Mutiara Hikmah

icon

icon

Selasa, 13 November 2012

BAGAIMANA HUKUM TIDUR SETELAH SHUBUH,ASHAR DAN MAGHRIB???


BAGAIMANA HUKUM TIDUR SETELAH SHUBUH,ASHAR DAN MAGHRIB??? Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa istiqamah dijalannya. Amma ba’du. 

TIDUR SETELAH SHUBUH. Mengenai masalah ini tidak terdapat satu nash pun yang melarang seseorang tidur setelah shalat shubuh sehingga hukumnya adalah tetap seperti asalnya yaitu boleh. Namun demikian diantara arahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya bahwa apabila mereka menunaikan shalat shubuh maka mereka tetap duduk di tempat shalat mereka hingga terbit matahari, sebagaimana disebutkan didalam Shahih Muslim (1/463) no. 670 dari hadits Sammak bin Harb katanya; aku berkata kepada Jabir bin Samurah; "Mungkin anda pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Dia menjawab; "Ya, dan itu banyak kesempatan, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah beranjak dari tempat shalatnya ketika subuh atau pagi hari hingga matahari terbit, jika matahari terbit, maka beliau beranjak pergi. Para sahabat seringkali bercerita-cerita dan berkisah-kisah semasa jahiliyahnya, lantas mereka pun tertawa, namun beliau hanya tersenyum." Juga permintaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Tuhannya agar memberkahi umatnya di pagi hari mereka, sebagaimana terdapat didalam hadits dari Shakhr Al Ghamidi, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau mengucapkan:

 صحيح أبي داود (2/ 494) عن صخر الغامدي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لأمتي في بكورها وكان إذا بعث سرية أو جيشا بعثهم من أول النهار وكان صخر رجلا تاجرا وكان يبعث تجارته من أول النهار فأثرى وكثر ماله * ( صحيح 

“ALLAAHUMMA BAARIK LI UMMATII FII BUKUURIHAA” (Ya Allah, berkahilah umatku di pagi hari mereka). Dan beliau apabila mengirim expedisi atau pasukan beliau mengirim mereka di awal siang. Dan Shakhr adalah seorang pedagang dan ia mengirim perdagangannya di awal siang, maka hartanya bertambah banyak. Abu Daud berkata; ia adalah Shakhr bin Wada'ah. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) Hadits ini dikuatkan oleh hadits Ali, Ibnu Umar, Ibn Abbas, Ibnu Mas’ud dan selain mereka.

 Dari sini, sebagian ulama salaf memakruhkan tidur setelah shubuh. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan didalam “Mushannaf”nya 5/222 no. 25442 dengan sanad shahih dari Urwah bin az Zubeir bahwa dia berkata,”Zubeir dahulu melarang anaknya untuk tidur diwaktu pagi hari. Urwah berkata,’Sesungguhnya aku mendengar bahwa seeorang tidur di waktu pagi hari maka aku pun meninggalkannya.” Adapun dengan pernyataan berikut yang dinisbatkan kepada rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, 

عَن خَوَّاتِ بْنِ جُبَيْرٍ وَكَانَ بَدْرِيًّا قَالَ : نَوْمُ أَوَّلِ النَّهَارِ خُرْقٌ ، وَأَوْسَطُهُ خُلُقٌ ، وَآخِرُهُ حُمْقٌ 

Dari Khowwat ibnu jubair dan dia termasuk sahabat badar, berkata: “tidur diawal siang adalah dapat menjadikan orang yang bingung, dan tidur di tengahnya(siang) adalah dapat merusak(Cepat tua) orang, dan tidur diakhir siang adalah dapat menjadikan bodoh”. Pernyataan diatas adalah termasuk hadits dho’if, jadi tidak boleh diamalkan. Ringkasnya bahwa yang lebih utama bagi seseorang adalah mengisi waktu ini dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akheratnya. 

Dan jika dia tidur di waktu itu untuk menguatkan dirinya dalam menunaikan pekerjaannya maka hal itu tidaklah mengapa terlebih lagi jika ia adalah orang yang diwaktu-waktu siangnya sulit sekali tidur kecuali di waktu ini (ba’da shubuh). Ibnu Abi Syaibah didalam “Mushannaf”nya (5/223 No. 25454) meriwayatkan dari hadits Abi Yazid al Madini berkata,”Umar pernah mengunjungi Shuhaib di pagi hari lalu dia mendapatkanna sedang tidur dan ia pun duduk hingga Shuhaib terbangun. Shuhaib berkata,” Amirul Mukminin duduk diatas tempat duduknya sementara Shuhaib tidur diatas tempat tidurnya!” Umar pun berkata kepadanya,”Aku tidak suka agar engkau meninggalkan tidur yangmenyertaimu.” 

Ruginya Jika Tidur Ba’da Shubuh Marilah kita simak tulisan-tulisan berikut ini:  Kehilangan barakah pagi hari§ Sebagaimana terdapat dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Abu Daud dan lainnya dari hadits Sakhr bin Wada’ah al Ghamidi radliyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi hari mereka”. Ini adalah doa yang agung yang Rasulullah panjatkan agar umatnya memberi perhatian yang besar kepada waktu pagi.(hadits ini sudah disebutkan pada pembahasan sebelumnya).  Menyelisihi kebiasaan para salaf§ Sebagian ulama salaf membenci tidur setelah shalat subuh. Dari ‘Urwahin bin Zubair, beliau mengatakan, “Dulu Zubair melarang anak-anaknya untuk tidur di waktu pagi” Urwah mengatakan, “Sungguh jika aku mendengar bahwa seorang itu tidur di waktu pagi maka aku pun merasa tidak suka dengan dirinya”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no 25442 dengan sanad yang sahih]. 

Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah setelah mereka melaksanakan shalat subuh mereka duduk di masjid hingga matahari terbit. Dari Sammak bin Harb, aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, “Apakah anda sering menemani duduk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. jawaban Jabir bin Samurah, “Ya, sering. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah meninggalkan tempat beliau menunaikan shalat shubuh hingga matahari terbit. Jika matahari telah terbit maka beliau pun bangkit meninggalkan tempat tersebut. Terkadang para sahabat berbincang-bincang tentang masa jahiliah yang telah mereka lalui kemudian mereka tertawa-tawa sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum-senyum saja mendengarkan hal tersebut” (HR Muslim). 

Skakhr al Ghamidi mengatakan, “Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengirim pasukan perang adalah mengirim mereka di waktu pagi”. Shakhr al Ghamidi adalah seorang pedagang. Kebiasaan beliau jika mengirim ekspedisi dagang adalah memberangkatkannya di waktu pagi. Akhirnya beliau pun menjadi kaya dan mendapatkan harta yang banyak. Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah namun ada salah satu perawi yang tidak diketahui. Akan tetapi hadits ini memiliki penguat dari Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dll. (hadits-hadits ini juga sudah disebutkan pada pembahasan sebelumnya). 

 Membuat malas dan melemahkan badan§ Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur, beliau menyatakan bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan, : “Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan. Tidur pagi juga Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222) 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.  

Pagi adalah waktu dibaginya rizki§ Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zaadul Ma’aad, bahwasannya orang yang tidur di pagi hari akan menghalanginya dari mendapatkan rizki. Karena waktu subuh adalah waktu di mana makhluk mencari rizkinya, dan pada waktu tersebut Allah membagi rizki para makhluk. Sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

وقد ورد أن الرزق يقسم بعد صلاة الصبح ، وأن الأعمال ترفع آخر النهار ، فمن كان حينئذٍ في طاعة بورك له في رزقه وفي عمله ، ويترتب عليه حكمة الأمر بالحافظة عليهما والاهتمام بهما. (متفق عليه) أخرجه البخاري في الصلاة

 Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa ba’da sholat shubuh adalah waktu pembagian rizki, dan diangkatnya amal adalah pada akhir siang(ba’da ashar). Maka seyogyanya waktu yang istimewa tersebut kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi akhirat maupun dunia kita. 

Dan beliau(Imam Ibnul Qayyim) menukil dari Ibn ‘Abbas radliyallahu ‘anhu bahwasannya dia melihat anaknya tidur di waktu pagi maka ia berkata kepada anaknya ‘bangunlah engkau! Apakah kamu akan tidur sementara waktu pagi adalah waktu pembagian rezki? Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang shalih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barakah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah). 

TIDUR BA’DA ASHAR. Perlu diketahui, tidak terdapat hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam ataupun perkataan para sahabat yang menerangkan tentang tidur sesudah 'Ashar, baik yang berisi pujian ataupun celaan. Adapun beberapa hadits yang berbicara tentangnya sebagiannya dhaif dan sebagian lagi maudhu' (palsu). Seperti ungkapan yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, عَجَبْتُ ِلمَنْ عَامَ وَنَامَ بَعْدَ الْعَصْرِ "Aku heran dengan orang yang terbaring dan tidur sesudah 'Ashar," tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits. Tak seorangpun ulama yang menyebutkannya. Ungkapan tersebut adalah hadits palsu dan tidak memiliki sumber. Tidak boleh meyakini keabsahannya. Tidak boleh pula menisbatkannya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, karena berdusta atas nama beliau termasuk dosa besar. Terdapat hadits lain tentang celaan tidur sesudah 'Ashar yang juga tidak bisa dijadikan sandaran, padahal sudah sangat terkenal, yaitu:

 مَنْ ناَمَ بَعْدَ اْلعَصْرِ فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ  
"
Barangsiapa yang tidur setelah ‘Ashar, lalu akalnya dicuri (hilang ingatan), maka janganlah sekali-sekali ia mencela selain dirinya sendiri." Syaikh al-Albani mengomentarinya dalam Silsilah al-Ahadits al-Dhaifah (1/112): Dhaif. Dikeluarkan Ibnu Hibban dalam "Al-Dhu'afa' wa al-Majruhin" (1/283) dari jalur Khalid bin al-Qasim, dari al-Laits bin Sa'ad, dari Uqail, dari al-zuhri, dari 'Urwah, dari 'Aisyah secara marfu'. Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam "al-Maudhu'at" (3/69), beliau berkata: "Tidak shahih, Khalid adalah kadzab (pendusta). Hadits ini milik Ibnu Lahii'ah lalu diambil Khalid dan disandarkan kepada al-Laits. Imam al-Suyuthi di dalam al-La’aali (2/150) berkata, “Al-Hakim dan perawi lainnya mengatakan: Khalid hanya menyisipkan nama al-Laits dari hadits Ibnu Lahii’ah.” Kemudian al-Suyuthi menyebutkannya dari jalur Ibnu Lahii’ah. Sesekali ia berkata: Dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’. Terkadang ia berkata: Dari Ibn Syihab, dari Anas secara marfu’. Ibn Lahii’ah dinilai Dha’if karena hafalannya. Beliau juga diriwayatkan dari jalur lain: Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi dalam al-Kaamil (1/211); dan al-Sahmi di dalam Taarikh Jurjaan (53), darinya (Ibn Lahii’ah), dari ‘Uqail, dari Makhul secaa marfu’ dan mursal. Keduanya (Ibn ‘Adi dan as-Sahmi) mengeluarkannya dari jalur Marwan, ia berkata: "Aku bertanya kepada al-Laits bin Sa’ad – aku pernah melihatnya tidur setelah ‘Ashar di bulan Ramadhan-, "Wahai Abu al-Harits! Kenapa kamu tidur setelah ‘Ashar padahal Ibnu Lahii’ah telah meriwayatkan hadits seperti itu kepada kita..?" lalu ia (Marwan) membacakannya (hadits di atas). Maka al-Laits menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berguna bagiku hanya karena hadits Ibn Lahii’ah dari ‘Uqail.!” Kemudian Ibn ‘Adi meriwayatkan dari jalur Manshur bin ‘Ammar: "Ibnu Lahii’ah menceritakan kepada kami’, dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya." Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Abu Nu’aim di dalam "ath-Thibb an-Nabawi" (2/12), dari ‘Amru bin al-Hushain, dari Ibnu ‘Ilaatsah, dari al-Auza’i, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara marfu’. ‘Amr bin al-Hushain ini adalah seorang pembohong sebagaimana yang dikatakan al-Khathib dan ulama hadits lainnya. Ia perawi hadits lain tentang keutamaan ‘Adas (sejenis makanan), dan itu merupakan hadits palsu. (Selesai dari perkataan Syaikh al-albani rahimahullah) 

Hukum Tidur Habis 'Ashar Terdapat dua pendapat yang masyhur di kalangan ulama tentang tidur sesudah 'Ashar. Pertama, hukumnya makruh sebagaimana yang disebutkan oleh banyak fuqaha' dalam kitab-kitab fikih mereka. Sebagian yang lain berdalil dengan hadits dhaif di atas. Ada juga yang berdalil dengan sebagian ucapan para salaf dan kajian kesehatan. Khawat bin Jubair –dari kalangan sahabat- berkata tentang tidur di sore hari, ia tindakan bodoh. Sedangkan Makhul dari kalangan Tabi'in membenci tidur sesudah 'Ashar dan khawatir orangnya akan terkena gangguan was-was. (Lihat: Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 5/339) Ibnu Muflih dalam al-Adab al-Syar'iyyah (3/159) dan Ibnu Abi Ya'la dalam Thabaqat al-Hanbilah (1/22) menukil keterangan, Imam Ahmad bin Hambal memakruhkan bagi seseorang tidur sesudah 'Ashar, beliau khawatir akan (kesehatan) akalnya. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaad al-Ma'ad (4/219) tidur siang hari adalah buruk yang bisa menyebabkan berbagai penyakit dan bencana, menyebabkan malas, melemahkan syahwat kecuali pada siang hari di musim panas. Dan yang paling buruk, tidur di pagi hari dan di ujung hari sesudah 'Ashar. Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah melihat anaknya tidur pagi, lalu beliau berkata kepadanya: "Bangunlah, apakah kamu (senang) tidur pada saat dibagi rizki?". . . dan sebagian ulama salaf berkata: "Barangsiapa yang tidur setelah ‘Ashar, lalu akalnya dicuri (hilang ingatan), maka janganlah sekali-sekali ia mencela selain dirinya sendiri." (Lihat: Mathalib Ulin Nuha (1/62), Ghada' al-Albab (2/357), Kasysyaf al-Qana' (1/79), Al-Adaab al-Syar'iyyah milik Ibnu al-Muflih (3/159), Adab al-Dunya wa al-Dien: 355-356, Syarh Ma'ani al-Atsar (1/99). Pendapat kedua: Membolehkan tidur sesudah 'Ashar. Karena hukum asal dari tidur adalah mubah, dan tidak ada hadits shahih yang melarangnya. Padahal hukum syar'i itu diambil dari hadits-hadits shahih, bukan dari hadits-hadits lemah apalagi hadits palsu yang didustakan atas nama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan tidak pula ditetapkan dari pendapat-pendapat manusia. Syaikh Al-Albani dalam al-Silsilah al-Dhaifah no. 39, sesudah beliau menyebutkan keterangan dari al-Laits bin Sa'ad, seorang faqih dari Mesir yang sangat terkenal yang mengingkari larangan tidur habis 'Ashar yang sudah disebutkan di atas, berkata: "Saya sangat terpukau dengan jawaban al-Laits tersebut yang menunjukkan kefaqihan dan keilmuannya. Tentunya itu tidak aneh, sebab ia termasuk salah satu dari ulama tokoh kaum Muslimin dan seorang ahli fiqih yang terkenal. Dan saya tahu persis, banyak syaikh-syaikh (ulama-ulama) saat ini yang enggan untuk tidur setelah ‘Ashar sekali pun mereka membutuhkan hal itu. Jika dikatakan kepadanya bahwa hadits mengenai hal itu adalah Dha’if (lemah), pasti ia langsung menjawab, “Hadits Dha’if boleh diamalkan dalam Fadha’il al-A’maal (amalan-amalan yang memiliki keutamaan)!” Karena itu, renungkanlah perbedaan antara kefaqihan Salaf (generasi terdahulu) dan keilmuan Khalaf (generasi belakang). Selesai keterangan dari beliau." Juga terdapat dalam kitab mu’tashar minal mukhtashar musykilil atsar juz1 hal 7 bahwasanya ba’da ashar adalah waktu menyebarnya jin, ولأن بعد العصر يكون انتشار الجن “dan bahwasanya setelah ashar adalah waktu menyebarnya jin”. 

Fatwa Lajnah Daimah Dalam fatawa al-Lajnah al-daimah (26/148) disebutkan satu pertanyaan: "Aku pernah mendengar dari orang-orang yang mengharamkan tidur sesudah 'Ashar, apakah pendapat itu benar?" Lalu dijawab: "Tidur sesudah 'Ashar termasuk bagian dari kebiasaan yang dilakukan sebagian orang, dan itu tidak apa-apa. Sementara hadits-hadits yang melarang tidur sesudah 'Ashar tidak shahih." Selesai nukilan. 

Pendapat Rajih Nampaknya pendapat kedua inilah yang lebih rajih (kuat) karena hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menerangkan akan larangan itu tidak shahih. Sementara keterangan ulama salaf yang melarangnya, maka itu dibawa kepada kemakruhan (tidak disuka/tidak dianjurkan) ditinjau dari sisi kesehatan, bukan dari sisi syar'i. Yakni pada zaman dahulu masyhur di kalangan bangsa Arab dan para tabib terdahulu, tidur sesudah 'Ashar itu tidak sehat dan bisa membahayakan fisik, maka mereka memakruhkan orang-orang tidur sesudah 'Ashar supaya badannya tidak sakit, tanpa menyandarkan kepada sunnah atau tasyri'. Maka urusan ini dikembalikan kepada dokter atau ahli kesehatan, jika benar-benar itu mengandung bahaya dan keburukan maka seseorang tidak dibolehkan melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Sementara syariat, pada dasarnya tidak melarang hal itu.

TIDUR BA’DA MAGHRIB. Sebagaimana tidur ba’da shubuh dan ba’da ashar, tidur maghrib juga dinyatakan boleh karena tidak ada nash yang shohih melarangnya. Hanya saja orang yang tidur ba’da maghrib kehilangan waktu yang sangat berharga yaitu ibadah ta’qib(ibadah di masjid sambil menunggu datangnya sholat isya’). Orang yang tidur ba’da maghrib dikhawatirkan terlewatkannya waktu isya’ diawal waktu, karena sebaik-baik sholat adalah di awal waktu. Mengenai keutamaan ibadah ta’qib, hal ini terdapat dalam sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

 سنن ابن ماجة ) حدثنا أحمد بن سعيد الدارمي حدثنا النضر بن شميل حدثنا حماد عن ثابت عن أبي أيوب عن عبد الله بن عمرو قال صلينا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم المغرب فرجع من رجع وعقب من عقب فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم مسرعا قد حفزه النفس وقد حسر عن ركبتيه فقال أبشروا هذا ربكم قد فتح بابا من أبواب السماء يباهي بكم الملائكة يقول انظروا إلى عبادي قد قضوا فريضة وهم ينتظرون أخرى 

Dari Abdullah ibn Amr berkata: “kami telah sholat bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam Yaitu sholat maghrib, maka pulanglah siapa yang pulang dan berta’qiblah orang yang ta’qib, lalu datanglah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan cepat-cepat karena dorongan dari dalam hatinya seraya menjinjing pakaian sampai kelututnya, lalu bersabda, ” aku beri kabar gembira kepada kalian bahwasanya Rabb kalian sungguh telah membuka pintu dari beberapa pintu langit membanggakan kalian kepada malaikat seraya Berfirman kepada para malaikat”lihatlah kepada para hamba-Ku mereka telah mengerjakan kewajiban, dan mereka menunggu kewajiban lainnya”,”.(di Tahqiq oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani: Shohih, dalam kitab At Targhib wa Tarhib: 445).

Maka berdasarkan hadist inilah kita bisa ambil pelajaran bahwasanya waktu setelah maghrib adalah termasuk waktu yang afdhol untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

KESIMPULAN Berdasarkan keterangan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tidak ada larangan yang sampai tingkat haram dalam menetapkan hukum orang yang tidur ba’da shubuh, ba’da ashar ataupun ba’da maghrib, jadi larangan tersebut hanya sebatas makruh saja yaitu tidak disuka para ulama’ akan tetapi wlaupun hanya sebatas makruh tidak ada satupun contoh dari ulama’ yang melakukannya karena perkara tersebut perkara yang dibenci oleh para ulama’, Bahkan waktu-waktu tersebut adalah waktu yang sangat baik untuk beribadah, jadi alangkah lebih baiknya jika waktu tersebut digunakan untuk beramal sholih dan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala daripada dipakai untuk Tidur saja kecuali ada alasan tertentu(syar’i) sehingga memerlukan tidur diwaktu-waktu tersebut. Wallahu A’lam Bish Showab. Semoga Bermanfaat Oleh: Abu Syuja’ Al Ishlahy Selasa 13 – Nov – 2012 (21:45)

1 komentar:

  1. Terima kasih pak ustad atas impormasinya.semoga bermanfaat,.amin.

    BalasHapus

 

Sample text