BAGAIMANA
HUKUM TIDUR SETELAH SHUBUH,ASHAR DAN MAGHRIB??? Alhamdulillah, segala puji
bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya
yang senantiasa istiqamah dijalannya. Amma ba’du.
TIDUR
SETELAH SHUBUH. Mengenai masalah ini tidak terdapat satu nash pun yang
melarang seseorang tidur setelah shalat shubuh sehingga hukumnya adalah tetap
seperti asalnya yaitu boleh. Namun demikian diantara arahan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya bahwa apabila mereka
menunaikan shalat shubuh maka mereka tetap duduk di tempat shalat mereka hingga
terbit matahari, sebagaimana disebutkan didalam Shahih Muslim (1/463) no. 670
dari hadits Sammak bin Harb katanya; aku berkata kepada Jabir bin Samurah;
"Mungkin anda pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?
Dia menjawab; "Ya, dan itu banyak kesempatan, Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam tidak pernah beranjak dari tempat shalatnya ketika subuh atau pagi
hari hingga matahari terbit, jika matahari terbit, maka beliau beranjak pergi.
Para sahabat seringkali bercerita-cerita dan berkisah-kisah semasa
jahiliyahnya, lantas mereka pun tertawa, namun beliau hanya tersenyum."
Juga permintaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Tuhannya agar
memberkahi umatnya di pagi hari mereka, sebagaimana terdapat didalam hadits
dari Shakhr Al Ghamidi, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
mengucapkan:
صحيح أبي داود (2/ 494) عن
صخر الغامدي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لأمتي في بكورها وكان
إذا بعث سرية أو جيشا بعثهم من أول النهار وكان صخر رجلا تاجرا وكان يبعث تجارته
من أول النهار فأثرى وكثر ماله * ( صحيح
“ALLAAHUMMA
BAARIK LI UMMATII FII BUKUURIHAA” (Ya Allah, berkahilah umatku di pagi hari
mereka). Dan beliau apabila mengirim expedisi atau pasukan beliau mengirim
mereka di awal siang. Dan Shakhr adalah seorang pedagang dan ia mengirim
perdagangannya di awal siang, maka hartanya bertambah banyak. Abu Daud berkata;
ia adalah Shakhr bin Wada'ah. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah) Hadits
ini dikuatkan oleh hadits Ali, Ibnu Umar, Ibn Abbas, Ibnu Mas’ud dan selain
mereka.
Dari sini, sebagian ulama salaf memakruhkan
tidur setelah shubuh. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan didalam “Mushannaf”nya
5/222 no. 25442 dengan sanad shahih dari Urwah bin az Zubeir bahwa dia
berkata,”Zubeir dahulu melarang anaknya untuk tidur diwaktu pagi hari. Urwah
berkata,’Sesungguhnya aku mendengar bahwa seeorang tidur di waktu pagi hari
maka aku pun meninggalkannya.” Adapun dengan pernyataan berikut yang
dinisbatkan kepada rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
عَن خَوَّاتِ بْنِ جُبَيْرٍ
وَكَانَ بَدْرِيًّا قَالَ : نَوْمُ أَوَّلِ النَّهَارِ خُرْقٌ ، وَأَوْسَطُهُ
خُلُقٌ ، وَآخِرُهُ حُمْقٌ
Dari Khowwat
ibnu jubair dan dia termasuk sahabat badar, berkata: “tidur diawal siang adalah
dapat menjadikan orang yang bingung, dan tidur di tengahnya(siang) adalah dapat
merusak(Cepat tua) orang, dan tidur diakhir siang adalah dapat menjadikan
bodoh”. Pernyataan diatas adalah termasuk hadits dho’if, jadi tidak boleh
diamalkan. Ringkasnya bahwa yang lebih utama bagi seseorang adalah mengisi
waktu ini dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akheratnya.
Dan jika dia
tidur di waktu itu untuk menguatkan dirinya dalam menunaikan pekerjaannya maka
hal itu tidaklah mengapa terlebih lagi jika ia adalah orang yang diwaktu-waktu
siangnya sulit sekali tidur kecuali di waktu ini (ba’da shubuh). Ibnu Abi
Syaibah didalam “Mushannaf”nya (5/223 No. 25454) meriwayatkan dari hadits Abi
Yazid al Madini berkata,”Umar pernah mengunjungi Shuhaib di pagi hari lalu dia
mendapatkanna sedang tidur dan ia pun duduk hingga Shuhaib terbangun. Shuhaib
berkata,” Amirul Mukminin duduk diatas tempat duduknya sementara Shuhaib tidur
diatas tempat tidurnya!” Umar pun berkata kepadanya,”Aku tidak suka agar engkau
meninggalkan tidur yangmenyertaimu.”
Ruginya
Jika Tidur Ba’da Shubuh Marilah kita simak tulisan-tulisan berikut ini: Kehilangan barakah pagi hari§
Sebagaimana terdapat dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Abu Daud dan lainnya dari
hadits Sakhr bin Wada’ah al Ghamidi radliyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku
di pagi hari mereka”. Ini adalah doa yang agung yang Rasulullah panjatkan agar
umatnya memberi perhatian yang besar kepada waktu pagi.(hadits ini sudah
disebutkan pada pembahasan sebelumnya). Menyelisihi kebiasaan para salaf§
Sebagian ulama salaf membenci tidur setelah shalat subuh. Dari ‘Urwahin bin
Zubair, beliau mengatakan, “Dulu Zubair melarang anak-anaknya untuk tidur di
waktu pagi” Urwah mengatakan, “Sungguh jika aku mendengar bahwa seorang itu tidur
di waktu pagi maka aku pun merasa tidak suka dengan dirinya”. [Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah no 25442 dengan sanad yang sahih].
Yang
dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah
setelah mereka melaksanakan shalat subuh mereka duduk di masjid hingga matahari
terbit. Dari Sammak bin Harb, aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, “Apakah
anda sering menemani duduk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. jawaban
Jabir bin Samurah, “Ya, sering. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah meninggalkan tempat beliau menunaikan shalat shubuh hingga matahari
terbit. Jika matahari telah terbit maka beliau pun bangkit meninggalkan tempat
tersebut. Terkadang para sahabat berbincang-bincang tentang masa jahiliah yang
telah mereka lalui kemudian mereka tertawa-tawa sedangkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam hanya tersenyum-senyum saja mendengarkan hal tersebut” (HR
Muslim).
Skakhr al
Ghamidi mengatakan, “Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengirim
pasukan perang adalah mengirim mereka di waktu pagi”. Shakhr al Ghamidi adalah
seorang pedagang. Kebiasaan beliau jika mengirim ekspedisi dagang adalah
memberangkatkannya di waktu pagi. Akhirnya beliau pun menjadi kaya dan
mendapatkan harta yang banyak. Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud,
Tirmidzi dan Ibnu Majah namun ada salah satu perawi yang tidak diketahui. Akan
tetapi hadits ini memiliki penguat dari Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud
dll. (hadits-hadits ini juga sudah disebutkan pada pembahasan sebelumnya).
Membuat malas dan melemahkan badan§
Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur, beliau menyatakan bahwa
banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta
membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan, : “Banyak tidur dapat
mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang
dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan. Tidur pagi juga
Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat.
(Zaadul Ma’ad, 4/222)
Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan
akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan
seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika
seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore
harinya dia juga akan malas-malasan pula.
Pagi adalah
waktu dibaginya rizki§ Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zaadul
Ma’aad, bahwasannya orang yang tidur di pagi hari akan menghalanginya dari
mendapatkan rizki. Karena waktu subuh adalah waktu di mana makhluk mencari
rizkinya, dan pada waktu tersebut Allah membagi rizki para makhluk. Sebagaimana
sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وقد ورد أن الرزق يقسم بعد
صلاة الصبح ، وأن الأعمال ترفع آخر النهار ، فمن كان حينئذٍ في طاعة بورك له في
رزقه وفي عمله ، ويترتب عليه حكمة الأمر بالحافظة عليهما والاهتمام بهما. (متفق
عليه) أخرجه البخاري في الصلاة
Dari
hadits diatas dapat kita ketahui bahwa ba’da sholat shubuh adalah waktu
pembagian rizki, dan diangkatnya amal adalah pada akhir siang(ba’da ashar).
Maka seyogyanya waktu yang istimewa tersebut kita gunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat bagi akhirat maupun dunia kita.
Dan
beliau(Imam Ibnul Qayyim) menukil dari Ibn ‘Abbas radliyallahu ‘anhu
bahwasannya dia melihat anaknya tidur di waktu pagi maka ia berkata kepada
anaknya ‘bangunlah engkau! Apakah kamu akan tidur sementara waktu pagi adalah
waktu pembagian rezki? Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur
ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut
adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu
tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang shalih.
Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau
tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian
karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barakah
(banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah).
TIDUR
BA’DA ASHAR. Perlu diketahui, tidak terdapat hadits shahih dari Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam ataupun perkataan para sahabat yang menerangkan
tentang tidur sesudah 'Ashar, baik yang berisi pujian ataupun celaan. Adapun
beberapa hadits yang berbicara tentangnya sebagiannya dhaif dan sebagian lagi
maudhu' (palsu). Seperti ungkapan yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam, عَجَبْتُ ِلمَنْ عَامَ وَنَامَ بَعْدَ
الْعَصْرِ "Aku heran
dengan orang yang terbaring dan tidur sesudah 'Ashar," tidak terdapat
dalam kitab-kitab hadits. Tak seorangpun ulama yang menyebutkannya. Ungkapan
tersebut adalah hadits palsu dan tidak memiliki sumber. Tidak boleh meyakini
keabsahannya. Tidak boleh pula menisbatkannya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, karena berdusta atas nama beliau termasuk dosa besar. Terdapat hadits
lain tentang celaan tidur sesudah 'Ashar yang juga tidak bisa dijadikan
sandaran, padahal sudah sangat terkenal, yaitu:
مَنْ ناَمَ بَعْدَ
اْلعَصْرِ فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
"
Barangsiapa
yang tidur setelah ‘Ashar, lalu akalnya dicuri (hilang ingatan), maka janganlah
sekali-sekali ia mencela selain dirinya sendiri." Syaikh al-Albani
mengomentarinya dalam Silsilah al-Ahadits al-Dhaifah (1/112): Dhaif.
Dikeluarkan Ibnu Hibban dalam "Al-Dhu'afa' wa al-Majruhin" (1/283)
dari jalur Khalid bin al-Qasim, dari al-Laits bin Sa'ad, dari Uqail, dari
al-zuhri, dari 'Urwah, dari 'Aisyah secara marfu'. Hadits ini juga disebutkan
oleh Ibnul Jauzi dalam "al-Maudhu'at" (3/69), beliau berkata:
"Tidak shahih, Khalid adalah kadzab (pendusta). Hadits ini milik Ibnu
Lahii'ah lalu diambil Khalid dan disandarkan kepada al-Laits. Imam al-Suyuthi
di dalam al-La’aali (2/150) berkata, “Al-Hakim dan perawi lainnya mengatakan:
Khalid hanya menyisipkan nama al-Laits dari hadits Ibnu Lahii’ah.” Kemudian
al-Suyuthi menyebutkannya dari jalur Ibnu Lahii’ah. Sesekali ia berkata: Dari
‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’. Terkadang ia
berkata: Dari Ibn Syihab, dari Anas secara marfu’. Ibn Lahii’ah dinilai Dha’if
karena hafalannya. Beliau juga diriwayatkan dari jalur lain: Dikeluarkan oleh
Ibnu ‘Adi dalam al-Kaamil (1/211); dan al-Sahmi di dalam Taarikh Jurjaan (53),
darinya (Ibn Lahii’ah), dari ‘Uqail, dari Makhul secaa marfu’ dan mursal.
Keduanya (Ibn ‘Adi dan as-Sahmi) mengeluarkannya dari jalur Marwan, ia berkata:
"Aku bertanya kepada al-Laits bin Sa’ad – aku pernah melihatnya tidur
setelah ‘Ashar di bulan Ramadhan-, "Wahai Abu al-Harits! Kenapa kamu tidur
setelah ‘Ashar padahal Ibnu Lahii’ah telah meriwayatkan hadits seperti itu
kepada kita..?" lalu ia (Marwan) membacakannya (hadits di atas). Maka
al-Laits menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berguna bagiku
hanya karena hadits Ibn Lahii’ah dari ‘Uqail.!” Kemudian Ibn ‘Adi meriwayatkan
dari jalur Manshur bin ‘Ammar: "Ibnu Lahii’ah menceritakan kepada kami’,
dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya." Hadits tersebut juga
diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Abu Nu’aim di dalam "ath-Thibb
an-Nabawi" (2/12), dari ‘Amru bin al-Hushain, dari Ibnu ‘Ilaatsah, dari
al-Auza’i, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara marfu’. ‘Amr bin
al-Hushain ini adalah seorang pembohong sebagaimana yang dikatakan al-Khathib
dan ulama hadits lainnya. Ia perawi hadits lain tentang keutamaan ‘Adas
(sejenis makanan), dan itu merupakan hadits palsu. (Selesai dari perkataan
Syaikh al-albani rahimahullah)
Hukum
Tidur Habis 'Ashar Terdapat dua pendapat yang masyhur di kalangan ulama
tentang tidur sesudah 'Ashar. Pertama, hukumnya makruh sebagaimana yang
disebutkan oleh banyak fuqaha' dalam kitab-kitab fikih mereka. Sebagian yang
lain berdalil dengan hadits dhaif di atas. Ada juga yang berdalil dengan
sebagian ucapan para salaf dan kajian kesehatan. Khawat bin Jubair –dari
kalangan sahabat- berkata tentang tidur di sore hari, ia tindakan bodoh.
Sedangkan Makhul dari kalangan Tabi'in membenci tidur sesudah 'Ashar dan
khawatir orangnya akan terkena gangguan was-was. (Lihat: Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah: 5/339) Ibnu Muflih dalam al-Adab al-Syar'iyyah (3/159) dan Ibnu Abi
Ya'la dalam Thabaqat al-Hanbilah (1/22) menukil keterangan, Imam Ahmad bin
Hambal memakruhkan bagi seseorang tidur sesudah 'Ashar, beliau khawatir akan
(kesehatan) akalnya. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaad al-Ma'ad (4/219)
tidur siang hari adalah buruk yang bisa menyebabkan berbagai penyakit dan
bencana, menyebabkan malas, melemahkan syahwat kecuali pada siang hari di musim
panas. Dan yang paling buruk, tidur di pagi hari dan di ujung hari sesudah
'Ashar. Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah melihat anaknya tidur
pagi, lalu beliau berkata kepadanya: "Bangunlah, apakah kamu (senang)
tidur pada saat dibagi rizki?". . . dan sebagian ulama salaf berkata:
"Barangsiapa yang tidur setelah ‘Ashar, lalu akalnya dicuri (hilang
ingatan), maka janganlah sekali-sekali ia mencela selain dirinya sendiri."
(Lihat: Mathalib Ulin Nuha (1/62), Ghada' al-Albab (2/357), Kasysyaf al-Qana'
(1/79), Al-Adaab al-Syar'iyyah milik Ibnu al-Muflih (3/159), Adab al-Dunya wa
al-Dien: 355-356, Syarh Ma'ani al-Atsar (1/99). Pendapat kedua: Membolehkan
tidur sesudah 'Ashar. Karena hukum asal dari tidur adalah mubah, dan tidak ada
hadits shahih yang melarangnya. Padahal hukum syar'i itu diambil dari
hadits-hadits shahih, bukan dari hadits-hadits lemah apalagi hadits palsu yang
didustakan atas nama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan tidak pula
ditetapkan dari pendapat-pendapat manusia. Syaikh Al-Albani dalam al-Silsilah
al-Dhaifah no. 39, sesudah beliau menyebutkan keterangan dari al-Laits bin
Sa'ad, seorang faqih dari Mesir yang sangat terkenal yang mengingkari larangan
tidur habis 'Ashar yang sudah disebutkan di atas, berkata: "Saya sangat
terpukau dengan jawaban al-Laits tersebut yang menunjukkan kefaqihan dan
keilmuannya. Tentunya itu tidak aneh, sebab ia termasuk salah satu dari ulama
tokoh kaum Muslimin dan seorang ahli fiqih yang terkenal. Dan saya tahu persis,
banyak syaikh-syaikh (ulama-ulama) saat ini yang enggan untuk tidur setelah
‘Ashar sekali pun mereka membutuhkan hal itu. Jika dikatakan kepadanya bahwa
hadits mengenai hal itu adalah Dha’if (lemah), pasti ia langsung menjawab,
“Hadits Dha’if boleh diamalkan dalam Fadha’il al-A’maal (amalan-amalan yang
memiliki keutamaan)!” Karena itu, renungkanlah perbedaan antara kefaqihan Salaf
(generasi terdahulu) dan keilmuan Khalaf (generasi belakang). Selesai
keterangan dari beliau." Juga terdapat dalam kitab mu’tashar minal
mukhtashar musykilil atsar juz1 hal 7 bahwasanya ba’da ashar adalah waktu
menyebarnya jin, ولأن بعد العصر يكون انتشار الجن “dan bahwasanya setelah ashar adalah waktu
menyebarnya jin”.
Fatwa
Lajnah Daimah Dalam fatawa al-Lajnah al-daimah (26/148) disebutkan satu
pertanyaan: "Aku pernah mendengar dari orang-orang yang mengharamkan tidur
sesudah 'Ashar, apakah pendapat itu benar?" Lalu dijawab: "Tidur
sesudah 'Ashar termasuk bagian dari kebiasaan yang dilakukan sebagian orang,
dan itu tidak apa-apa. Sementara hadits-hadits yang melarang tidur sesudah
'Ashar tidak shahih." Selesai nukilan.
Pendapat
Rajih Nampaknya pendapat kedua inilah yang lebih rajih (kuat) karena hadits
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang menerangkan akan larangan itu tidak
shahih. Sementara keterangan ulama salaf yang melarangnya, maka itu dibawa kepada
kemakruhan (tidak disuka/tidak dianjurkan) ditinjau dari sisi kesehatan, bukan
dari sisi syar'i. Yakni pada zaman dahulu masyhur di kalangan bangsa Arab dan
para tabib terdahulu, tidur sesudah 'Ashar itu tidak sehat dan bisa
membahayakan fisik, maka mereka memakruhkan orang-orang tidur sesudah 'Ashar
supaya badannya tidak sakit, tanpa menyandarkan kepada sunnah atau tasyri'.
Maka urusan ini dikembalikan kepada dokter atau ahli kesehatan, jika
benar-benar itu mengandung bahaya dan keburukan maka seseorang tidak dibolehkan
melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Sementara syariat, pada dasarnya
tidak melarang hal itu.
TIDUR
BA’DA MAGHRIB. Sebagaimana tidur ba’da shubuh dan ba’da ashar, tidur
maghrib juga dinyatakan boleh karena tidak ada nash yang shohih
melarangnya. Hanya saja orang yang tidur ba’da maghrib kehilangan waktu yang
sangat berharga yaitu ibadah ta’qib(ibadah di masjid sambil menunggu datangnya
sholat isya’). Orang yang tidur ba’da maghrib dikhawatirkan terlewatkannya
waktu isya’ diawal waktu, karena sebaik-baik sholat adalah di awal waktu.
Mengenai keutamaan ibadah ta’qib, hal ini terdapat dalam sabda nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam,
سنن ابن ماجة ) حدثنا
أحمد بن سعيد الدارمي حدثنا النضر بن شميل حدثنا حماد عن ثابت عن أبي أيوب عن عبد
الله بن عمرو قال صلينا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم المغرب فرجع من رجع وعقب
من عقب فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم مسرعا قد حفزه النفس وقد حسر عن ركبتيه
فقال أبشروا هذا ربكم قد فتح بابا من أبواب السماء يباهي بكم الملائكة يقول انظروا
إلى عبادي قد قضوا فريضة وهم ينتظرون أخرى
Dari Abdullah ibn Amr berkata:
“kami telah sholat bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam Yaitu sholat
maghrib, maka pulanglah siapa yang pulang dan berta’qiblah orang yang ta’qib,
lalu datanglah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan cepat-cepat
karena dorongan dari dalam hatinya seraya menjinjing pakaian sampai kelututnya,
lalu bersabda, ” aku beri kabar gembira kepada kalian bahwasanya Rabb kalian
sungguh telah membuka pintu dari beberapa pintu langit membanggakan kalian
kepada malaikat seraya Berfirman kepada para malaikat”lihatlah kepada para
hamba-Ku mereka telah mengerjakan kewajiban, dan mereka menunggu kewajiban
lainnya”,”.(di Tahqiq oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani: Shohih, dalam
kitab At Targhib wa Tarhib: 445).
Maka
berdasarkan hadist inilah kita bisa ambil pelajaran bahwasanya waktu setelah
maghrib adalah termasuk waktu yang afdhol untuk beribadah kepada Allah
Subhanahu Wata’ala.
KESIMPULAN
Berdasarkan keterangan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tidak ada
larangan yang sampai tingkat haram dalam menetapkan hukum orang yang tidur
ba’da shubuh, ba’da ashar ataupun ba’da maghrib, jadi larangan tersebut hanya
sebatas makruh saja yaitu tidak disuka para ulama’ akan tetapi wlaupun hanya
sebatas makruh tidak ada satupun contoh dari ulama’ yang melakukannya karena
perkara tersebut perkara yang dibenci oleh para ulama’, Bahkan waktu-waktu
tersebut adalah waktu yang sangat baik untuk beribadah, jadi alangkah lebih
baiknya jika waktu tersebut digunakan untuk beramal sholih dan ibadah kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala daripada dipakai untuk Tidur saja kecuali ada alasan
tertentu(syar’i) sehingga memerlukan tidur diwaktu-waktu tersebut. Wallahu
A’lam Bish Showab. Semoga Bermanfaat Oleh: Abu Syuja’ Al Ishlahy Selasa 13
– Nov – 2012 (21:45)
Terima kasih pak ustad atas impormasinya.semoga bermanfaat,.amin.
BalasHapus