutuhan cara-pandang dan pola pikir umat Islam tentang agamanya. Mengapa, misalnya persoalan-persoalan fikih mendapat porsi perhatian sedemikian besar melebihi yang seharusnya, sementara persoalan-persoal lain yang jauh lebih diperhatikan al-Qur`an tidak mendapat perhatian yang layak? Ilmu-ilmu fikih menjadi sedemikian gemuk memberi kesan bahwa ilmu inilah inti dari peradaban Islam. Lalu mana ilmu-ilmu sosial, ilmu psikologi, dan ilmu-ilmu lainnya dalam peta keilmuan Islam?
Al-Qur`an tidak menawarkan dan tidak menginginkan pemahaman yang parsial tentang dirinya. Ia hanya menginginkan keutuhan dan kemenyeluruhan pemahaman. Dalam pengibaratan Syaikh Muhammad al-Ghazali, al-Qur`an adalah seperti semesta besar di mana kita hidup di dalamnya. Bahkan beliau mengibaratkan al-Qur`an sebagai semesta maknawi yang senantiasa menyertai dan seiring-sejalan dengan semesta materi. Perhatikan bagaimana al-Qur`an sendiri bersumpah akan keagungan semesta maknawi (al-Qur`an) dengan keagungan semesta materi (alam semesta) dalam QS al-Wâqi’ah: 75-80.
Dari paparan di atas, perlu diformat sebuah kajian yang mampu menampilkan pemahaman tentang al-Qur`an yang utuh-menyeluruh; sebuah kajian yang sanggup menjadikan al-Qur`an sebagai KItab Suci yang hidup, dinamis, akrab, membumi dan menyatu dengan kehidupan nyata umat dengan berbagai persoalan yang dihadapinya.
Semoga bermanfaat.Amiin

Selasa, 28 Juni 2011

Al-Qur`an Obat Segala Penyakit


Al-Qur`an Obat Segala Penyakit
Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata pula dalam menjelaskan ayat ini:
“Al-Qur`an mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang dzalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat-ayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian. Karena, hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu.

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ خَسَارًا

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat

نُنَزِّلُ

“Kami turunkan.” Jumhur ahli qiraah membacanya dengan diawali nun dan bertasydid. Adapun Abu ‘Amr membacanya dengan tanpa tasydid (نُنْزِلُ). Sedangkan Mujahid membacanya dengan diawali huruf ya` dan tanpa tasydid (يُنْزِلُ). Al-Marwazi juga meriwayatkan demikian dari Hafs. (Tafsir Al-Qurthubi, 10/315 dan Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 3/253)

مِنَ الْقُرْآنِ

“dari Al-Qur`an.” Kata min (مِنْ) dalam ayat ini, menurut pendapat yang rajih (kuat), menjelaskan jenis dan spesifikasi yang dimiliki Al-Qur`an. Kata min di sini tidak bermakna “sebagian”, yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat Al-Qur`an ada yang tidak termasuk syifa` (penawar), sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu. Kata min pada ayat ini seperti halnya yang terdapat dalam firman-Nya:

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi...” (An-Nur: 55)
Kata min dalam lafadz مِنْكُمْ tidaklah bermakna sebagian, sebab mereka seluruhnya adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/316, Fathul Qadir, 3/253, dan At-Thibb An-Nabawi, Ibnul Qayyim, hal. 138)

شِفَاءٌ

“Penyembuh.” Penyembuh yang dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya.

Penjelasan Tafsir Ayat
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan tentang kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu Al-Qur`an, yang tidak terdapat kebatilan di dalamnya baik dari sisi depan maupun belakang, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji, bahwa sesungguhnya Al-Qur`an itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Al-Qur`an-lah yang menyembuhkan itu semua. Di samping itu, ia merupakan rahmat yang dengannya membuahkan keimanan, hikmah, mencari kebaikan dan mendorong untuk melakukannya. Hal ini tidaklah didapatkan kecuali oleh orang yang mengimani, membenarkan, serta mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini, Al-Qur`an akan menjadi penyembuh dan rahmat.
Adapun orang kafir yang mendzalimi dirinya sendiri, maka tatkala mendengarkan Al-Qur`an tidaklah bertambah baginya melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Dan sebab ini ada pada orang kafir itu, bukan pada Al-Qur`annya. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُولَئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيْدٍ

“Katakanlah: ‘Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur`an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh’.” (Fushshilat: 44)
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:

وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُوْرَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُوْلُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيْمَانًا فَأَمَّا الَّذِيْنَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ. وَأَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُوْنَ

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (At-Taubah: 124-125)
Dan masih banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang hal ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/60)
Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata pula dalam menjelaskan ayat ini:
“Al-Qur`an mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang dzalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat-ayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian. Karena, hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu.
Penyembuhan yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum meliputi penyembuhan hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak, penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang batil. Sebab ia (Al-Qur`an) mengandung ilmu yakin, yang dengannya akan musnah setiap syubhat dan kejahilan. Ia merupakan pemberi nasehat serta peringatan, yang dengannya akan musnah setiap syahwat yang menyelisihi perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di samping itu, Al-Qur`an juga menyembuhkan jasmani dari berbagai penyakit.
Adapun rahmat, maka sesungguhnya di dalamnya terkandung sebab-sebab dan sarana untuk meraihnya. Kapan saja seseorang melakukan sebab-sebab itu, maka dia akan menang dengan meraih rahmat dan kebahagiaan yang abadi, serta ganjaran kebaikan, cepat ataupun lambat.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 465)

Al-Qur`an Menyembuhkan Penyakit Jasmani
Suatu hal yang menjadi keyakinan setiap muslim bahwa Al-Qur`anul Karim diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberi petunjuk kepada setiap manusia, menyembuhkan berbagai penyakit hati yang menjangkiti manusia, bagi mereka yang diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dirahmati-Nya. Namun apakah Al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit jasmani?
Dalam hal ini, para ulama menukilkan dua pendapat: Ada yang mengkhususkan penyakit hati; Ada pula yang menyebutkan penyakit jasmani dengan cara meruqyah, ber-ta’awudz, dan semisalnya. Ikhtilaf ini disebutkan Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya. Demikian pula disebutkan Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir, lalu beliau berkata: “Dan tidak ada penghalang untuk membawa ayat ini kepada dua makna tersebut.” (Fathul Qadir, 3/253)
Pendapat ini semakin ditegaskan Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitabnya Zadul Ma’ad:
“Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi. Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan) nya.” (Zadul Ma’ad, 4/287)
Berikut ini kami sebutkan beberapa riwayat berkenaan tentang pengobatan dengan Al-Qur`an.
Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya dari hadits ‘Aisyah radhiallahu 'anha.Beliau radhiallahu 'anha berkata: “Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terkena sihir1, sehingga beliau menyangka bahwa beliau mendatangi istrinya padahal tidak mendatanginya.
Lalu beliau berkata: ‘Wahai ‘Aisyah, tahukah kamu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabulkan permohonanku? Dua lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah satunya duduk di sebelah kepalaku dan yang lain di sebelah kakiku. Yang di sisi kepalaku berkata kepada yang satunya: ‘Kenapa beliau?’
Dijawab: ‘Terkena sihir.’
Yang satu bertanya: ‘Siapa yang menyihirnya?’
Dijawab: ‘Labid bin Al-A’sham, lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi, ia seorang munafiq.’
(Yang satu) bertanya: ‘Dengan apa?’
Dijawab: ‘Dengan sisir, rontokan rambut.’
(Yang satu) bertanya: ‘Di mana?’
Dijawab: ‘Pada mayang korma jantan di bawah batu yang ada di bawah sumur Dzarwan’.”
'Aisyah radhiallahu 'anha lalu berkata: “Nabi lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau mengeluarkannya. Beliau lalu berkata: ‘Inilah sumur yang aku diperlihatkan seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kormanya seperti kepala-kepala setan’. Lalu dikeluarkan. Aku bertanya: ‘Mengapa engkau tidak mengeluarkannya (dari mayang korma jantan tersebut, pen.)?’ Beliau menjawab: ‘Demi Allah, sungguh Allah telah menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan manusia’.”
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya (kitab At-Thib, bab Hal Yustakhrajus Sihr? jilid 10, no. 5765, bersama Al-Fath). Juga dalam Shahih-nya (kitab Al-Adab, bab Innallaha Ya`muru Bil ‘Adl, jilid 10, no. 6063). Juga diriwayatkan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i sebagaimana yang terdapat dalam Musnad Asy-Syafi’i (2/289, dari Syifa`ul ‘Iy), Al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah (170/210), dan Al-Lalaka`i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah (2/2272). Namun ada tambahan bahwa ‘Aisyah berkata: “Dan turunlah (firman Allah Subhanahu wa Ta'ala):

قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Hingga selesai bacaan surah tersebut.”
Demikian pula yang diriwayatkan Al-Imam Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya, dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu 'anhu, beliau berkata:
“Sekelompok2 shahabat Nabi berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka tempuh. Singgahlah mereka di sebuah kampung Arab. Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka.
Selang beberapa waktu kemudian, pemimpin kampung tersebut terkena sengatan (kalajengking). Penduduk kampung tersebut pun berusaha mencari segala upaya penyembuhan, namun sedikitpun tak membuahkan hasil. Sebagian mereka ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para shahabat), mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu.’
Mereka pun mendatanginya, lalu berkata: “Wahai rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami telah mengupayakan segala hal, namun tidak membuahkan hasil. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu? Sebagian shahabat menjawab: ‘Iya. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian namun kalian tidak menjamu kami. Maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian hingga kalian memberikan upah kepada kami.’
Mereka pun setuju untuk memberi upah beberapa ekor kambing3. Maka dia (salah seorang shahabat) pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (Al-Fatihah). Pemimpin kampung tersebut pun merasa terlepas dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan lagi.
Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati. Sebagian shahabat berkata: ‘Bagilah.’ Sedangkan yang meruqyah berkata: ‘Jangan kalian lakukan, hingga kita menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu kita menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita.’
Merekapun menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian melaporkan hal tersebut. Maka beliau bersabda: ‘Tahu dari mana kalian bahwa itu (Al-Fatihah, pen.) memang ruqyah?’ Lalu beliau berkata: ‘Kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian bersama kalian’, sambil beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa.”
Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ الدَّوَاءِ الْقُرْآنُ

“Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an.”
Dan hadits:

الْقُرْآنُ هُوَ الدَّوَاءُ

“Al-Qur`an adalah obat.”
Keduanya adalah hadits yang dha’if, telah dilemahkan oleh Al-Allamah Al-Albani rahimahullahu dalam Dha’if Al-Jami’ Ash-Shagir, no. 2885 dan 4135.

Membuka Klinik Ruqyah
Di antara penyimpangan terkait dengan ruqyah adalah menjadikannya sebagai profesi, seperti halnya dokter atau bidan yang membuka praktek khusus. Ini merupakan amalan yang menyelisihi metode ruqyah di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Asy-Syaikh Shalih Alus Syaikh berkata ketika menyebutkan beberapa penyimpangan dalam meruqyah:
“Pertama, dan yang paling besar (kesalahannya), adalah menjadikan bacaan (untuk penyembuhan) atau ruqyah sebagai sarana untuk mencari nafkah, di mana dia memfokuskan diri secara penuh untuk itu. Memang telah dimaklumi bahwa manusia membutuhkan ruqyah. Namun memfokuskan diri untuk itu, bukanlah bagian dari petunjuk para shahabat di masanya. Padahal di antara mereka ada yang sering meruqyah. Namun bukan demikian petunjuk para shahabat dan tabi’in.
(Menjadikan meruqyah sebagai profesi) baru muncul di masa-masa belakangan. Petunjuk Salaf dan bimbingan As-Sunnah dalam meruqyah adalah seseorang memberikan manfaat kepada saudara-saudaranya, baik dengan upah ataupun tidak. Namun janganlah dia memfokuskan diri dan menjadikannya sebagai profesi seperti halnya dokter yang mengkhususkan dirinya (pada perkara ini). Ini baru dari sudut pandang bahwa hal tersebut tidak terdapat (contohnya) pada zaman generasi pertama.
Demikian pula dari sisi lainnya. Apa yang kami saksikan pada orang-orang yang mengkhususkan diri (dalam meruqyah) telah menimbulkan banyak hal terlarang. Siapa yang mengkhususkan dirinya untuk meruqyah, niscaya engkau mendapatinya memiliki sekian penyimpangan. Sebab dia butuh prasyarat-prasyarat tertentu yang harus dia tunaikan dan yang harus dia tinggalkan. Serta ‘menjual’ tanpa petunjuk. Barangsiapa meruqyah melalui kaset-kaset, suara-suara, di mana dia membaca di sebuah kamar, sementara speaker berada di kamar yang lain, dan yang semisalnya, merupakan hal yang menyelisihi nash. Ini sepantasnya dicegah untuk menutup pintu (penyimpangan). Sebab sangat mungkin akan menjurus kepada hal-hal tercela dari para peruqyah yang mempopulerkan perkara-perkara yang terlarang atau yang tidak diperkenankan syariat. (Ar-Ruqa Wa Ahkamuha, Asy-Syaikh Shalih Alus Syaikh, hal. 20-21)

1 Sebagian para pengekor hawa nafsu dari kalangan orientalis dan ahli bid’ah mengingkari hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah terkena sihir, dan berusaha menolaknya dengan berbagai alasan batil. Dan telah kami bantah –walhamdulillah- para penolak hadits ini dalam sebuah kitab yang berjudul Membedah Kebohongan Ali Umar Al-Habsyi Ar-Rafidhi, Bantahan ilmiah terhadap kitab: Benarkah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tersihir? Dan kami membahas secara rinci menurut ilmu riwayat maupun dirayah hadits. Silahkan merujuk kepada kitab tersebut.
2 Dalam riwayat lain mereka berjumlah 30 orang.
3 Dalam riwayat lain: 30 ekor kambing, sesuai jumlah mereka.

Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi

Melacak Karakter Istri Sholihah dalam Al Quran


Makalah singkat ini menyajikan beberapa karakter perempuan sholihah yang diungkapkan beberapa ayat al-Quran. Pengungkapan ayat-ayat ini dikaitkan dengan upaya pembangunan keluarga yang diliputi suasana tentram, cinta kasih dan sayang atau keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah (samara) sebagaimana diungkapkan pada ayat:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)

Ayat-ayat yang digunakan sebagian terkait langsung dengan posisi perempuan sebagai istri. Sebagian ayat lain tidak terkait langsung dengan posisi perempuan sebagai istri, akan tetapi bila kita telusuri lebih jauh, ayat-ayat ini berkaitan secara tidak langsung dengan posisi istri, semisal pengungkapan ayat-ayat terkait kisah Ratu Bilqis pada surat an-Naml atau ayat-ayat yang menggambarkan sifat para bidadari di surga. Insya Allah ayat-ayat ini akan diungkapkan dalam kerangka mengungkapkan karakter istri sholihah.

Untuk memudahkan pengkajian, penulis mengelompokkan ayat-ayat untuk menggambarkan karakter istri sholihah dalam tiga profil, yaitu:

1. Profil Kekasih
2. Profil Ibu
3. Profil Sahabat

1. Profil Kekasih

1.1. Taat kepada Allah

Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Rabbnya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan. (QS. 66:5)

Menurut Muhammad Qutb, secara khusus ayat di atas merupakan pembelajaran bagi istri-istri Nabi, tentang makna kemuliaan sebagai istri di hadapan Allah swt. Akan tetapi orang beriman mendapatkan limpahan kerunia karena dapat mengambil pelajaran berharga dari pengajaran Allah ini.

Seorang perempuan sholihah itu pertama kali disifati dengan karakter ketaatannya kepada Allah swt. Mengapa kita menempatkan ketaatan kepada Allah ini sebagai karakter utama seorang kekasih? Jawabannya karena sebagai kekasih seorang itu mesti memelihara kecantikannya. Dan kecantikan hakiki seorang perempuan itu adalah pada ketaatan kepada Allah swt. Ini adalah puncak kecantikan batin, sebagaimana digambarkan Ibnul Qayyim. Dan kecantikan batin ini akan memperindah dan menyempurnakan kecantikan lahir.

Ketaatan kepada Allah diwujudkan dalam keimanan dan mewujudkan keyakinannya ini dalam amal perbuatan, taat terhadap semua aturan yang Dia tetapkan bagi perempuan muslimah, yang cepat menyadari kekeliruan dengan bertaubat, yang rajin beribadah, berpuasa dan senantiasa menjelajah kerajaanNya, ciptaanNya dan tanda-tanda keesaanNya dan kebenaran pengaturanNya di alam semesta. Inilah cakupan yang amat menyeluruh dari sifat keislaman bagi muslimah sholihah.

Diantara ketaatan praktis kepada Allah swt yang saat ini banyak ditinggalkan perempuan muslimah adalah berbusana menutup aurat (QS an Nuur:31 dan al-Ahzab:59). Ini merupakan fitnah yang amat serius, sebab Rasulullah saw pernah menegaskan,”Orang-orang perempuan yang berpakaian tetapi seperti telanjang, meliuk-liukan badannya dan rambutnya disasak, mereka tidak akan masuk surga, juga tidak akan mencium baunya surga, padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak amat jauh.” (HR. Muslim)

1.2 Taat kepada Suami

Perempuan yang sholihah, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri 289 ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) 290 (QS. 4:34)

289: Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

290: Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.

Rasulullah saw menyampaikan,”Jika seorang istri itu telah menunaikan shalat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya,dan taat kepada suaminya, maka akan dipersilakan kepadanya: masuklah ke Surga dari pintu mana yang kamu suka.” (HR Ibnu Hibban, al-Bazzar, Ahmad dan Thabrani, Albani menyatakan keshahihannya).

Pada pengajarannya yang lain, Rasulullah saw berkata,”Perempuan mana saja yang meninggalkan dunia sementara suaminya meridhainya pasti masuk Surga.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sebaliknya kedurhakaan kepada suami akan mendatangkan kutukan dari Allah, para malaikat dan segenap manusia. Cukuplah pelajaran yang terdapat pada surat at-Tahrim menjadi peringatan bagi kaum muslimah.

Diantara sikap taat para istri kepada para suami adalah meminta ijin kepada suami jika hendak keluar rumah (tidak keluar rumah kecuali dengan ijin suami), tidak meminta bercerai tanpa alasan yang dibenarkan syariah, menjaga kesopanan dan kehormatan saat keluar rumah, tidak mengeraskan suara melebihi suami, tidak membantah suaminya dalam kebenaran, dan tidak menerima tamu yang dibenci suaminya ke dalam rumah, apalagi bermesraan dengan lelaki lain.

1.3. Lembut dan Pemalu

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami” … (QS. 28:25)

Al Quran yang merupakan kalam Allah tak pernah menyampaikan sesuatu yang sia-sia. Begitu pula dengan disampaikannya sifat malu-malu pada ayat di atas, tentulah tersimpan hikmah untuk menggambarkan kemuliaan sifat perempuan.

Malu sendiri adalah bagian dari iman. Bahkan sebuah hadits pada Kumpulan 40 Hadits an-Nawawiy mengungkapkan: “Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan.” Penafsiran hadits ini paling tidak ada dua. Pertama, malu menjadi parameter apakah sebuah perbuatan layak dilakukan atau tidak. Kedua, orang yang rendah rasa malunya, akan melakukan apapun yang dia mau.

Sifat pemalu ini menunjukkan kemuliaan dan penjagaan kemuliaan dirinya. Bahkan sifat sopan dan pemalu ini dijadikan daya tarik pada bidadari, sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat berikut:

Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya …(QS. 55:56)

Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik. Maka ni’mat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. (QS. 55:70-72)

1.4. Pencinta

Rasulullah saw bersabda,”Dunia ini perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim). Kata perhiasan terkait dengan makna keindahan. Seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi suaminya. Isyarat tentang para bidadari menggambarkan keindahan dan keadaan penuh cinta pada mereka.

Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. (QS. 56:22-23)

Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung 1452, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya, (QS. 56:35-37)

1452: Maksudnya mereka diciptakan tanpa melalui kelahiran dan menjadi gadis.

Rasulullah saw mengisyaratkan keadaan istri terbaik,”Istri yang paling baik adalah, bila suami memandang kepadanya memberikan kebahagiaan; Bila menyuruhnya, mentaatinya.; Bila sang suami bepergian, ia menjaga dirinya dan hartanya.” (HR An-Nasai dan dishahihkan oleh al-Iraqi).

Istri shalihah senantiasa menyenangkan hati suaminya dan menjaga suasana mesra tetap bersemi dalam keluarga. “Sesungguhnya apabila seorang suami menatap istrinya dan istrinya membalas pandangan (dengan penuh cinta kasih), maka Allah menatap mereka dengan pandangan kasih sayang. Dan jika sang suami membelai tangan istrinya, maka dosa mereka jatuh berguguran di sela-sela jari tangan mereka.” (HR Maisaroh bin Ali dari Abu Said bin al-Khudri).

Saat ini para suami dihadapkan pada godaan besar di sisi hubungan intim pria-wanita. Banyak perempuan yang secara sadar atau tidak telah menjadi penggoda kaum pria baik langsung ataupun tak langsung. Maka menjadi salah satu tanggung jawab mulia bagi para istri untuk membantu para suami mencurahkan cinta mereka pada sesuatu yang halal. Di sinilah makna larangan bagi para istri menolak ajakan para suami, seperti tercatat dalam pengarahan Rasulullah saw berikut ini:

“Bila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu ia menolak sehingga suaminya semalaman marah kepadanya, maka malaikat mengutuknya hingga pagi.” (Muttafaqun alaihi)

Jadi hadits ini mesti ditempatkan dalam kerangka menjaga hubungan mesra dan cinta; Bukan menempatkan perempuan dalam posisi tertekan dan terpaksa dalam menjalankan hubungan intim suami-istri.

2. Profil Ibu**

2.1. Memiliki Visi Pendidikan untuk Mengabdi kepada Allah

Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (QS. 3:35-36)

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. 46:15)

Ayat-ayat di atas mengajarkan agar para Ibu muslimah menjadikan visi terbesar pendidikan anak untuk menjadikan mereka para hamba Allah yang senantiasa berkhidmat kepada Allah swt. Kesuksesan utama orang tua dalam pendidikan anak adalah manakala mereka menjadi orang-orang yang pandai bersyukur kepada Allah.

Sikap syukur ini menyiratkan kebaikan-kebaikan mereka terhadap sesama manusia. Sebab syukur dalam makna yang luas berarti memanfaatkan segala kebaikan Allah swt untuk mentaatiNya. Artinya berbagai perbuatan kebajikan adalah perwujudan terima kasih kita kepada Allah. Dalam kerangka berpikir ini kita menemukan pentingnya pendidikan bagi anak, sebab pendidikan lah yang akan membuat seorang manusia memiliki karakter atau akhlak mulia.

Untuk itu seorang Ibu dituntut melengkapi wawasan dan pengetahuannya untuk mendidik anak-anak. Diantara pengetahuan mendasar bagi anak-anak adalah:

§ Dalam sisi keagamaan: tilawah Quran (serta pemahamannya pada hal-hal mendasar) dan sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya ra. Pengetahuan dasar keagamaan ini akan menjadi fondasi bagi kekokohan aqidah dan akhlak.

§ Dalam sisi pengetahuan dan keterampilan umum: komunikasi-berbahasa (termasuk sastra), logika-matematika, pengetahuan sejarah dan musik-bernyanyi.

2.2. Memiliki Keyakinan Kuat terhadap Janji Allah

Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (QS. 28:7)

Dalam menghadapi berbagai tantangan jaman, seorang Ibu mesti senantiasa optimis, bahwa Allah akan menolong mereka mendidik anak-anaknya menjadi manusia berguna di masa depan. Sikap teguh Ibunda Nabi Musa sebagaimana digambarkan pada surat al-Qashash menjadi teladan utama dalam bersikap yakin akan bantuan Allah swt ini.

Ibu Musa ditakdirkan melahirkan anaknya dalam kondisi amat berat, yaitu ketika Firaun, penguasa yang amat zhalim saat itu, mengeluarkan perintah untuk membunuh anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil, karena alasan ketakutan akan runtuhnya kerajaannya. Akan Allah swt memerikan keteguhan kepada Ibu Musa dan dengan dibantu oleh kakak perempuan Musa, Ibu Musa berhasil melalui masa-masa sulit tersebut untuk melindungi dan memelihara Musa.

Kisah di atas menjadi pelajaran berharga bagi para ibu muslimah. Saat ini tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak-anak amat besar. Kita dihadapkan pada berbagai tantangan dalam mendidik anak-anak, mulai dari seleksi pendidikan yang berkualitas, tantangan finansial, tantangan lingkungan hingga tantangan pada diri kita sendiri. Untuk tantangan lingkungan, kita menyaksikan banyaknya “polusi” berita dan informasi tentang kekerasan atau tindakan a-susila baik dalam bentuk tulisan ataupun tayangan-tayangan audio visual.

Dalam kondisi ini peran para Ibu amatlah besar untuk menjaga anak-anak agar tumbuh pada fitrah kesuciannya. Modal paling besar bagi para Ibu adalah kedekatan dengan Allah swt, memahami pengarahan (taujih) dan pengajaran dari Allah swt melalui al-Quran dan sunnah NabiNya. Untuk itu para Ibu hendaknya senantiasa mengadakan pengkajian yang mendalam terhadap dua sumber utama ajaran Islam ini

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (QS. 33:34)

2.3. Penuh Suka Cita dalam Mendidik

Dan berkatalah istri Fir’aun: “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfa’at kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak”, sedangkan mereka tiada menyadari. (QS. 28:9)

Sikap kasih sayang kepada anak-anak adalah fitrah yang Allah berikan kepada para Ibu untuk mendidik anak-anak mereka. Selama fitrah ini terjaga baik, seorang Ibu akan menjadikan perhatian pada anak sebagai perhatian terbesar dalam hidupnya. Kisah jatuh cintanya Asiyah istri Firaun kepada bayi Musa diabadikan al Quran untuk menggambarkan fitrah ini. Padahal Musa bukanlah anak kandungnya sendiri. Hendaknya sikap kasih sayang ini terus menyertai proses pendidikan anak.

Satu tantangan yang dihadapi para Ibu masa kini adalah tarikan untuk berkarir dan mencari penghasilan yang besar. Tarikan ini terjadi karena struktur sosial-ekonomi-masyarakat yang “memaksa” sebagian ibu-ibu untuk bekerja mencari nafkah. Padahal di dalam ajaran Islam, kewajiban mencari nafkah ini ada pada pundak para bapak. Motivasi lain adalah karena adanya kelemahan pola hubungan suami-istri. Sebagian istri merasa khawatir dirinya direndahkan oleh suami apabila tidak memiliki penghasilan sendiri. Tentu saja kondisi ini pun tidak seharusnya terjadi dalam keluarga muslim, sebab ajaran Islam telah memerintahkan para suami untuk bersikap kasih sayang dan adil dalam memimpin rumah tangga. Yang patut diwaspadai adalah ketika kaum perempuan justru sangat menikmati karirnya, sehingga meletakkan masalah pendidikan dan kasih sayang kepada anak pada prioritas ke sekian dibandingkan karirnya. Bahkan misalnya pada sebagian kalangan perempuan ada pandangan bahwa memiliki anak itu akan mengganggu karir mereka.

3. Profil Sahabat (Mitra)

3.1. Pencari Kebenaran

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat 1462. (QS. 58:1)

1462: Sebab turunnya ayat ini adalah berhubungan dengan persoalan seorang wanita yang bernama Khaulah binti Tsa’labah yang telah didzihar oleh suaminya Aus bin Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: “Kamu bagiku sudah seperti punggung ibuku”, dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyah kalimat seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw menjawab bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. Dan pada riwayat yang lain, Rasulullah saw mengatakan: “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia”. Lalu Khaulah berkata: “Suamiku belum menyebut kata-kata thalak”. Kemudian Khaulah berulang-ulang mendesak Rasulullah saw agar menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya.

Seorang muslimah hendaklah terus bersemangat mencari dan menegakkan kebenaran sebagaimana ditunjukkan pada contoh sahabiyah Khaulah binti Tsalabah ini. Dengan demikian ia akan menjadi partner diskusi yang handal bagi suaminya.

3.2. Memiliki Kriteria Tepat tentang Pendamping Hidup

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. 28:26)

Menilik ayat di atas, sepertinya karakter ini berlaku bagi mereka yang belum menikah. Ayat di atas mengungkapkan kalimat putri seorang yang sholih di negeri Madyan, negeri tempat Musa muda melarikan diri dari kejaran Firaun. Sebagian penafsir mengatakan orang sholih ini adalah Nabi Syu’aib as. Begitulah gambaran seorang gadis yang cerdas dan sholihah menginterpretasikan sifat baik seorang pemuda. Ia tempatkan gejolak curahan hatinya mencari pasangan hidup, sekaligus melindungi posisinya dari kemestiannya bekerja dengan saudara perempuannya, karena sang ayah telah lanjut usia. Sang ayah pun memahami rahasia yang disembunyikan anak gadisnya. Setelah berbincang dengan Musa, ia menawari Musa untuk bekerja di tempatnya, dan ia berjanji akan menikahkan Musa dengan putrinya (kisah ini ada pada rangkaian ayat di atas, sebelum dan sesudahnya)

Akan tetapi bagi para muslimah yang telah menikah pun kisah di atas mengungkap pelajaran berharga. Perhatikanlah, perempuan sholihah meletakkan parameter lahir dan batin secara seimbang dalam berinteraksi dengan pasangan hidupnya. Maka semestinya apresiasi seorang istri kepada pasangannya pun selalu seimbang diantara sisi fisik dan psikis. Dalam kehidupan berumah tangga ini dapat diterjemahkan dalam bentuk perhatian pada pola makanan, pola istirahat, olah raga dan juga pada pola pendidikan serta pola ibadah ritual yang senantiasa mewarnai kehidupan suami-istri. Semakin panjang usia pernikahan, semakin terasa kebutuhan untuk saling mengingatkan dalam menjaga kondisi prima fisik dan psikis.

3.3. Kesetaraan di Hadapan Allah

Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam”. (QS. 27:44)

Ketika Ratu Balqis telah menyaksikan kerajaan besar yang Allah karuniakan kepada Nabi Sulaiman as dan mengetahui siapakah yang benar-benar harus disembah di muka bumi ini, sadarlah ia bahwa ternyata perbuatannya dan kaumnya (di antaranya menyembah matahari) adalah perbuatan yang zhalim. Akan tetapi perhatikanlah, Ratu Bilqis tidak pernah menyatakan ketundukan kepada Sulaiman. Yang ia ucapkan adalah bahwa ia bersama Sulaiman tunduk patuh, berserah diri kepada Allah swt.

Dari ayat ini kita mendapatkan taujih Rabbani (pengarahan Ilahi), bahwa kedudukan kaum perempuan dan kaum lelaki di hadapan Allah swt itu sama, yaitu sebagai hamba. Islam telah memuliakan kedudukan kaum perempuan. Untuk itu kaum muslimah hendaknya senantiasa menjaga kemuliaan ini dan bahu-membahu bersama para suami mereka dalam menegakkan kebenaran.

3.4. Berkontribusi Aktif dalam Kerja Sosial dan Da’wah

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min 1219, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. 33:35)

1219: Yang dimaksud dengan “orang muslim” di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud “orang yang mu’min” di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.

Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain 259. (QS. 3:195)

Sebab turunnya dua ayat di atas terkait langsung dengan kehidupan para muslimah di masa kehidupan Nabi Muhammad saw. Ayat pada surat al Ahzab turun karena adanya ucapan Ummu ‘Imarah al-Anshari kepada Rasulullah saw,”Kami menyaksikan segala sesuatu (terkait ajaran Islam) hanya bagi lelaki dan kami tidak melihat kaum perempuan disebut-sebut.” (diriwayatkan at-Tirmidzi melalui Ikrimah). Atau melalui Ibnu ‘Abbas diriwayatkan bahwa para muslimah berkata kepada Nabi saw,”Ya Rasulullah, mengapa hanya disebutkan kaum beriman lelaki dan tidak disebutkan kaum beriman perempuan?” (diriwayatkan ath-Thabrani). Sedangkan pada riwayat lain dikabarkan bahwa para muslimah menanyakan mengapa hanya para istri Nabi yang disebutkan. Mereka berkata,”Kalaulah pada kami ada kebaikan, tentu kami disebutkan.” Maka Allah swt menurunkan ayat di atas. (diriwayatkan Ibnu Sa’ad dari Qatadah)

Adapun untuk ayat pada akhir surat Ali ‘Imran, diriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata,”Ya Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan dalam peristiwa Hijrah sedikitpun.” Maka Allah swt menurunkan ayat tersebut. (diriwayatkan oleh Abdur Razaq, Said bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim).

Setelah kita ketahui konteks sosial sebab turunnya, ayat-ayat di atas semakin meneguhkan adanya peran sosial dan da’wah yang penting dari kaum perempuan sejak masa pertama turunnya ajaran Islam. Ini berlaku bagi semua perempuan. Mereka tidak kalah dengan kaum lelaki dalam melakukan seluruh aktifitas kehidupan, mulai yang sifatnya ibadah ritual hingga aktifitas sosial dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat.

WaLlaahu a’lamu bish shawwab.

Beberapa Buku Bacaan

Aisyah Abdurahman, Istri-istri Nabi saw., Pustaka Mantiq, 1988

Abu Mohd Rosyid Ridho, Wanita Sholihah: Ciri-ciri dan Fungsinya, Hikmah, Medan, 1985

Ibnu Ahmad Dahri, Peran Ganda Wanita Modern, Pustaka al-Kautsar, 1991

Ibnul Qayyim, Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu.

Ibrahim bin Shalih al-Mahmud, Kiat Hidup Bahagia dengan Suami Anda, Firdaus, 1992

Khairiyah Husain Thaha, Konsep Ibu Teladan: Kajian Pendidikan Islam, Risalah Gusti, 1992

Muhammad Qutb, Figur Wanita Sorga dan Neraka, Penerbit Amarpress, 1987
As-Suyuthi, Asbabun Nuzul.

* Disampaikan pada acara diskusi tentang Keluarga Sakinah Mawaddah wa Rahmah (Samara) yang diselenggarakan oleh Majlis Ta’lim Ibu-ibu pada Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII)-Tokyo bekerja sama dengan Forum Silaturahmi Muslimah (Fahima)-Jepang di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT), Jumat, 9 Juni 2006; Dan sebagiannya disampaikan pada Kajian Muslimah (kamus), Senin, 26 Juni 2006.

** Sebetulnya istri sholihah dalam profil ibu memiliki dimensi lain daripada apa yang disampaikan makalah ini, yaitu secara kejiwaan seorang istri memberikan ketentraman bagi suami, laksana seorang ibu kepada anaknya. Ada pembahasan menarik dari Prof. Dr. Aisyah Abdurrahman tentang suasana kejiwaan Muhammad bin Abdullah saw di masa anak-anak dan remajanya yang telah ditinggal wafat ibunya pada usia 6 tahun. Suasana kejiwaannya merindukan seseorang yang bisa memberikan ketentraman bagai seorang ibu baginya. Allah swt Maha Pengasih, dengan takdir-Nya yang penuh hikmah, Muhammad pun dipertemukan dengan Khadijah. Pernikahannya dengan Khadijah, seorang perempuan yang matang jiwanya serta penuh kelembutan, seolah merupakan jawaban bagi Muhammad yang telah ditinggalkan ibunya sejak masa anak-anak. Ya … dari Khadijah ini, Muhammad mendapatkan sentuhan lembut laksana seorang ibu, yang terus memberikan kasih sayang dan dukungan. Bahkan dukungan Khadijah ini semakin besar dan berarti ketika Muhammad telah diangkat menjadi Rasul Allah. Demikian kurang lebih kupasan Prof. Aisyah pada bab yang menerangkan profil Khadijah ra sebagai istri dalam buku “Istri-istri Nabi saw”.

C i N t A

Cinta dan cemburu
CEMBURU ADALAH HAL YANG MULIA
BILA BERDASARKAN PADA AL QURAN DAN AS SUNNAH


CEMBURU ADALAH HAL YANG NISTA
BILA BERDASARKAN KEPADA NAFSU ANGKARA MURKA


CEMBURU ADALAH FITRAH MANUSIA
CEMBURU SEORANG ISTERI KEPADA SUAMINYA
CEMBURU SEORANG SUAMI KEPADA ISTERINYA
ADALAH CEMBURU YANG TELAH TERBIASA

NAMUN ADA CEMBURU YANG LUAR BIASA
CEMBURUNYA PARA NABI DAN SYUHADA
KEPADA MANUSIA-MANUSIA YANG BUKAN PARA NABI DAN SYUHADA
KEPADA MANUSIA YANG SENANTIASA BERCINTA
DAN BERKASIH SAYANG DIANTARA HAMBA-HAMBA-NYA

Kekasih kita Rasulullah saw bersabda,
"Di sekitar arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para nabi dan syuhada', tetapi para nabi dan syuhada'iri pada mereka. "ketika ditanya oleh para sahabat,Rosulullah saw menjawab,"mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah, dan saling kunjung karena Allah"(HR. Tirmidzi). semoga kita termasuk kedalamnya. Amin.

"Sesungguhnya orang-orang mu`min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat
[QS Al-Hujurat 10] "

"Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri."

(HR. Bukhori-Muslim).


"Sekuat-kuat ikatan iman ialah cinta dan berkasih-sayang kerana Allah dan marah juga kerana Allah".

(HR Imam Ahmad).

"Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam."

(HR Muslim)


"Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit."

(HR Muslim)

Cinta vs Logika
Kemarin, temenku cerita kalo kakak dia kabur dari rumah karena ma ortunya ga disetujuin untuk nikah ma cowok ma pilihannya. Udah hampir 1 bulan ini temenku bingung bgt mikirin kakaknya ada dimana. padahal kakak dia tu manja bgt, bukan tipe orang yang mandiri.
Dalam hati ku berkata, wah nekad bgt ya sampe minggat segala demi mempertahankan seseorang dengan meninggalkan keluarga yang telah bersusah payah membesarkan dan mendidik kita sebagai anak. Aku berpikir, apakah cinta harus seperti itu? apa kita rela meninggalkan semua orang yang kita sayangi dan sayang ama kita hanya demi 1 orang saja? trus aku juga mikir, kalo seandainya ada sesuatu hal yang terjadi antara kita dan pasangan kita sehingga kita harus berpisah, trus kita mau kemana?? aduh...malu bgt kayaknya kalo harus pulang ke keluarga yang pernah kita tinggalkan. Bukan hanya itu saja pertanyaan hatiku, apa kita bisa tenang menyakiti kedua orang tua kita? apalagi Ibu!! selama 9 bulan, beliau mengandung kita penuh dengan rasa bahagia dan sakit, kemudian dengan
penuh perjuangan antara hidup dan mati berusaha melahirkan kita dengan selamat,dll...Terlalu banyak deh pokoknya pengorbanan ortu kita untuk kita sia2kan hanya demi seseorang saja!

Kepada Temanku itu, aku hanya bisa bilang "Ini cobaan Allah untuk keluargamu, semoga keluargamu bisa tabah menerima cobaan ini"

Semoga kita semua bisa berpikir dengan akal sehat untuk melangkah dalam mengarungi kehidupan ini.

Sedikit tentang cinta
Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat — Miskonsepsi pertama yang ditentang Bowman adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan perasaan belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat. Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungan jawab bila perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti. Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan.


Cinta membutuhkan proses — Bowman juga menolak anggapan cinta bisa berasal dari pandangan pertama. "Cinta itu tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks," katanya. Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi memang tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja. Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang hanya ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan memutuskan untuk memilih sebagai titik fokus baru. Yang mungkin terjadi dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah pasangan terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai tergila-gila. Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jeda. Dalam kasus "cinta pada pandangan pertama", banyak orang tidak benar-benar mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri. Sebaliknya dengan orang yang benar-benar mencinta. Mereka mencintai pasangan sebagai persolinatas yang utuh.

Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi* — Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan untuk berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri. Bila kita berkeinginan menguasai kekasih (membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya berbusana) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima cinta.

Cinta itu konstruktif* — Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan yang jatuh cinta impulsif. Bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari. Yang dipikirkan hanya kesengsaraan pribadi. Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.

Cinta tidak melenyapkan semua masalah* — Penganut faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan cinta itu obat bagi segala penyakit ( panacea ). Kemiskinan dan banyak problem lain diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta tidaklah seajaib itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang berarti tidak benar-benar mencinta-cenderung membutakan mata saat tercegat masalah. Alih-alih bertindak dengan akal sehat, dia mengenyampingkan problem.

Cinta cenderung konstan* — Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan kita pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita mengidealisasikannya, bukan melihatnya secara realistis. Lantas saat kembali bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala bayangan hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia jauh. Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik. Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan, kita menyukainya dalam kadar sebanding.

Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik* — Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya.Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah, hanya terasa menyenangkan bila kita dan pasangan saling menyukai personalitas masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap kontak fisik hanya memberi sensasi menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.

Cinta tidak buta, tapi menerima* — Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan menyadari sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan mentolerir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan itu haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak boleh ada kritik kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski pasangan sangat buruk, orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya karena pasangan punya secuil keburukan yang sangat mungkin diperbaiki.

Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan* — Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan memajukan hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang yang mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.

Cinta berani melakukan hal menyakitkan (demi yang dicintai)* — Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan hal yang tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata "tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu. Begitulah kita semua seharusnya bersikap pada pasangan.

Love Someone Special
Sangatlah menyakitkan mencintai seseorang, tetapi tidak dicintai olehnya.
Tetapi lebih indah untuk mencintai dan tidak pernah menemukan keberanian
untuk memberitahu mereka apa yang kamu rasakan.

Hanya perlu satu menit untuk menghancurkan seseorang, satu jam untuk
menyukai seseorang, satu hari untuk mencintai seseorang tetapi membutuhkan
seumur hidup untuk melupakan seseorang

Mungkin Tuhan menginginkan kita untuk bertemu dengan orang yang tidak tepat
sebelum bertemu.
Jadi ketika kita akhirnya bertemu dengan orang yang tepat, kita akan tahu
betapa berharganya anugerah tersebut

Cinta adalah ketika kamu membawa perasaan, kesabaran dan romantis dalam
suatu hubungan dan menemukan bahwa kamu peduli dengan dia.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang
sangat berarti bagimu.
Hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu
harus membiarkannya pergi.
Ketika pintu kebahagiaan tertutup, yang lain terbuka.
Tetapi kadang-kadang kita menatap terlalu lama pada pintu yang telah
tertutup itu sehingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka
untuk kita.

Teman yang terbaik adalah teman dimana kamu dapat duduk bersamanya dan
merasa terbuai, dan tidak pernah mengatakan apa-apa dan kemudian berjalan
bersama.
Perasaan seperti itu adalah percakapan termanis yang pernah kamu rasakan.

Benarlah bahwa kita tidak tahu apa yang kita dapatkan sampai kita
kehilangan itu ??
Tetapi benar juga bahwa kita tidak tahu apa yang hilang sampai itu ada.

Memberikan seseorang semua cintamu tidak pernah menjamin bahwa mereka akan
mencintai kamu juga !!!
Jangan mengharapkan cinta sebagai balasan, tunggulah sampai itu tumbuh
didalam hati mereka.
Tetapi jika tidak, pastikan dia tumbuh didalam hatimu.

Ada hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar
dari orang yang dari mereka kamu ingin dengar.
Tetapi jangan sampai kamu menjadi tuli walaupun kamu tidak mendengar itu
dari seseorang yang mengatakan itu dari hatinya.

Jangan pernah berkata selamat tinggal jika kamu masih ingin mencoba.
Jangan menyerah selama kamu merasa masih dapat maju.
Jangan pernah berkata kamu tidak mencintai orang itu lagi bila kamu tidak
bisa membiarkannya pergi.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walapun mereka telah
dikecewakan.
Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati.
Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti
sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk
membangun kembali kepercayaan.

Jangan melihat dari wajah, itu bisa menipu.
Jangan melihat kekayaan, itu bisa menghilang.

Datanglah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum karena sebuah
senyuman dapat membuat hari yang gelap menjadi cerah.Berharaplah kamu dapat
menemukan seseorang yang dapat membuatmu tersenyum.

Ada saat di dalam kehidupanmu dimana kamu sangat merindukan seseorang, kamu
ingin mengambil mereka dari mimpimu dan benar-benar memeluk dia.

Berharaplah bahwa kamu dapat bermimpi tentang dia, yang berarti mimpilah apa
yang ingin kamu mimpikan, pergilah kemana kamu ingin pergi, jadilah sesuai
dengan keinginan kamu, karena kamu hanya hidup sekali dan satu
kesempatan untuk melakukan apa yang kamu inginkan.

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia, cukup
cobaan untuk membuat kamu kuat, cukup penderitaan untuk mmbuat kamu menjadi
manusia yang sesungguhnya, dan cukup harapan untuk membuat kamu bahagia.

Selalu letakkan dirimu pada posisi orang lain.
Jika kamu merasa bahwa itu menyakitkan kamu, mungkin itu menyakitkan orang
itu juga.
Kata-kata yang ceroboh dapat mengakibatkan perselisihan, kata-kata yang
kasar bisa membuat celaka, kata-kata yang tepat waktu dapat mengurangi
ketegangan, kata-kata cinta dapat menyembuhkan dan menyenangkan.

Permulaan cinta adalah dengan membiarkan orang yang kita cintai menjadi
dirinya sendiri dan tidak membentuk mereka menjadi sesuai keinginan kita.
Dengan kata lain kita mencintai bayangan kita yang ada pada diri mereka.

Orang yang bahagia tidak perlu memiliki yang terbaik dari segala hal.
Mereka hanya membuat segala hal yang datang dalam hidup mereka.

Kebahagiaan adalah bohong bagi mereka yang menangis, mereka yang terluka,
mereka yang mencari, mereka yang mencoba.
Mereka hanya bisa menghargai orang-orang yang penting yang telah menyentuh
hidup mereka.
Cinta mulai dengan senyuman, tumbuh dengan ciuman dan berakhir dengan air
mata.

Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan.
Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu sampai kamu
melupakan kegagalan kamu dan rasa sakit hati.
Ketika kamu lahir, kamu menangis dan semua orang di sekeliling kamu
tersenyum.

Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika kamu meninggal, kamu satu-satunya yang
tersenyum dan semua orang di sekeliling kamu menangis.

Cinta Itu...
Pernahkah kamu merasakan,
bahwa kamu mencintai seseorang,
meski kamu tahu ia tak sendiri lagi, dan
meski kamu tahu cintamu mungkin tak berbalas,
tapi kamu tetap mencintainya,

Pernahkah kamu merasakan,
bahwa kamu sanggup melakukan apa saja demi seseorang yang kamu cintai,
meski kamu tahu ia takkan pernah peduli ataupun
ia peduli dan mengerti, tapi ia tetap pergi.

Pernahkah kamu merasakan hebatnya cinta,
tersenyum kala terluka,
menangis kala bahagia,
bersedih kala bersama,
tertawa kala berpisah,

Aku pernah .........

Aku pernah tersenyum meski kuterluka !
karena kuyakin Tuhan tak menjadikannya untukku,
Aku pernah menangis kala bahagia,
karena kutakut kebahagiaan cinta ini akan sirna begitu saja,

Aku pernah bersedih kala bersamanya,
karena kutakut aku kan kehilangan dia suatu saat nanti, dan......

Aku juga pernah tertawa saat berpisah dengannya,
karena sekali lagi, cinta tak harus memiliki, dan
Tuhan pasti telah menyiapkan cinta yang lain untukku.

Aku tetap bisa mencintainya,
meski ia tak dapat kurengkuh dalam pelukanku,
karena memang cinta ada dalam jiwa, dan bukan ada dalam raga.

Semua orang pasti pernah merasakan cinta..
baik dari orang tua... sahabat.. kekasih dan
akhirnya pasangan hidupnya.

Buat temenku yg sedang jatuh cinta.. selamat yah..
karena cinta itu sangat indah.
Semoga kalian selalu berbahagia.

Buat temanku yg sedang terluka karena cinta...
Hidup itu bagaikan roda yang terus berputar,
satu saat akan berada di bawah dan hidup terasa begitu sulit,
tetapi keadaan itu tidak untuk selamanya,
bersabarlah dan berdoalah karena cinta yang lain
akan datang dan menghampirimu.

Buat temanku yang tidak percaya akan cinta... buka hatimu ...
jangan menutup mata akan keindahan yang ada di dunia
maka cinta membuat hidupmu menjadi bahagia.

Buat temanku yang mendambakan cinta.. bersabarlah..
karena cinta yang indah tidak terjadi dalam sekejab..
Tuhan sedang mempersiapkan segala yang terbaik bagimu.

AKU INGIN

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat:

diucapkan kayu kepada api yg menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat:

disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Nasihat seorang ibu

Nasihat Seorang Ibu Di Akhir Zaman untuk Putrinya Menjelang Dewasa

Putriku
Menjelang engkau dewasa
Pintallah benang-benang keimanan
untuk pakaian keseharianmu
Sebutlah nama Tuhanmu
Dalam setiap tarikan nafasmu
Agar engkau selamat, tidak diperkosa dan dianiaya
Oleh kaum durjana, kaum jin, kaum iblis yang angkara
Dan tidak diperdaya situasi zaman
yang memang sudah gila tak kenal iba

Lindungilah
Tabir kesucianmu
dengan sifat malu dan dengan benteng Ilahi
yang berwujud pesona cahaya
yang terpancar pada surat An Nur
ayat tiga puluh sampai tiga pulih tiga

Kelak, jika tiba masamu
pilihlah suami yang shaleh, bersahaja,
tidak kaya, tidak miskin,
fasih membaca Al-Qur'an,
fasih mengumandangkan kebenaran dan keadilan,
setia dalam cinta,
setia dalam suka dan duka, dan
setia dalam menjaga keluarga
dari hal-hal yang tidak direlakan Tuhan

Lantas lahirkan dari kesucian rahimmu
seribu generasi teladan, seribu generasi pilihan
yang terukir dengan standar surat Al Kahfi ayat tiga belas

Akhirnya, jadilah engkau seorang ibu sejati
sepanjang hayat masih dikandung badan
hingga pada saatnya, di akhir masa nanti
Engkau akan dikenang sebagai mentari sejati
bagi peradaban umat manusia ini
Putriku, camkan nasihat ibumu yang tulus murni.

Mutiara nasehat bijak islami 2

Dunia hanyalah jembatan yg menghubungkan kita dg akhirat. Janganlah keindahan sebuah jembatan melalaikan kita dari hakekat sebuah tujuan. (Majalah Adz-Dzakhiirah No. 11 Edisi 65-1431/2010)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila suatu musibah menimpamu, janganlah engkau berkata, ‘Kalau saja aku berbuat demikian, tentu akan terjadi demikian dan demikian.’ Akan tetapi katakanlah, ‘(Ini adalah) ketentuan Allah. Apa saja yang Dia kehendaki pasti terjadi’, karena ucapan ‘seandainya’ akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.” (Raudhatul Muhibbin)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Apabila engkau hendak meluruskannya, ia akan patah. Maka berhati-hatilah memeliharanya, (sehingga) engkau akan dapat hidup bersamanya.” (Riwayat Ahmad V : 8 dan Ibnu Hibban 1308 dan dalam Shahihul Jami’ II 163)

Barangsiapa yang menutupi (kejelekan) seorang muslim, Allah akan menutupi (kejelekannya) di dunia dan di akhirat. (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bagaimana pendapat kalian jika di depan rumah salah seorang dari kalian terdapat sungai yg mengalir, kemudian dia mandi disana sebanyak 5 kali dalam sehari, apakah akan ada kotoran yg tersisa padanya?” Para sahabat menjawab, “Sama sekali tidak akan ada yg tersisa ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Begitu pula shalat yg 5 (waktu), dengannya Allah ‘azza wajalla akan menghapus kesalahan2nya.”

Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Tunaikanlah hak kedua telingamu daripada hak mulutmu. Karena dijadikan untukmu dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara.”

“Siapa yang berjalan ke masjid di kegelapan malam, maka Allah akan memberikan cahaya kepadanya pada Hari Kiamat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, dan selainnya)

Ibnu Munkadir berkata, “Tidak ada yang tersisa dari kelezatan dunia kecuali dari tiga hal: Qiyamul Lail, bertemu dengan saudara seiman dan shalat berjama’ah di masjid.” (Al-Ihyaa; I/423)

Abu Hazim mengatakan, “Bersyukur dengan seluruh anggota tubuh adalah menahannya dari maksiat dan selalu menggunakannya dalam ketaatan.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 295)
Ketahuilah bahwa setiap orang yang hidup di muka bumi ini adalah tamu dan harta kekayaan yang ada di tangannya adalah pinjaman. Seorang tamu itu harus pergi dan barang pinjaman harus dikembalikan. (Nuriyyah Ibnul Qayyim al-Jauziyyah; wafat 656 H)
A British man came to Sheikh and asked, “Why is not permissible in Islam for women to shake hands with a man?”
The Sheikh said, “Can you shake hands with Queen Elizabeth?”
British man replied, “Of course not, there are only certain people who can shake hands with Queen Elizabeth.”
Sheikh replied with a smile on his face, “Our women are Queens and Queens do not shake hands with strange men…”

Syarat Diterimanya Taubat

> Menghindari dosa untuk saat ini.
> Menyesali dosa yang telah lalu.
> Bertekad untuk tidak melakukannya lagi di masa datang.
> Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka harus diselesaikan.
~Faedah Tafsir Ibnu Katsir~

Dari Anas dan Qatadah radhiallaahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
“Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri”.
Qotadah berkata:”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu lebih buruk lagi”. (HR. Muslim dan Turmidzi)

Abdullah bin ‘Umar berkata, ”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”
Yahya bin Mu’adz berkata, ”Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.”

Ar Rabi’ bin Anas: ”Tanda cinta kepada Allah adalah banyak mengingat (menyebut)Nya, karena tidaklah engkau menyukai sesuatu kecuali engkau akan banyak mengingatnya.” (Jami’al Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab)

Ibnu Rajab Al Hambaliy rahimahullah berkata, ”Sesungguhnya seorang mukmin tidak sepantasnya untuk menjadikan dunia sebagai tempat tinggalnya dan merasa tenang di dalamnya akan tetapi sepatutnya dia di dalam dunia ini bagaikan orang yang sedang melakukan perjalanan…”(Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 379)

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan salah satu manfaat menjaga pandangan mata adalah bisa menuntun hati selalu akrab dengan Allah dan harmonis denganNya. Membebaskan pandangan mata bisa memisahkan hati dan menjauhkannya dari Allah. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi hati selain membebaskan pandangan mata. Karena hal itu bisa menjerembabkan hamba pada kesepian dan keterasingan dalam hidupnya antara dirinya dengan Tuhannya.

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, ”Panjang angan-angan akan melahirkan rasa malas mengerjakan ketaatan, menunda-nunda tobat, cinta dunia, melupakan akhirat serta kerasnya hati. Karena kelembutan dan kebeningan hati, hanya akan diraih dengan mengingat mati, kubur, pahala, siksa, serta huru hara di hari kiamat…”.
”Sesungguhnya kebaikan itu memancarkan cahaya pada wajah seseorang, dan cahaya pada hati, keluasan dalam rezeki, kekuatan pada badan, kecintaan di tengah makhluk. Dan keburukan akan mengakibatkan kehitaman pada wajah, kegelapan dalam hati, kelemahan badan dan kekurangan rezeki, serta kebencian di dalam hati para makhluk Allah.”(Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu).

”Tak selamanya kita memperoleh semua yang kita sukai, maka belajarlah untuk menyukai semua yang telah kita peroleh…”.

”Cintailah orang yang kamu cintai dengan sewajarnya. Karena barangkali suatu saat kamu membencinya. Dan bencilah orang yang kamu benci dengan sewajarnya. Sebab, mungkin saja suatu hari kamu mencintainya.” (HR. Al Baihaqi, At Tirmidzi, dll).

Imam Ahmad berkata, ”Jika engkau ingin Allah melancarkan untukmu sesuatu yang engkau cintai, maka teruslah mengerjakan sesuatu yang Dia cintai.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah 10/330)
Seseorang bertanya kepada Ibnul Jauzi rahimahullah, ”Apakah yang paling utama, apakah aku harus bertasbih atau istighfar?” Beliau menjawab, ”Baju yang kotor lebih membutuhkan sabun daripada minyak wangi.” (Jawaahiru Shifatish Shafwah).
”Kebahagiaan hati hanyalah dapat diperoleh oleh hati yang beriman kepada Allah. Tidaklah mungkin kebahagiaan itu diperoleh oleh hati yang membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Jadi, meskipun orang-orang kafir memiliki harta sepenuh bumi, mereka tidaklah mungkin bahagia. Kalaupun mereka berbahagia, itu hanyalah kebahagiaan yang semu. Karena surga mereka hanyalah di dunia semata.”.

”Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan menjadikan baginya penyelesaian dari kegelisahannya, jalan keluar dari kesulitannya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ahmad, Musnad no. 2234).

Wahaab bin Munabbih berkata, ”Jika seseorang memujimu dengan apa-apa yang tidak ada padamu, maka janganlah kamu merasa aman darinya untuk mencelamu dengan apa-apa yang tidak ada padamu.”(Shifat Ash-Shofwah 2/295).

Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu…
Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari…
Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit…
Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula.

”Tidak ada suatu rezeki yang Allah berikan kepada seorang hamba yang lebih luas baginya daripada sabar.” (HR. Al Hakim)

”Barangsiapa meninggalkan perhatiannya dari aib orang lain, maka dia akan diberi kemampuan untuk memperbaiki aibnya sendiri.” (Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu),

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yg belum pernah aku lihat:
[1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan
[2] para wanita yg berpakaian tp telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).

DOA MEMOHON ISTIQOMAH: ”Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8)
Nabi bersabda, ”Permisalan seorang mukmin yg membaca Al-Qur’an adalah seperti buah atrujah, baunya harum dan rasanya enak. Permisalan seorang mukmin yg tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya manis. Adapun orang munafik yg membaca Al-Qur’an permisalannya seperti buah raihanah, baunya wangi tapi rasanya pahit. Sementara orang munafik yg tidak membaca Al-Qur’an seperti buah hanzhalah, tidak ada baunya, rasanya pun pahit.”(HR. Bukhari no. 5020 dan Muslim no. 1857).
Rasulullah bersabda, ”Apabila seorang wanita mengerjakan shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.”(HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661).
Betapa banyak rumah yang sempit terasa begitu luas karena kasih sayang yang bersemi di antara penghuninya. Betapa banyak rumah yang luas terasa begitu sempit karena tidak ada kasih sayang di antara penghuninya…
”Tak ada manusia yang paling menderita, kecuali seorang yang sedang jatuh cinta. Walaupun mendapatkan manisnya cinta, selalu menangis di setiap waktu, karena takut berpisah dengannya. Menangis tatkala jauh darinya, dan menangis tatkala dekat dengannya…”(Mayat-Mayat Cinta hal. 32)

Rasulullah bersabda, ”Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya hati.”(HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 2417).
‘Orang yg terbiasa shalat malam akan merasakan kelezatan malam mereka melebihi kelezatan yg dirasakan oleh orang yg hanyut dlm prbuatan sia2 dlm kesia-siaan mereka.”
DAMPAK-DAMPAK MAKSIAT
1. Terhalangnya ilmu. Karena ilmu adalah cahaya yg dipancarkan Allah dalam hati, dan maksiat bisa memadamkan cahaya itu.<<<

Bagaimana bisa dibayangkan, rumah penghuni surga yang dibangun Allah dengan Tangan-Nya sendiri berbentuk istana. Yang materi batu batanya emas dan perak, yang atapnya Arasy Ar Rahman, yang pepohonannya dari emas dan perak sebening kaca, yang buah-buahannya lebih lembut dari keju dan lebih manis dari madu, yang sungai-sungainya mengalirkan susu, madu, dan arak yang tidak memabukkan, yang kebagusan wajah penghuninya seperti rembulan…

Merokok…adalah cara mudah untuk menganiaya diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Rasulullah bersabda, ”Perumpamaan dunia dibandingkan akhirat adalah seperti kalau kalian mencelupkan jari-jemari ke dalam samudra, maka lihatlah apa yang tersisa.”(HR Ahmad dan Tirmidzi)

Ridho Allah tergantung ridho orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua. (Adabul Mufrod No. 2).

Mutiara nasehat bijak islami 1

Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Jadi jangan minder dengan kekurangan kita. dan jangan iri dengan kelebihan orang. HARGAILAH DIRIMU APA ADANYA!!!

=========================

Berbicara cinta sejati, ketahuilah sesungguhnya segala ni’mat ini adalah dari Allah SWT, termasuk ni’mat mencintai lawan jenis, untuk itu gunakanlah bingkai yang dibenarkan oleh syariat, dan bingkai itu adalah pernikahan. Itulah sunnah yang sesungguhnya,

===============================

IKUTILAH JALAN KEBENARAN ITU JANGAN HIRAUKAN WALAUPUN SEDIKIT ORANG MENGIKUTINYA! JAUHKANLAH DIRIMU DARI JALAN JALAN KESESATAN DAN JANGANLAH TERPESONA DENGAN BANYAKNYA ORANG ORANG YANG MENEMPUH JALAN KEBINASAAN!

Sunnah itu bagaikan bahtera nabi nuh.Barangsiapa mengendarainya niscaya dia selamat dan barangsiapa terlambat dari bahtera tersebut maka dia akan tenggelam……

=============================

““Muslim sejati adalah yang tidak pernah menggunakan lisan dan tangannya untuk menyakiti sesama muslim.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash, Riyadhus Sholihin No. 222)”

=============================

“Ingatlah bahwa salah satu sifat muslim sejati adalah bersabar ketika ditimpa musibah dan bersyukur ketika mendapat nikmat. Subhanallah.. …”

—————————————————————————————————————-
kumpulan kalimat mutiara nasehat bijak islam – kata-kata nasehat bijaksana islami
—————————————————————————————————————-

“Orang yg sukses adlh mereka yg berhasil mengenali, menggali, & memompa seluruh potensi Diri, shg mampu menggagas karya2 & ide2 terbaik demi kemaslahatan Ummat.. Salam Ukhuwah dan Silaturahim… Keep Hamasah !!!”
===================

“Berilmu lah sebelum berbicara, bersikap, dan bertindak. Diam adalah kehati hatian. Perhatikan darimana kamu ambil kabar berita..periksa siapa yang berbicara, dan telitilah mana yang benar dan salah!”

=====================

“”Hati yg plg Allah kasihi ialah hati yg plg lembut t’hdp saudaranya, plg bersih dlm keykinannya & plg baik dlm agama” “salam ukhuwah untuk semua sahabatku…

=================================
“seorang mu’min itu jika dia melihat, maka dia mengambil pelajaran, jika dia diam maka dia berfikir, jika dia bicara maka dia mengingat, jika dia diberi sesuatu maka dia bersyukur dan jika dia dicoba maka dia bersabar.”

============================

“Tetaplah tegar!! Krna ALLAH akn slalu mjaga&mLindungimu.. jgn gentar,sdih,atau tkt jk km org b’iman..! Ktakan kbenaran wlw bnyk d hujat org..krn ssngghny bpegang pd islm d hr ini spt mmegang bara api..”

=========================

“Sesuatu akan lebih terasa berharga ketika kita sudah tidak memilikinya,,maka hargai dan jagalah segala yg kita miliki…

====================================

“jlnilah hidup ini penuh dgn takwa&tawakal wahai manusia, karena bumi ini hanya titipan ALLAH SWT semata. Tegakkanlah Jihad fi Sabilillah dgn keridhoan ALLAH SWT dimuka bumi ini, jgn ada p’pecahan shg b’cerai berai antar saudara muslim.

=======================

“Allah itu Tujuan kami… Rasulullah tauladan kami., Alquran Undang2 kami.. Jihad itu jalan hDp kami… Mati d Jalan Allah Cita2 kami t’Tinggi..”

—————————————————————————————————————-
kumpulan kalimat mutiara nasehat bijak islam – kata-kata nasehat bijaksana islami
—————————————————————————————————————-

Hai saudara-saudaraku umat muslim, mari kita kuatkan barisan kita. Kita tingkatkan keimanan kita. Kita tegakkan kalimat Allah dimuka bumi ini. Insya Allah, kita akan mendapat ridha-Nya.

Allahuakbar!!

=================

Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangimu di dunia, tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu di akhirat

================

Adalah mengagumkan ada seseorang pada hari ini yang mendakwahkan As-Sunnah . Dan lebih mengagumkan lagi adalah orang yang menerima dakwah As-Sunnah. (Irsyadus Sari Fi Syarhis Sunnah lil Barbahari,hal 248)

================

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

“Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran.” (Al Fatawa 4/149)

==========================

“Ya Allah.. Jikalau cinta ini adalah ketertawanan,tawanlah hatiku dengan cinta kepada-Mu,agar tidak ada lagi yg dapat menawan hatiku.. Jikalau rindu ini adalah rasa sakit,penuhilah rasa sakit ini dengan rindu kepada-Mu….”

====================

“Ssngguh’a sbnar-bnar prkataan adl Kitabullah&sbaik -baik ptnjuk adl ptnjuk Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam & sburuk-bruk prkara adl yg d ada2kan(dlm ibdah) krn stiap yg d ada2kan adl bid’ah & stiap bid’ah adl ssat & stiap kssatan brada d neraka”

=============

“Hai manusia,sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling bertaqwa.49:13″

=============

“Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya sementara dan kepada Rabbul ‘Alamin, Allah Tabaraka Wa Ta’ala, kita semua akan kembali. Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian istiqamahlah!”

—————————————————————————————————————-
kumpulan kalimat mutiara nasehat bijak islam – kata-kata nasehat bijaksana islami
—————————————————————————————————————-

““Islam mulai muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awal munculnya maka beruntunglah orang-orang asing itu”(HR. MUSLIM)”

============

“syaik Bakr Abu Zaid berkata: Hiasilah dirimu dengan etika etika jiwa berupa menjaga kehormatan diri, santun,sabar,rendah hati dalam menerima kebenaran, berprilaku tenang dalam bersikap dan berwibawa,teguh serta tawadhu””

============

cinta itu memang indah tapi apakah adil cinta itu hanya untuk manusia saja, sementara manusia itu tidak seberapa pengorbanan nya pada kita, apakah pantas cinta untuk sang pencipta kita taruh pada bagian kedua, pdhl jika bkn karna Nya, apakah mungkin kita bisa merasakan kenikmatan dunia ini,?? janganlah kita terlalu cinta pada manusia yang membuat kita lupa akan kecintaan allah pada kita,, nau’uzubillah

===========

wahai sabab….. jalin ukhuwah…

ada kata bijak & patriotik dari SOEKARNO :
” beri aku seribu orang tua yang bersemangat….
aku bersama mereka akan dapat memindahkan
gunung semeru,

TAPI berilah aku sepuluh orang PEMUDA yang
semangatnya berapi-api kepada tanah airnya,
AKU BERSAMA MEREKA AKAN DAPAT
MENGGUNCANG DUNIA ”

ayooo bersama PKS….

kita guncang dunia

=====================

“Betapa bahagianya dia!…Yaitu orang yang mengingat kuburnya, kemudian ingat kepada RabbNya, orang yang selalu mengoreksi diri, mensucikan hatinya, berbakti kepada kedua orang tuanya, orang yang suka menangis meneteskan air matanya (karena takut kepada Allah) dan dilanjutkan dengan sujud (orang yang memelihara shalatnya), ia bersegera menuju masjid, rajin shalat malam, selalu memaafkan saudara-saudaranya dan mendo’akan untuk mereka kebaikan serta menyalahkan dirinya, ia tidak lupa dengan wiridnya (sesuai dengan tuntunan Rasulullah), maka betapa bahagianya dia…Hendaklah kita semua menjadi orang itu.”

(Majalah Qiblati, rubrik Kisah, vol.01 No. 09 1427H)

=========================

“Dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan, “Barang siapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya.”

========================

“”Dan janganlah kamu mencampur adukkan antara yang haq dengan yang bathil,dan janganlah kamu sembunyikan yang haq,sedang kamu mengetahui”( al-baqarah:42)

Menghamba Kepada Dunia dengan Amal Ibadah

Oleh: Ust.Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Al-Qur'an telah mengabarkan tentang kaum yang tersesat dan sebab mereka memilih kesesatan yang karenanya Allah menutup pintu hidayah dari mereka. Allah berfirman,

مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآَخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ لَا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الْآَخِرَةِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

"Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai. Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi." (QS. Al-Nahl: 106-109)

Mereka, dalam ayat di atas, yang dihukumi benar-benar murtad dari Islam karena berharap lebih kepada kemewahan dunia dan tidak rindu kepada akhirat. Maka saat mereka lebih memilih kekufuran atas iman, Allah mengharamkan hidayah dari mereka. Sehingga Allah tidak menunjuki mereka dan menyematkan kekufuran atas mereka. Allah menutup mati hati, pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tak memasukkan kebaikan sedikitpun kedalamnya. Akibatnya, Allah mengharamkan rahmat-Nya yang sangat luas, jika datang petunjuk kepada mereka, segeralah ditolaknya. Karena itu, diakhirat, mereka benar-benar merugi; dijauhkan dari surga dan dimasukkan ke dalam neraka.

Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan tentang orang yang kafir kepadanya setelah beriman dan mengetahui kebenaran serta melapangkan dadanya kepada kekafiran dan merasa tentram kepadanya: Allah murka terhadap mereka karena telah mengetahui iman lalu menyimpang darinya. Kemudian (Allah mengabarkan) bahwa bagi mereka adzab yang pedih di akhirat, dikarenakan mereka lebih mencintai dunia daripada akhirat. Mereka lebih memilih murtad karena dunia sehingga Allah tidak memberi petunjuk pada hati mereka dan tidak meneguhkan mereka di atas agama yang benar. Allah mengunci mati hati mereka sehingga mereka tidak bisa memahami apapun yang bermanfaat bagi mereka. Begitu juga Allah mengunci pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tidak bisa mengambil manfaat darinya. Dan semua itu tak berguna sedikitpun bagi mereka. Mereka lalai dari tujuan diciptakannya mereka."

Al-Qur'an juga menceritakan seorang alim dari Bani Israil, bernama Bal'am (menurut Abdullah bin Mas'ud) yang meninggalkan kebenaran karena kecintaannya kepada dunia. Allah telah memberikan kepadanya ayat-ayat-Nya, lalu ditinggalkannya. Allah Ta'ala berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (QS. Al-A'raf: 175-176)

Sebab kesesatan Bal'am adalah karena dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maksudnya, ia lebih cenderung kepada perhiasan dan gemerlapnya kehidupan dunia, tenggelam dalam kelezatan dan kenikmatannya, sehingga ia tertipu olehnya sebagaimana tertipunya orang-orang yang bodoh. Sehingga Al-Qur'an menyerupakannya dengan anjing dalam kesesatannya. Dia tetap berada di atas kesesatannya dan tidak mau mengambil petunjuk, baik dia diseru kepada iman atau tidak, sehingga Bal'am menjadi seperti anjing yang tetap menjulurkan lidahnya, baik dia dihalau atau dibiarkan. Demikianlah keadaan Bal'am, ada atau tidaknya nasehat dan dakwah kepada iman, sama saja baginya.

Karena itu, Al-Qur'an sering mengingatkan agar berhati-hati dan waspada terhadap dunia. Karena telah banyak yang tertipu olehnya. Allah Ta'ala berfirman,

فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

"Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah. (QS. Luqman: 33)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

"Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah." (QS. Faathir: 5)

Bahwa kebangkitan dan hisab serta pembalasan amal benar-benar ada dan akan terjadi. Jika demikian, hendaknya mereka menyiapkan bekal untuk ke sana dengan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang dimilikinya untuk beramal shalih. Jangan sampai kenikmatan dunia, kesenangan dan semangat mencarinya memalingkan dari tujuan utama diciptakannya, yakni untuk menghambakan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah kepada-Nya semata.

Menghamba Kepada Dunia Dengan Ibadah

Bagi orang yang menghambakan diri kepada dunia, maka tidak ada dalam benaknya kecuali untuk mendapatkannya. Sehingga apapun yang dilakukannya dan dikerjakannya tidak lain hanya untuk mendapatkan dunia, bahkan sampai dalam urusan ibadah yang menjadi kewajibannya. Akhirat tidak terbersit di benaknya dalam menjalankan tugas-tugas agama tersebut.

Diterangkan dalam Fathul Majid Syarh Kitab al-Tauhid, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Aalu Syaikh, dalam bab, "Termasuk Syirik seseorang menginginkan dunia dengan amalnya" tentang macam-macam orang yang orientasi hidupnya hanya dunia sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Huud: 15-16: di antaranya, amal shalih yang biasa dikerjakan oleh orang banyak demi mencari wajah Allah; berupa shadaqah, shalat, silaturahim, berbuat baik kepada manusia, tidak berbuat zalim, dan perbuatan-perbuatan lainnya yang dilakukan manusia atau yang mereka tinggalkan secara ikhlas karena Allah, namun ia tidak menginginkan pahalanya di akhirat, tetapi yang dia inginkan hanya agar Allah menjaga harta dan mengembangkannya, atau menjaga keluarga dan anak-anaknya, atau melanggengkan nikmat yang ada padanya; dia tidak berkeinginan masuk surga atau dijauhkan dari nereka, orang seperti ini diberi balasan amal perbuatannya di dunia dan di akhriat dia tidak memiliki jatah bagian apapun. Jenis manusia inilah yang dikatakan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma.

Imam Qatadah rahimahullah berkata: "Barangsiapa niat dan tendensi serta ambisinya adalah dunia, maka Allah akan membalas kebaikan-kebaikannya di dunia, lalu yang bersangkutan kembali ke akhirat dengan tidak memiliki kebaikan yang patut untuk dibalas. Adapun orang mukmin, kebaikannya dibalas di dunia dan akhirat." (Disebutkan Ibnu Jarir dengan sanadnya. Dinukil dari Fathul Majid, hal. 452)

Penghambaan yang Sebenarnya Adalah Penghambaan Hati

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan orang semacam di atas sebagai hamba harta. Di dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ

"Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba khamishah (pakaian indah dari sutera); jika diberi ridha dan jika tidak diberi marah. Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya."

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menamakannya sebagai hamba dinar, dirham, khamilah dan khamishah. Beliau mendoakannya dalam bentuk khabar (berita), yakni sabda beliau:

تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ

"Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya." Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

"Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah." (QS. Al-Taubah: 58)

Jadi, ridha mereka karena selain Allah dan marah mereka juga karena selain Allah. Demikianlah keadaan orang yang bergantung kepada dunia, dengan kedudukan, tampilan atau hawa nafsu lainnya yang serupa; jika ia mendapatkannya maka ia ridha, jika gagal maka ia marah. Orang semacam ini adalah hamba (penyembah) dan budak dari apa yang diinginkannya. Karena penghambaan dan penyembahan pada dasarnya adalah perbudakan dan penghambaan hati. Mana kali hati sudah membudak dan menyembah kepadanya, maka saat itu ia menjadi hambanya."

Orang semacam ini, mungkin masih beribadah dan meminta kepada Allah. Namun jika Allah memberikan dan mengabulkan permintaannya dia ridha, jika tidak maka ia marah atau bahkan berhenti dari ibadah dan berdoa. Allah menyebutkan orang semacam ini sebagai orang yang beribadah kepada Allah di atas keraguan.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (di atas keragu-raguan); maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS. Al-Hajj: 11)

Padahal seharusnya, orang beriman itu menyembah Allah dengan penuh keyakinan dan benar. Keridhaan dan murkanya mengikuti keridhaan dan kemurkaan Allah. Dia ridha dengan apa yang Allah ridha kepadanya, marah kepada apa yang Allah marah kepadanya, mencintai apa dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, membenci apa yang dibendi oleh keduanya, berwala' dan membela wali-wali Allah serta membenci dan memerangi musuh-musuh-Nya.

Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. . .



Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. "Sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153 dan terdapat juga pada surat yang lain) Wallahu Ta'ala a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
 

Sample text