Mutiara Hikmah

icon

icon

Selasa, 26 Juni 2012

SANG PENAKHLUK MAGHRIB DAN ANDALUSIA

Musa bin Nushair Sang Penakluk Maghrib dan Andalusia Ikhwati fillah, dalam tulisan ini saya mengajak Anda untuk menyimak biografi singkat Al Imam Al Kabir, Musa bin Nushair Sang Penakluk Andalusia. Pernahkah Anda mendengar tentangnya? Jika belum, marilah kita simak biografi singkatnya sebagai berikut. Dialah Musa bin Nushair yang lahir tahun 19 H.Seorang panglima yang disegani, ahli siasat dan lelaki yang bertekad bulat. Beliaulah yang memimpin armada laut kaum muslimin di zaman Mu’awiyah tahun 27 H untuk menaklukkan Cyprus, dan setelah berhasil menguasainya, beliau membangun berbagai benteng pertahanan di dalamnya. Al-Baghawi menceritakan bahwa Musa menjabat sebagai wali (gubernur) wilayah Afrika pada tahun 79 H, dan berhasil menaklukkan kota-kota dan daerah yang sangat banyak di sana. Beliau juga lah yang berhasil menaklukkan negeri Andalusia, sebuah negeri di wilayah Spanyol yang memiliki banyak kota, desa dan perkebunan. Seiring dengan masuknya Andalusia ke pangkuan Islam, beliau menawan sejumlah besar musuh dan mendapat ghanimah yang tak terhitung banyaknya, dari emas dan permata yang tak ternilai. Adapun alat-alat, perkakas dan hewan ternak,sungguh di luar logika… demikian pula dengan anak-anak dan wanita cantik yang jatuh sebagai tawanan, demikian banyak jumlahnya. Belum pernah sejarah mencatat kaum muslimin mendapat tawanan yang demikian banyaknya. Selain penakluk, Musa juga seorang da’i ulung.Berkat jasanyalah penduduk Maghrib (Afrika Utara) masuk Islam. Beliau juga mengajari mereka tentang Al Qur’an. Konon tiap kali pasukannya bergerak, mereka membawa ghanimah di atas punggung sapi, saking banyaknya dan tidak mampu lagi diangkat oleh kendaraan. Selama penaklukannya, Musa tergolong panglima yang bernasib baik. Konon dikisahkan bahwa tatkala menaklukkan Andalusia, ada seseorang yang berkata kepadanya: “Utuslah sejumlah pasukan bersamaku, niscaya akan kutunjukkan kepadamu harta karun yang agung”. Maka Musa mengutus sejumlah pasukan bersama orang tersebut ke suatu tempat. Sesampainya di sana, orang itu memerintahkan mereka agar menggali, maka mereka pun menggali hingga menemukan sebuah ruangan besar yang berisi permata, yakut, zabarjud yang membuat mereka terbelalak. Adapun emas maka tak bisa lagi diceritakan banyaknya. Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa ketika Musa berkunjung ke Damaskus, Umar bin Abdul Aziz bertanya kepadanya tentang kejadian paling ajaib yang pernah dialaminya selama berperang di lautan. Maka Musa mengisahkan sebagai berikut: “Suatu ketika, kami sampai di sebuah pulau. Di sana kami mendapati ada 16 buah kendi yang disegel dan dicap oleh Sulaiman bin Dawud ‘alaihissalam. Maka kuperintahkan agar mengambil empat daripadanya dan melubangi salah satunya. Maka muncullah sosok syaithan yang menepuk-nepuk kepalanya seraya berkata: “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku takkan berbuat kerusakan lagi di muka bumi”, kemudian syaithan tadi melihat-lihat dan berkata: “Mengapa aku tidak mendapati kemegahan Sulaiman dan kerajaannya?” lalu sesaat kemudian menghilang. Maka kuperintahkan agar ketiga kendi sisanya dikembalikan ke tempat semula” lanjut Musa. Selain seorang panglima hebat, Musa bin Nushair juga seorang yang shalih dan penuh tawakkal kepada Allah. Ketika Afrika mengalami paceklik, beliau memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan shalat istisqa’, yaitu pada tahun 93 H. Usai shalat, beliau keluar menemui orang-orang dan memisahkan antara yang muslim dan yang kafir dzimmi, demikian pula antara induk binatang dengan anaknya, lalu memerintahkan agar orang-orang meratap dan menangis keras, sembari ia terus berdoa kepada Allah hingga menjelang siang, baru kemudian turun dari mimbar, maka seseorang pun berkata: “Tidakkah engkau berdoa untuk Amirul Mukminin?”, maka jawab Musa: “Di tempat seperti ini, yang layak disebut hanyalah Allah ‘azzawajalla” maka Allah pun menurunkan hujan usai Musa mengucapkan kata-kata tersebut. Di akhir pemerintahan Al Walid bin Abdil Malik,Musa berkunjung ke Damaskus, ibukota Daulah Bani Umayyah. Ia masuk ke sana pada hari Jum’at tatkala Walid sedang berkhutbah di atas mimbar. Saat itu Musa mengenakan pakaian yang indah dan tampil dengan sosok yang indah pula. Tatkala ia masuk mesjid, masuk pula bersamanya tiga puluh anak, putera para Raja yang berhasil ditawannya, beserta sejumlah orang Spanyol. Musa memakaikan mahkota di atas kepala mereka, yang diiringi dengan sejumlah dayang, khadam dan persiapan yang megah. Ketika Walid menyaksikan hal tersebut di tengah-tengah khutbahnya, ia pun diam tercengang, yaitu saat melihat pakaian sutera dan perhiasan permata yang dikenakan para putera Raja tersebut. Lalu datanglah Musa bin Nushair seraya mengucap salam kepada Walid,sedang ia tetap di atas mimbarnya. Lalu Musa memerintahkan mereka agar berdiri di kanan-kiri mimbar. Maka Walid pun menghaturkan puji syukur kepada Allah atas karunia dan pertolongan-Nya hingga memberinya kekuasaannya yang sedemikian luas. Ia berdoa dengan panjang diselangi puji syukur hingga waktu jum’at pun berlalu. Maka ia turun dari mimbar dan shalat bersama kaum muslimin. Usai shalat, ia memanggil Musa bin Nushair dan memberinya penghargaan besar dan harta yang melimpah, demikian pula Musa, ia datang dengan membawa harta yang melimpah pula, yang diantaranya ialah meja makan Nabi Sulaiman bin Dawud ‘alaihissalam. Konon di atas meja itulah Nabi Sulaiman makan. Ia terbuat dari campuran emas dan perak yang bertatahkan tiga lapis mutiara dan permata, sesuatu yang tak pernah dilihat sebelumnya. Musa mendapatkan meja tersebut di kota Toledo, sebuah kota tua di Andalusia Spanyol. Konon dikisahkan bahwa Musa pernah mengutus anaknya yang bernama Marwan dengan sejumlah pasukan hingga mereka berhasil menawan seratus ribu orang, lalu mengutus keponakannya dengan sejumlah pasukan lain dan berhasil menawan seratus ribu orang lagi dari suku Bar Bar. Maka ketika ia menulis surat laporannya kepada Khalifah Walid dan menyebutkan di sana bahwa seperlima dari ghanimahnya ialah 40 ribu orang tawanan, orang-orang berkomentar: “Bodoh sekali dia, bagaimana mungkin seperlimanya adalah 40 ribu orang?” lalu omongan itupun sampai kepada Musa, maka ia mengirimkan 40 ribu orang tawanan yang merupakan seperlima dari seluruh tawanannya. Sungguh, belum pernah terdengar dalam sejarah Islam jumlah tawanan sebesar yang didapat Musa bin Nushair. Selama penaklukan Andalusia, Musa banyak menyaksikan keajaiban. Ia mengatakan: “Andai saja orang-orang menurut kepadaku, niscaya akan kupimpin mereka untuk menaklukan kota Rumiya -yaitu kota terbesar di Eropa-hingga Allah menaklukkannya lewat tanganku insya Allah. Dalam kunjungan lainnya kepada Khalifah Walid, Musa membawa bersamanya tiga puluh ribu orang tawanan, selain yang kita sebutkan tadi. Dan itu adalah ghanimah dari peperangan terakhirnya di wilayah Maghrib. Saat itu ia datang membawa harta, pusaka, mutiara dan permata yang tak terhingga dan tak terlukiskan. Semenjak itu, Musa tetap tinggal di Damaskus hingga Walid wafat dan digantikan oleh Sulaiman bin Abdul Malik. Akan tetapi Sulaiman justeru mengkritik Musa dan memenjarakannya di Istana, sembari menuntut sejumlah besar harta darinya. Musa tetap berada dalam tahanan Sulaiman hingga Sulaiman berangkat haji dengan orang-orang di tahun 98 H dan membawa Musa bersamanya. Maka Musa akhirnya wafat di Madinah, atau di Wadil Qura dalam usia mendekati 80 tahun. Ada pula yang mengatakan bahwa ia wafat di tahun berikutnya, wallaahu a’lam. Semoga Allah merahmati dan memaafkannya dengan kasih sayang-Nya,Aamien. Demikianlah ikhwati fillah, sekelumit tentang biografi Musa bin Nushair, Sang Penakluk Agung… semoga Allah memunculkan kembali orang-orang sepertinya dari generasi kita, dan mengembalikan kejayaan kaum muslimin di tangan mereka, Allahumma Aamien… Diringkas Dari: Al-Bidayah wan Nihayah (9/194-197) – Ibnu Katsir Rahimahullah Penulis: Abu Hudzaifah Al-Atsary As-Salafy, Lc.

Minggu, 03 Juni 2012

KISAH DI ZAMAN KHOLIFAH UMAR IBN KHOTTHOB

Kita simak kisahnya. Suatu hari Umar bin al Khattab menanyai seseorang tentang namanya maka dia menjawab, “Namaku Jamroh (yang maknanya adalah bara api)”. “Siapa nama bapakmu?” lanjut Umar. “Syihab (cahaya api”, jawab orang tersebut. “Di mana rumahmu?”, tanya Umar. Jawaban orang tersebut, “Di daerah yang bernama Harrah an Nar (panasnya api)”. “Tepatnya di daerah mana?”, sambung Umar. “Suatu tempat namanya Dzat Lazha (yang memiliki nyala api”, kata orang tersebut. Pada akhirnya Umar berkata, “Pulanglah sungguh rumah telah terbakar”. Orang itu langsung pulang dan dijumpai rumahnya terbakar sebagaimana yang dikatakan oleh Umar. (Mukhtashar Zadul Maad, karya Syaikh Muhammad bin Sulaiman tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun Hal. 111, terbitan Maktabah Darul Bayan Damaskus cet pertama 1413). Basyir Muhammad ‘Uyun mengatakan, “Diriwayatkan dalam Al Muwatha’, 2:973 dari Yahya bin Said dari ‘Amr dan ada yang putus dalam sanadnya. Sanad yang bersambung diriwayatkan oleh Abul Qasim bin Bayaran dalam kitab Al Fawaid melalui jalur Musa bin ‘Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar”.

Jumat, 01 Juni 2012

Sebuah Kisah Pemuda Sholih(Putra Raja dan Cincin Permata)

Kisah putra raja dan cincin permata Mengabarkan kepadaku Muhammad bin Al Husain aku mendengar Abu Bakar bin Abi Thayyib berkata, telah sampai kepadaku dari Abdullah bin Faraj (beliau seorang ahli ibadah) yang berkata : Aku membutuhkan seorang kuli yang akan bekerja untukku, maka aku pergi ke pasar melihat-lihat kuli. Tiba-tiba dibagian akhir aku melihat seorang remaja berkulit kuning langsat tangannya membawa bungkusan besar. Dia lewat dengan mengenakan jubah serta kain dari bulu domba kasar. Aku berkata padanya, “Kamu mau kerja juga ?”. Dia menjawab, “Iya”. Aku katakan, “Berapa upah yang kamu minta ?”. Dia menjawab, “Satu dirham dan satu daniq (Total tujuh daniq)”. Aku katakana, “Berdirilah, dan bekerja padaku”. Dia berkata, “Dengan satu syarat”. Aku katakana, “Apa itu ?”. Dia menjawab, “Jika telah datang waktu dzuhur aku akan keluar wudhu shalat kemudian kembali bekerja, dan jika datang waktu asar demikian pula”. Aku katakan, “Ya”. Kemudian ia mengikuti aku sampai rumah dan aku perintahkan untuk mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain. Ia pun mengencangkan tali pinggang dan bekerja serta tidak berbicara sepatah katapun sampai tiba waktu dzuhur dan berkata kepadaku, “Wahai Abdullah muadzin telah mengumandangkan adzan dzuhur”. Aku menjawab, “Terserah engkau saja”. Kemudian dia keluar shalat dan kembali bekerja dengan giat sampai ketika telah tiba waktu asar, ia berkata lagi kepadaku, “Wahai Abdullah muadzin telah mengumandangkan adzan asar”. Aku menjawab, “terserah engkau saja”. Kemudian ia keluar shalat asar dan kembali bekerja sampai senja hari. Akupun memberikan upahnya dan ia bergegas pulang. Sampai setelah beberapa hari setelahnya aku membutuhkan kuli kembali, maka istriku berkata kepadaku, “Suruh saja kuli muda yang kemarin itu, karena ia bekerja dengan sangat bagus !”. Akupun mendatangi pasar akan tetapi aku tidak melihat remaja itu. Lantas aku bertanya pada orang-orang dan mereka menjawab, “Kamu bertanya tentang remaja kuning langsat yang tidak muncul kecuali pada hari sabtu saja dan ia senantiasa duduk sendirian di bagian belakang”. Akupun pulang dan kembali ke pasar pada hari sabtu, aku mendapatinya dan bertanya kepadanya, “Kamu mau bekerja lagi ?”. Dia menjawab, “Kamu telah mengetahui upah serta syarat yang aku ajukan”. Aku berkata, “Aku memohon petunjuk Allah”. Ia pun bangkit dan bekerja dengan baik sebagaimana waktu yang lalu. Ketika ia telah selesai dari pekerjaannya, aku memberikan upah dan menambahinya, akan tetapi ia tidak mau menerima tambahan upah tersebut. Aku pun membujuknya agar mau menerimanya. Akan tetapi ia justru marah dan meninggalkanku sendirian. Aku merasa sedih karenanya dan berusaha menyusulnya. Aku berhasil menyusulnya dan membujuknya, akhirny ia mau mengambil upahnya saja dengan tanpa tambahan. Setelah berlalu beberapa waktu lamanya, aku membutuhkan kuli lagi, maka aku menunggu sampai tiba hari sabtu, akan tetapi aku tidak mendapati remaja tadi di pasar. Aku lantas bertanya pada orang-orang tentang keadaannya. Dikatakan kepadaku bahwa remaja itu sakit. Ada seseorang yang memberikan kabar mengenai keadaan remaja tadi bahwa ia bekerja dari hari sabtu ke hari sabtu yang lain, dan ia makan setiap harinya dengan satu daniq dan ia sekarang sakit (maknanya ia hanya bekerja satu hari saja dan mendapatkan tujuh daniq, setiap harinya ia gunakan satu daniq untuk makan, sisa hari yang lain/6 hari ia gunakan untuk belajar agama). Akupun bertanya tentang lokasi rumahnya dan mendatanginya, rupanya ia tinggal dirumah seorang nenek tua. Aku bertanya pada nenek tadi, “Apakah disini tinggal seorang remaja yang bekerja sebagai kuli ?”. Nenek tua tadi menjawab, “Ia sakit sejak beberapa hari yang lalu”. Aku kemudian masuk menemuinya, ia benar-benar sakit dan dibawah kepalanya terdapat batu bata sebagai bantal. Aku mengucapkan salam padanya dan berkata, “Apakah engkau membutuhkan bantuan ?”. Ia menjawab, “Iya, jika tidak merepotkanmu”. Aku berkata, “Tidak merepotkan insya’Allah”. Ia berkata, “Apabila aku mati nanti maka juallah ini, dan cucilah jubahku serta kain bulu kambing ini kemudian kafanilah aku dengannya !. Bukalah saku jubahku karena di dalamnya ada sebuah cincin, ambillah cincin itu kemudian perhatikanlah kapan Harun Ar Rasyid lewat disuatu jalan, dan berdirilah di lokasi yang memungkinkan bagi dia untuk melihatmu. Panggilah ia dan perlihatkan cincin itu maka ia akan memanggilmu. Setelah itu serahkanlah cincin itu kepadanya ! dan jangan kamu melakukan semua ini kecuali setelah aku mati”. Aku menjawab, “Ya”. Setelah ia meninggal dunia aku melaksanakan apa yang ia perintahkan, dan aku memperhatikan hari dimana Harun Ar Rasyid lewat disuatu jalan. Aku pun duduk dipinggir jalan, ketika ia lewat aku memanggilnya, “Wahai amirul mukminin aku memiliki titipan untuk engkau”, sambil aku memperlihatkan cincin permata. Ia pun memerintahkan untuk membawaku bersamanya, ketika ia memasuki rumahnya ia menyuruh orang yang bersamanya agar keluar lantas bertanya kepadaku, “Siapa engkau ini ?”. Aku menjawab, “Abdullah bin Al Faraj”. Ia bertanya lagi, “Cincin ini dari mana engkau mendapatkannya ?”. Kemudian aku menceritakan kisah remaja yang aku temui. Tiba-tiba ia berlinangan air mata dan menangis terisak-isak sampai aku merasa iba kepadanya. Setelah ia agak tenang aku bertanya kepadanya, “Wahai amirul mukminin, siapakah remaja itu sebenarnya ?”. Ia menjawab, “Ia adalah anakku”. Aku bertanya kembali, “Bagaimana hal ini bisa terjadi ?”. Ia menjawab, “Ia dilahirkan sebelum aku menjabat sebagai khalifah, dan ia tumbuh menjadi anak yang shalih, ia menghafal al qur’an dan mempelajari ilmu syar’i. Ketika aku diangkat menjadi khalifah ia meninggalkan aku dan tidak mau menikmati harta dunia yang aku miliki sedikitpun juga. Maka aku menyerahkan cincin ini kepada ibunya, ia adalah permata yang sangat mahal harganya. Aku berkata kepada ibunya, serahkan cincin ini kepada anak kita dan mintalah agar ia membawanya agar ia bisa memanfaatkannya suatu hari kelak, Ia adalah seorang anak yang sangat berbakti kepada ibunya. Semenjak ibunya meninggal aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya kecuali kabar yang telah engkau sampaikan kepadaku”. Kemudian Harun Ar Rasyid berkta lagi kepadaku, “Malam ini keluarlah bersamaku menuju kuburan anakku”. Ketika malam telah tiba ia keluar bersamaku menuju kuburan anaknya, manakala kami sampai dikuburan anaknya ia duduk disamping kuburan dan menangis terisak-isak, sampai ketika fajar telah terbit kami bangun dan kembali lagi. Harun Ar Rasyid berkata kembali, “Berjanjilah kepadaku untuk senantiasa menemaniku setiap malam untuk berziarah ke kuburan anakku !”. Aku pun berjanji untuk senantiasa menemaninya berziarah setiap malam. Berkata Abdullah bin Al Faraj, “Aku sungguh tidak mengetahui bahwa remaja itu anak khalifah sampai Harun Ar Rasyid memberitahuku”. Berkata Abu Bakar Muhammad bin Al Husain, “Dan sungguh telah mengabarkan kepadaku Abu Abdillah bin Mikhlad Al Athar tentang berita Abdullah bin Al Faraj di dalamnya disebutkan riwayat ini dan disebutkan pula bahwa Harun Ar Rasyid kemudian menawarkan harta yang sangat banyak kepadanya akan tetapi ia menolaknya. Abu Bakar juga mengatakan bahwa ketika Abdullah bin Al Faraj meninggal dunia istrinya tidak memberitahukan kematiannya kepada saudara-saudaranya Abdullah yang duduk-duduk di depan pintu menunggu untuk diijinkan masuk rumah. Kemudian ia memandikannya dan mengkafaninya dengan kain kisa’ miliknya lalu menuju pintu dan menutup dirinya lalu mengatakan kepada saudara-saudara Abdullah, “Abdullah telah mati dan aku telah selesai dari menyipkan jenazahnya”. Saudara-saudaranya lantas masuk dan membawa jenazahnya menuju kuburan dan istrinya menutup pintu dari belakang mereka. (Saudara-saudara Abdullah tidak bisa melihat istri Abdullah). Di alihbahasakan secara bebas dari Ghuroba’ minal Mukminin : 41 Oleh Al Imam Al Aajurry rahimahullahu ta’ala, Maktabah Syamilah).
 

Sample text