AL-WALA' WAL BARA'
MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH
Salah satu dari prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah cinta
karena Allah dan benci karena Allah, yaitu mencintai dan memberikan wala'
(loyalitas) kepada kaum Mukminin, membenci kaum musyrikin dan orang-orang kafir
serta berpaling (bara') dari mereka.[1]
Al-Wala' dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, antara lain; mencintai,
menolong, mengikuti dan mendekat kepada sesuatu. Selanjutnya, kata al-muwaalaah
(لْمُوَالاَةُ) adalah lawan kata dari al-mu'aadaah(الْمُعَادَاةُ) atau al-‘adawaah(الْعَدَوَاةُ) yang
berarti permusuhan. Dan kata al-wali (الْوَلِى) adalah lawan kata dari al-‘aduww (الْعَدُوُّ)
yang berarti musuh.[2]
Kata ini juga digunakan untuk makna memantau, mengikuti, dan berpaling. Jadi,
ia merupakan kata yang mengandung dua arti yang saling berlawanan.
Dalam terminologi syari'at Islam, al-Wala' berarti penyesuaian diri seorang
hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa perkataan,
perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya. Jadi ciri utama wali Allah
adalah mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah,
ia condong dan melakukan semua itu dengan penuh komitmen. Dan mencintai orang yang
dicintai Allah, seperti seorang mukmin, serta membenci orang yang dibenci
Allah, seperti orang kafir.[3]
Sedangkan kata al-bara' dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, antara
lain menjauhi, membersihkan diri, melepaskan diri dan memusuhi. Kata bari-a (بَرِيءَ)
berarti Bebas,[4]
atau membebaskan diri dengan melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
بَرَاءَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِه.....
“(Inilah
pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya.... ” [At-Taubah: 1]
Maksudnya, membebaskan diri, menjauh, menganggap selesai dengan peringatan terhadapnya.[5]
Maka, Kesimpulan makna al-wala' adalah apa yang dicintai Allah, sedangkan Kesimpulan makna al-bara' adalah apa yang dibenci Allah.
A. Definisi ‘Aqidah al-Wala' dan al-Bara'
Dari penjelasan diatas: ‘aqidah al-wala' wal-bara' dapat didefinisikan
sebagai penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai
Allah serta apa yang dibenci dan dimurkai Allah, dalam hal perkataan,
perbuatan, dan kepercayaan. Dari sini kemudian kaitan-kaitan al-wala' wal bara'
dibagi menjadi empat:
1. Perkataan
Do'a dan dzikir yang sesuai dengan Sunnah adalah dicintai Allah, sedangkan
mencela dan memaki dibenci Allah Azza wa Jalla.
2. Perbuatan
Shalat, puasa, zakat, sedekah dan berbuat kebajikan, mengerjakan
Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dicintai Allah sedangkan tidak
shalat, tidak puasa, bakhil, riba, zina, minum khamr, dan berbuat bid'ah
dibenci Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Kepercayaan
Iman dan tauhid dicintai Allah, sedangkan kufur dan syirik dibenci Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
4. Orang
Orang yang Muwahhid (mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala) dicintai Allah sedangkan orang kafir, musyrik, dan munafiq
dibenci Allah Azza wa Jalla.
B. Kedudukan ‘Aqidah al-Wala' wal Bara' dalam Syari'at
Islam
‘Aqidah al-wala' wal bara' memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
keseluruhan muatan syari'at Islam. Berikut penjelasannya:
Pertama:
Al-Wala' wal bara' merupakan bagian penting dari makna syahadat. Maka, ungkapan لاَ إِلَهَ (tiada ilah) dalam syahadat: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah) berarti melepaskan diri dari semua sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Al-Wala' wal bara' merupakan bagian penting dari makna syahadat. Maka, ungkapan لاَ إِلَهَ (tiada ilah) dalam syahadat: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah) berarti melepaskan diri dari semua sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ
وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh Kami
telah mengutus kepada tiap-tiap ummat seorang Rasul (yang menyerukan):
‘Beribadahlah hanya kepada Allah dan jauhkanlah thaghut. . . '” [An-Nahl: 36]
Thaghut adalah meliputi
syaithan, patung, orang mati dan semua yang disembah ataupun yang dimintai
pertolongan selain Allah Azza wa Jalla.[6]
Kedua:
Al-Wala' wal bara' merupakan bagian dari ikatan iman yang paling kuat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Al-Wala' wal bara' merupakan bagian dari ikatan iman yang paling kuat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى
اْلإِيْمَانِ: الْمُوَالاَةُ فِي اللهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللهِ، وَالْحُبُّ
فِي اللهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللهِ
“Ikatan iman yang
paling kuat adalah loyalitas yang kuat karena Allah dan permusuhan karena
Allah, mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. ”[7]
Ketiga:
Al-Wala' wal bara' merupakan faktor utama yang menyebabkan hati dapat merasakan manisnya iman.
Al-Wala' wal bara' merupakan faktor utama yang menyebabkan hati dapat merasakan manisnya iman.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
. . . وَ أَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ. . .
“. . . Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya
mencintainya karena Allah. . . ”[8]
Keempat:
Pahala yang sangat besar bagi orang yang mencintai karena Allah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Pahala yang sangat besar bagi orang yang mencintai karena Allah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ:. .
وَرَجُلاَنِ تَحَاباَّ فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقاَ عَلَيْهِ. . .
“Ada 7 golongan yang
akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya,. . . dan 2 orang yang saling mencintai karena Allah,
keduanya berkumpul maupun berpisah juga karena-Nya. . . ”[9]
C. Hukum ‘Aqidah al-Wala' wal Bara'
Hukum al-wala' wal bara' dalam syari'at Islam adalah wajib, bahkan
merupakan salah satu konsekuensi syahadat.
Mengenai hukum wajibnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
لَّا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِن دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي
شَيْءٍ إِلَّا أَن تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
“Janganlah
orang-orang mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah
ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang
ditidakuti dari mereka. . . ” [Ali ‘Imran: 28]
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ
أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai
pemimpin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang
lainnya. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. ” [Al-Maa-idah: 51]
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
لَّا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan
mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, saling berkasih
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang (yang menentang Allah dan Rasul-Nya) itu adalah bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. . . ” [Al-Mujaadilah:
22]
1. Terhadap Orang Kafir
a.
Menyerupai
mereka dalam tata cara berpakaian, berbicara dan sebagainya.
Karena menyerupai mereka dalam berpakaian, berbicara dan lain
sebagainya menunjukkan suatu kecintaan terhadap mereka yang diserupainya. Oleh
karena itu Rasulullah r
bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum
maka ia adalah sebagian dari mereka.”[11]
Oleh
karena itu diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri
khusus mereka, yang berupa tradisi atau adat kebiasaan, ibadah, simbol dan
akhlak mereka seperti mencukur jenggot, mamanjangkan kumis, berbicara dengan
bahasa mereka kecuali ada kebutuhan yang mendesak, demikian pula dengan mode
mereka dalam berpakaian, makan, minum, dan sebagainya.
b.
Menetap di
negeri orang kafir dan tidak mau berpindah (hijrah) dari negeri tersebut ke
negeri kaum muslimin dengan maksud menyelamatkan agamanya.
Hijrah dalam pengertian semacam ini dan dengan tujuan seperti ini
hukumnya wajib. Menetapnya seseorang di negeri kafir menunjukkan kecintaan
orang tersebut terhadap orang kafir. Dari sinilah Allah mengharamkan orang
muslim untuk tinggal di antara orang kafir bila dia mampu untuk hijrah. Allah I
berfirman :
] إن الذين توفاهم الملائكة ظالمي أنفسهم قالوا فيم
كنتم قالوا كنا مستضعفين في الأرض قالوا ألم
تكن أرض الله واسعة فتهاجروا فيها فأولئك مأواهم
جهنم وساءت مصيرا إلا المستضعفين من الرجال والنساء والولدان لا يستطيعون حيلة ولا
يهتدون سبيلا فأولئك عسى الله أن يعفو عنهم وكان الله غفورا رحيما [
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan
malaikat dalam keadaan menganiaya dirinya sendiri (kepada mereka) Malaikat
bertanya: ‘Dalam keadaan
bagaimana kamu ini? Mereka menjawab : adalah kami orang-orang yang tertindas di
negeri (Makkah). Para malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas,
sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ orang-orang itu tempatnya adalah
neraka jahannam, dan jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali
mereka yang tertindas baik laki-laki, wanita, dan anak-anak yang tidak mampu
berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu
mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun.” (An-Nisa’ : 97-98).
Maka
Allah I
tidak menerima alasan menetap di negeri kafir kecuali orang-orang lemah yang
tidak mampu untuk hijrah, demikian pula orang yang tetap tinggal di negeri kafir
yang mempunyai kemaslahatan dalam agama seperti dakwah ke jalan Allah dan
menyebarkan Islam ke negeri mereka.
c.
bepergian ke
negeri mereka dengan maksud wisata dan refreshing (menyegarkan jiwa).
Hal yang demikian haram
hukumnya kecuali untuk hal yang sangat diperlukan, seperti berobat, berdagang,
studi tentang sesuatu yang bermanfaat yang tidak bisa tercapai kecuali dengan
mengadakan perjalanan ke negeri mereka, maka hal itu diperbolehkan sesuai
dengan kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ia wajib
kembali ke negeri kaum muslimin.
Dan disyari’atkan pula untuk
dibolehkannya mengadakan perjalanan semacam ini, ia mampu menampakkan agamanya,
bangga dengan keislamannya, menjauhi tempat-tempat kejahatan, waspada terhadap
penyelinapan musuh-musuhnya dan tipu daya mereka.
Dan
diperbolehkan juga untuk bepergian atau wajib pergi ke negeri mereka apabila
dimaksudkan untuk berdakwah ke jalan Allah dan menyebarkan Islam.
d.
Membantu kaum
kafir dan menolong mereka dalam usaha melawan kaum muslimin, mengirim bantuan
dan melindungi mereka.
Ini termasuk hal yang membatalkan keislaman dan yang menyebabkan
seseorang menjadi murtad. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.
e.
Meminta bantuan
kepada kaum kafir, mempercayakan urusan kepada mereka, memberikan kekuasaan
kepada mereka agar menduduki jabatan yang di dalamnya ada banyak perkara yang
menyangkut urusan kaum muslimin, serta menjadikan mereka sebagi kawan terdekat
dan teman dalam bermusyawarah.
Allah I
berfirman :
]يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ
خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا
تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ
تَعْقِلُونَ[ (118) سورة آل عمران
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalangan kamu
(karena) mereka tidak henti-hentinya (manimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka
menyukai apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan
apa yang disembunyaikan oleh hati mereka lebih besar lagi, sungguh telah kami
terangkan kepadamu ayat-ayat kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu
menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada
kitab-kitab semuanya, apabila mereka menjumpai kamu mereka berkata: ‘Kami
beriman’. Dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari lantaran
marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah kepada mereka : matilah kamu
karena kemarahanmu itu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika
kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tapi jika kamu mendapat
bencana mereka bergembira karenanya.” (Ali Imran :118-120).
Ayat-ayat
yang mulia ini mengungkapkan hakekat kaum kafir dan apa yang mereka sembunyikan
dari kaum muslimin yang berupa kebencian dan siasat untuk malawan kaum muslimin
seperti tipu daya dan pengkhianatan. Dan ayat ini juga mengungkapkan tentang
kesenangan mereka bila kaum muslimin mendapat musibah. Dengan berbagai cara
mereka mengganggu ummat islam. Bahkan kaum kuffar tersebut memanfaatkan
kepercayaan ummat Islam kepada mereka dan menyusun rencana untuk
mendiskreditkan dan membahayakan ummat Islam.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari
Abu Musa Al-Asy’ari, semoga Allah meridhainya, dia berkata kepada Umar t : “Saya
memiliki sekretaris yang beragama nasrani.” Umar berkata : “Mengapa kamu
berbuat demikian? Celaka engkau. Tidakkah engkau mendengar Allah I
brfirman :
]
يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء
بعض [
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimin-pemimpinmu, sebagian
mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.” (Al-Maidah : 51).
Kenapa
engkau tidak ambil seorang muslim sebagai sekretarismu?” Abu Musa menjawab :
“Wahai Amirul mukminin, saya butuhkan tulisannya dan urusan agama terserah
dia”. Umar berkata : “Saya tidak akan memuliakan mereka karena Allah telah menghinakan
mereka, saya tidak akan mengangkat derajat mereka karena Allah telah
merendahkan mereka dan saya tidak akan mendekatkan mereka kerena Allah telah
menjauhkan mereka.”
Imam
Ahmad dan Muslim meriwayatkan, bahwasanya Nabi r keluar menuju Badar. Tiba-tiba seorang dari
kaum musyrikin menguntitnya dan berhasil menyusul beliau ketika sampai di
Herat, lalu dia berkata : “Sesungguhnya aku ingin mengikuti kamu dan aku rela
berkorban untuk kamu.” Nabi r bersabda : “Berimankah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya?” dia berkata : “Tidak!”
Beliau bersabda : “Kembalilah, karena saya tidak akan meminta
pertolongan kepada orang musyrik.”
Dari nash-nash tersebut di atas
jelaslah bagi kita tentang haramnya mengangkat kaum kafir untuk menduduki
jabatan pekerjaan kaum muslimin yang mereka nanti akan mengokohkan kedudukannya
dengan sarana yang ada padanya untuk mengetahui keadaan kaum muslimin dan
membuka rahasia-rahasia mereka atau menipu menjerumuskan ummat Islam ke dalam
kerugian dan kebinasaan. Namun sayang hal ini banyak terjadi pula di negeri
kaum muslimin, negeri Haromain Syarifain (Arab Saudi) yang mejadikan kaum
kuffar sebagai pekerja-pekerja, sopir-sopir, pelayan-pelayan, guru-guru di
rumah-rumah yang bergaul bersama keluarga muslim atau membaur dengan kaum
muslimin di negerinya.
f.
Selalu
menggunakan kalender mereka, khususnya kalender yang mencantumkan waktu upacara
keagamaan dan hari raya mereka, seperti kalender masehi.
Kalender mesehi ini merupakan peringatan kelahiran Al-masih u,
kalender itu mereka karang sendiri, tidak atas perintah Al-Masih (Nabi Isa u). Karena
itu menggunakan kalender ini berarti ikut berpartisipasi dalam menghidupkan
syi’ar dan hari raya mereka. Hendaknya kita menghindari masalah ini, karena sahabat
rodhiallohu ‘anhum. pun berpaling dari kalender orang-orang kafir, dan
mereka membikin kalender sendiri yang dimulai dengan peristiwa hijrahnya Nabi r
pada masa khalifah Umar t.
Hal tersebut menunjukkan wajibnya menyelisihi kaum kuffar dalam masalah ini dan
dalam ciri-ciri khas mereka. Semoga Allah menolong kita.
g.
Ikut
berpartisipasi dalam hari raya mereka atau membantu mereka dalam
menyelenggarakannya atau memberikan penghormatan terhadap mereka dengan
memberikan ucapan selamat sesuai dengan hari raya mereka, atau ikut hadir pada
saat merayakannya.
Dalam tafsir firman Allah :
]
والذين لا يشهدون الزور [
“Mereka tidak menyaksikan az-zuur (persaksian
palsu).” (Al-furqan : 72).
Disebutkan
“Dan diantara sifat-sifat hamba Ar-Rahman, adalah mereka tidak menghadiri
acara-acara hari raya yang didakan oleh kaum kuffar.”[12]
h.
memuji dan
membanggakan keadaan mereka seperti kagum terhadap peradaban, akhlak dan
kemajuan teknologi mereka tanpa memperhatikan akidah mereka yang keliru dan
agama mereka yang rusak.
Allah I
berfirman :
] ولا تمدن عينيك إلى ما متعنا به أزواجا منهم زهرة الحياة الدنيا
لنفتنهم فيه ورزق ربك خير وأبقى [
“Dan janganlah kamu
tunjukkan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan
dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami coba mereka dengannya, dan
karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Toha : 131).
Yang
demikian itu bukan berarti orang Islam tidak boleh mencari tahu tentang
sebab-sebab kekuatan mereka, seperti kemajuan teknologi, teknik militer dan
keberhasilan ekonomi mereka, akan tetapi yang demikian itu justru harus
dituntut.
Allah I
berfirman :
]
وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة [
“Bersiaplah untuk menghadapi mereka dengan
kekuatan apa yang kamu sanggupi.” (Al-Anfal :7).
Pada
dasarnya beberapa hal yang berfaedah dan rahasia-rahasia alam semesta yang ada
adalah untuk kaum muslimin. Allah I
berfirman :
]
قل من حرم زينة الله التي أخرج لعباده والطيبات من الرزق قل هي للذين
آمنوا في الحياة الدنيا خالصة يوم القيامة [
“Katakanlah : ‘Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk hamba-hambanya dan juga
rizki yang baik? Katakanlah : ‘Semua itu disediakan bagi orang-orang yang
beriman di dunia, khusus untuk mereka saja di hari kiamat’.” (Al-A’raf : 32).
Firman Allah I :
] وسخر لكم ما في السماوات والأرض جميعا منه إن في
ذلك لآيات لقوم يتفكرون [
“Dan dia menundukkan untukmu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripadaNya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-banar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Al;-Jatsiah : 13).
Firman
Allah I :
]
هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعا [
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu.” (al-Baqarah : 29).
Oleh karena itu kaum muslimin wajib
saling berlomba dalam usaha memperoleh beberapa teknologi dan potensi yang ada,
jangan sampai ditemukan orang kafir agar mereka tidak tergantung kepada orang
kafir dalam memperoleh teknologi tersebut. Bahkan dianjurkan agar mereka mampu
memiliki industri-industri dan menciptakan perlengkapan-perlengkapan yang
diperlukan.
i.
Memberi nama
dengan nama-nama orang kafir.
Banyak diantara kaum muslimin yang memberi nama kepada anaknya baik
laki-laki maupun perempuan dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama
bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya, dan nama-nama yang dikenal di
masyarakatnya. Padahal Nabi r
bersabda :
خير الأسماء عبد الله وعبد الرحمن
“Sebaik-baik nama adalah Abdullah dan Abdurrahman.”[13]
Perubahan
nama-nama tersebut berakibat hilangnya kesatuan dengan ganerasi sebelumnya,
selanjutnya menyebabkan hubungan antara generasi ini dengan generasi sebelumnya
terputus. Juga menghapus identitas nama keluarga-keluarga tertentu yang biasa
dikenal dengan nama-nama khas mereka.
j.
Berdo’a
memohonkan ampunan bagi mereka dan bersikap kasih sayang terhadap mereka.
Allah telah mengharamkan hal demikian ini dalam firmannya :
]
ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولي قربى
من بعد ما تبين لهم أنهم أصحاب الجحيم [
“Tidaklah sepatutnya
bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya,
sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka jahannam.” (At-Taubh : 11).
Karena dalam permasalahan ini
mengandung adanya suatu rasa kecintaan terhadap mereka dan membenarkan sesuatu yang
ada pada mereka.
2. Terhadap Kaum Muslimin
a. Hijrah ke negeri kaum muslimin dan meninggalkan
negeri kaum kafir.
Hijrah
itu adalah berpindah dari negeri kafir ke negeri muslim dengan maksud untuk
menyelamatkan agama. Hijrah dengan pengertian dan tujuan seperti ini adalah wajib
dan senantiasa tetap ada sampai matahati terbit dari barat pada saat datangnya
hari kiamat. Nabi I berlepas diri dari setiap muslim yang menetap
di tengah-tengah kaum musyrikin, oleh karena itu diharamkan atas setiap muslim
menetap di negeri kaum kafir kecualli bila dia tidak mampu hijrah meninggalkan
tanah air orang kafir atau keberadaannya di sana membawa manfaat agama, seperti
untuk da’wah ke jalan Allah dan menyebarkan islam.
Allah I
berfirman :
إن الذين توفاهم الملائكة ظالمي أنفسهم قالوا فيم
كنتم قالوا كنا مستضعفين في الأرض قالوا ألم
تكن أرض الله واسعة فتهاجروا فيها فأولئك مأواهم جهنم وساءت مصيرا إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِينَ
مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاء وَالْوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلاَ يَهْتَدُونَ
سَبِيلاً[(98) سورة النساء
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan
menganiaya dirinya sendiri (kepada mereka) Malaikat bertanya : ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?
Mereka menjawab : adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah).
Para malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu?’ orang-orang itu tempatnya adalah neraka jahannam, dan
jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas
baik laki-laki, wanita, anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak
mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allah
memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (An-Nisa’ :
97-98).
b.
Berusaha
menolong dan membantu kaum muslimin dengan jiwa, harta dan lisan dalam setiap
apa yang mereka butuhkan, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Allah I
berfirman :
]
والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض [
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan wanita,
sebagian mereka adalah menjadi penolong sebagian yang lain.” (At-Taubah :71).
]وإن استنصروكم في الدين
فعليكم النصر إلا على قوم بينكم وبينهم ميثاق [
“Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam
(urusan) pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali atas
kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka.” (Al-Anfal : 72).
c. Ikut merasakan sakit
atas penderitaan mereka dan gembira dengan sebab mereka mendapat kesenangan.
Nabi I besabda :
مثل المسلين في توادهم
وتعاطفهم وتراحمهم كالجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر. متفق عليه
“Perumpamaan
kaum muslimin di dalam kasih sanyangnya, belas kasihnya dan
sayang-menyayanginya bagaikan satu tubuh, apabila satu bagian tubuh merasa
sakit (menderita) maka seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur
karenanya.”[14]
Nabi r bersabda :
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا وشبك بين
أصابعه r.
“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin
yang lainya bagaikan bangunan yang kuat, menguatkan sebagian yang satu dengan
yang lainnya.” Dan Nabi r merapatkan jari-jarinya (memberi
perumpamaan).[15]
d.
Memberi nasehat
kepada mereka, mencintai kebaikan bagi mereka, tidak berkhianat dan tidak
menipunya.
Nabi r
bersabda :
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه.
“Tidak beiman salah seorang diantara kalian
sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”[16]
المسلم أخو المسلم لا يخونه و لا
يكذبه و لا يخذله كل المسلم على المسلم حرام عرضه و ماله و دمه التقوى هاهنا
“Orang muslim
itu saudara muslim yang lain, tidak mengkhianatinya, tidak membohonginya, tidak merendahkannya , Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram kehormatan, harta, dan darahnya[17].”
لا تباغضوا ولا تدابروا ولا تناجشوا ولا يبع بعضكم
على بيع بعض وكونوا عباد الله إخوانا.
“Janganlah kalian saling benci-membenci, saling
belakang-membelakangi, saling menawar dagangan dengan harga yang tinggi untuk
menipu orang lain biar membeli dengan harga yang tinnggi dan jangan menjual
(dagangan) atas transaksi jual beli muslim lainnya. Jadilah kalian sebagai
hamba-hamba Allah yang bersaudara.”[18]
e.
Menghormati dan
memuliakan kaum muslimin serta tidak merendahkan dan mencela mereka.
Allah I
berfirman :
]
يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منكم
ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيرا منهن ولا
تلمزوا أنفسكم ولا تنابزوا بالألقاب بئس الاسم الفسوق بعد الإيمان ومن لم يتب فأولئك
هم الظالمون[
] يا أيها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض
الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه
واتقوا الله إن الله التواب الرحيم [
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita
(yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok). Dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil
dengan gelar-galar yang buruk. Seburuk-buruk (panggilan) ialah panggilan yang
buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak beriman, maka mereka itulah
orang-orang yang zhalim.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan
janganlah kamu mencari mencari kesalahan-kesalahan orang lain, dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah seorang diantara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 11-12).
f.
Senantiasa
bersama mereka, baik dalam keadaan sulit maupun lapang, dan dalam keadaan susah
maupun senang.
Berbeda
dengan orang-orang munafik yang hanya bersama kaum muslimin pada saat lapang
dan senang, dan mereka meninggalkan kaum muslimin ketika dalam keadaan susah.
Allah I
berfirman :
] الذين يتربصون بكم فإن كان لكم فتح من الله قالوا
ألم نكن معكم وإن كان للكافرين نصيب قالوا ألم نستحوذ عليكم ونمنعكم من المؤمنين [
“Orang-orang
yang menunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang
mukmin), maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah, mereka berkata :
‘Bukankah kami turut berperang bersama kamu?’ Dan jika orang-orang kafir
mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata : ‘Bukankah kami turut
memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang mukmin’.” (An-Nisa’ :141).
g.
Mengunjungi
kaum muslimin, senang bertemu dan berkumpul bersama mereka.
Dalam hadits qudsi disebutkan :
وجبت محبتي للمتحابين في
“Aku pasti
mencintai mereka yang saling kunjung-mengunjungi karena-Ku.”[19]
Dan
dalam hadits lain Nabi r
bersabda :
" أن رجلا زار أخا له في
قرية أخرى فأرصد الله له على مدرجته ملكا قال : أين تريد ؟ قال : أريد أخا لي في
هذه القرية . قال : هل لك عليه من نعمة تربها ؟ قال : لا غير أني أحببته في الله .
قال : فإني رسول الله إليك بأن الله قد أحبك كما أحببته فيه " . رواه مسلم
“Bahwasanya
ada seseorang yang mengunjungi saudaranya pada suatu desa, maka Allah mengirimkan Malaikat (berupa manusia)
yang menghadangnya di jalan, dan bertanya : ‘Hendak ke mana engkau?’ Dia
menjawab : ‘Saya akan pergi berkunjung kepada seorang saudaraku didesa ini.’ Dia bertanya : ‘Apakah kamu punya hajat
yang engkau harapkan darinya?’ dia menjawab :’Tidak, hanya aku mencintainya
karena Allah.’ Malaikat berkata : ‘Saya adalah utusan Allah kepadamu untuk
menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana
engkau mencintai saudaramu itu karena Allah’.”[20]
h.
Menghargai
hak-hak kaum mukminin.
Ia tidak mau menjual atas penjualan kaum mukminin (tidak berebut
pembeli), tidak menawar barang yang telah mereka tawar, tidak meminang wanita
yang telah mereka pinang, dan tidak merebut apa yang telah mereka dahului dalam
perkara yang mubah.
Nabi r
bersabda :
وَلاَ يَبِيعُ الرَّجُلُ عَلَى
بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَتِهِ
“Tidak
boleh bagi seseorang untuk menjual atas penjualan saudaranya, dan tidak boleh
meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya.”[21]
Dalam
riwayat ini ditambahkan :
لاَ يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَىَ سَوْمِ
أَخِيهِ.
“Dan tidak boleh orang muslim menawar
barang yang telah ditawar oleh saudaranya.”[22]
i.
Bersikap lemah
lembut terhadap kaum yang lemah diantara kaum muslimin.
Nabi r
bersabda :
ليس منا من لم يوقركبيرنا ويرحم صغيرنا.
“Tidak termasuk golonganku orang-orang yang tidak
menghormati yang lebih tua dan tidah mengasihi yang lebih muda.”[23]
Dalam
hadits lain :
هل تنصرون وترزقون إلا بضعفائكم.
“Bukankah kalian tidak diberikan kemenangan dan
rizki kecuali disebabkan karena orang-orang yang lemah diantara kalian?”[24]
Allah
I berfirman :
]
واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم بالغداة والعشي يريدون وجهه ولا تعد
عيناك عنهم تريد زينة الحياة الدنيا [
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kahidupan dunia.” (Al-Kahfi : 28).
j.
Mendoakan kaum
muslimin dan memintakan ampunan bagi mereka.
Allah I
berfirman :
]
واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات [
“Dan mohonkanlah ampun bagi dosamu dan bagi
dosa-dosa orang-orang mukmin laki-laki dan wanita.” (Muhammad : 19).
Firman
Allah I :
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذي سبقونا بالإيمان [ .
“Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang beriman lebih dahulu dari kami.” (Al-Hasyr : 10).
Sekian
pembahasan dalam masalah al wala’ wal bara’ ini, semoga bisa memberikan sedikit
pencerahan tentang makna dan aplikasinya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amiin.
Wallahu A'lam Bish Shawab, Walhamdulillahirabbil
‘Alamin.
[1] Abdullah Ibnu Abdul Hamid Al Atsari, Al-Wajiiz fii
‘Aqiidatis Salafish Shaalih, Wuzarah Al Islamiyah Su’udiyah, 1422 H. Hal.
112
[2]
Atabik ‘Ali, Kamus Al ‘Ashri. Multi karya grafika,Pondok Pesantren
Krapyak, 1996, Hal. 1275
[3] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Aqidah Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah, Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Jakarta, 2006
[4]
Atabik ‘Ali, Kamus Al ‘Ashri. Multi karya grafika,Pondok Pesantren
Krapyak, 1996, Hal. 322
[6]
Majmuat Al Ulama’ Tahta Isyraf Abdullah ibnu Abdul Muhsin, At Tafsirul
Muyassar, Maktabah Syamilah, Juz. 4, Hal.408
[7] HR. Ath-Thabrani dalam Mu'jamul Kabir (no. 11537),
dari Sahabat Ibnu ‘Abbas c, lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 998
dan 1728).
[8] HR. Al-Bukhari (no. 16), Muslim (no. 43), at-Tirmidzi
(no. 2624), an-Nasa-i (VII/96) & Ibnu Majah (no. 4033) dari hadits Anas bin
Malik Radhiyallahu anhu
[10]
Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Loyalitas dalam Islam,Pdf
[11]
Muhammad Nasiruddin Al Albani, Shahih wa Dha’if Al Jami’us Shaghir,
Maktabah Islami, Maktabah Syamilah, Hal. 515
[12] Al Husain Ibnu Mas’ud Albaghawi, Ma’alim
At Tanzil,Dar Thayyibah,Maktabah Syamilah, Juz. 6, Hal. 98
[13] Muhammad Nasiruddin Al Albani, Assilsilah
ash Shahihah,Maktabah Ma’arif, Riyadh, tt. Juz.3, Hal.33
[14]
Muhammad ibnu Abdullah Al Khatib, Misykatul Mashabih. Maktabah Islami,
Bairut, 1985, Juz. 3, Hal. 74
[15]
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahihhul Jami’, Maktabah Syamilah, Juz. 3,
Hal. 83
[16]
Muhammad ibnu Abdullah Al Khatib, Misykatul Mashabih. Maktabah Islami,
Bairut, 1985, Juz. 3, Hal. 75
[17]
Muhammad Nasiruddin Al Albani, Shahih wa Dha’if Al Jami’us Shaghir,
Maktabah Islami, Maktabah Syamilah, Hal. 1166
[18]
Muhammad Nasiruddin Al Albani, Shahih Al Jami’us Shaghir, Maktabah
Islami, Maktabah Syamilah, Juz. 4, Hal. 13
[19]
Muhammad ibnu Abdullah Al Khatib, Misykatul Mashabih. Maktabah Islami,
Bairut, 1985, Juz. 3, Hal. 86
[20]
Muslim ibnu Al Hajjaj An Naisaburi, Al Jami’us Shahih, Darul Jail,
Bairut, tt, Juz. 8, Hal. 12
[21] Abu
Bakr Ahmad Ibnu Husain, As Sunan Al kubra, Majlis Dar Al Ma’arf, Hindi, 1344 H,
Juz. 5, Hal. 344
[22]
Yahya
ibnu Syaraf An Nawawi, Al Minhaj Syarhu Shahih Muslim, Maktabah
Syamilah, Juz. 9, Hal. 36
[23]
Jalaluddin
As Suyuti, Jami’ul Ahadits, Maktabah Syamilah, Juz. 18, Hal. 329
[24]
Yahya
ibnu Syaraf An Nawawi, Riyadhus Shalihin, Dar Fikr, Bairut, Dimasqi
Syuria, 1987, Hal. 185
Tidak ada komentar:
Posting Komentar