Lemah-lembut Dalam Berda'wah
Hati manusia akan condong
kepada orang yang bersikap lemah-lembut kepadanya. Oleh karena itulah, di
antara kewajiban da’i atau mubaligh adalah memilih kalimat yang lembut dan
tidak kasar, agar dakwah sampai kepada manusia. Jangan sampai manusia lari dari
agama, padahal dakwah belum sampai kepada mereka.
Seorang da’i bertugas mengajak
manusia kepada ketaatan, padahal kebanyakan hawa-nafsu manusia tidak
menghendakinya; dia juga berkewajiban memperingatkan dari kemaksiatan, padahal
kebanyakan hawa-nafsu manusia menyukainya. Maka jika seorang da’i berdakwah
dengan kasar, merupakan perkara yang wajar banyak manusia akan menjauh dari
dakwahnya.
Oleh karenanya, banyak
bimbingan dari Allah dan RasulNya agar da’i bersikap lembut ketika berdakwah,
sehingga dakwah akan sampai kepada mad’u (obyek dakwah) dengan baik.
Namun demikian, bukan berarti
seorang da’i selalu bersikap lemah-lembut dalam segala keadaan. Bahkan pada
keadaan-keadaan tertentu dia dituntut untuk bersikap tegas dan keras. Sikap
lemah-lembut dan keras diletakkan pada tempatnya masing-masing, dan itulah
hikmah yang perlu fahami dan dilakukan saat berdakwah.
DALIL LEMAH-LEMBUT DALAM DAKWAH
Banyak ayat dan hadits yang
menunjukkan pentingnya sikap lembut dalam dakwah. Inilah diantaranya:
1-
Firman
Allah Ta’ala kepada nabi Musa q dan nabi Harun q :
اذْهَبَآ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى {43} فَقُولاَ
لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Pergilah kamu berdua kepada
Fir'aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas;
maka berbicalah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau
takut". (QS. Thaha (20): 43-44)
Imam
Al-Quthubi t menyatakan: “Jika (Nabi) Musa q (dan Harun q –pen) diperintahkan
untuk mengatakan perkataan yang lemah-lembut kepada Fir’aun, maka orang yang
(derajatnya) dibawahnya (Nabi Musa q ) lebih pantas meneladani hal itu di dalam
pembicaraannya, dan di dalam perkataannya saat memerintahkan yang ma’ruf”.
(Tafsir Al-Qurthubi 11/200)
Ketika
kholifah Al-Makmun dinasehati dengan kasar oleh seseorang, beliau berkata: “Hai
laki-laki, bersikaplah lemah-lembut, sesungguhnya Allah telah mengutus orang
yang lebih baik daripada kamu (yaitu nabi Musa q ), kepada orang yang lebih
buruk daripada aku (yaitu Fir’aun), dan Dia memerintahkannya dengan sikap
lemah-lembut”. Kemudian beliau membaca ayat di atas! (Min Sifatid Da’iyah
Al-Liin war Rifq, hal: 12, karya Syekh Dr.Fadhl Ilahi)
2-
Firman
Allah Ta’ala:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ
Ajaklah (manusia) kepada jalan
Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang lebih baik. (QS. An-Nahl (16): 125)
Dan Firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِلاَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا
Dan janganlah kamu berdebat
dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan
orang-orang zalim diantara mereka. (QS. Al-‘Ankabut (29): 46)
Imam
Al-Alusi mengatakan: “melainkan dengan cara yang paling baik”, yaitu
dengan perangai yang paling baik, seperti membalas kekasaran dengan kelembutan,
kemarahan dengan kesabaran, kerusuhan dengan ketulusan, dan emosi dengan
santun”. (Tafsir Ruhul Ma’ani 21/2)
3-
Firman
Allah Ta’ala:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ
فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
(QS. Ali Imron (3): 159)
Sepantasnya
seorang da’i benar-benar merenungkan ayat ini! Karena kalau sikap keras dan
hati kasar akan menyebabkan manusia menjauhi Nabi Muhammad n -jika kedua sifat
itu ada pada beliau-, padahal beliau adalah manusia paling mulia di hadapan
Allah, maka bagaimana dengan orang lain yang derajatnya jauh di bawah beliau,
jika dia bersikap keras dan berhati kasar?! (Lihat: Min Sifatid Da’iyah Al-Liin
war Rifq, hal: 14, karya Syekh Dr.Fadhl Ilahi)
4-
Sabda
Rasulullah n :
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلاَ
يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Sesungguhnya lemah-lembut tidak
berada pada sesuatu kecuali pasti menjadikannya indah, dan
tidaklah lemah-lembut dihilangkan dari sesuatu kecuali pasti menjadikannya buruk.
(HR. Muslim no. 2594, dari ‘Aisyah)
Para ulama mengatakan: kata
“syai’in (sesuatu)” pada kalimat di atas adalah nakirah (kata tidak tertentu)
yang berada pada rangkaian peniadaan, sehingga mengenai segala perkara.
Maksudnya bahwa lemah-lembut terpuji di dalam segala urusan.
“Oleh
karena itulah adanya lemah-lembut di dalam dakwah termasuk perkara yang akan menjadikannya
indah, sehingga dakwah itu akan lebih kuat menarik hati (manusia) dan
menghasilkan tujuan. Dan ketiadaan lemah-lembut di dalam dakwah termasuk
perkara yang akan menjadikannya buruk”. (Lihat: Min Sifatid Da’iyah Al-Liin war
Rifq, hal: 15, karya Syekh Dr.Fadhl Ilahi)
5-
Abu
Musa Al-Asy’ari berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا
تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا
Kebiasaan Rasulullah n jika
mengutus seseorang dari para sahabatnya di dalam sebagian keperluan beliau,
beliau bersabda: “Sampaikan berita gembira dan janganlah membuat (orang) lari
(menjauhi agama), mudahkanlah dan janganlah membuat susah!” (HR. Muslim no.
1732)
Dalam
hadits ini Rasulullah n tidaklah mencukupkan dengan perintah “memudahkan dan
menyampaikan kabar gembira” tetapi beliau juga melarang “membuat susah dan
membuat lari”, ini menuntut terus-menerusnya (di dalam) memudahkan dan
menyampaikan kabar gembira pada seluruh keadaan, dan ketiadaan kebalikan dari
itu di pada seluruh keadaan”.
Kemudian,
di antara kalimat penuh hikmah dalam masalah ini adalah perkataan Syeikhul
Islam Ibnu Taimiyah t : “Maka wajib ada tiga (hal dalam amar ma’ruf dan nahi
mungkar): ilmu, lemah-lembut, dan sabar. Ilmu sebelum memerintah dan melarang,
lemah-lembut bersamaan dengannya, dan sabar setelahnya. Walaupun ketika hal itu
wajib menyertai dalam seluruh keadaan itu”. (Kitab Amar ma’ruf wan nahi
mungkar, hal: 30, karya Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah)
SIKAP TEGAS DAN KERAS DALAM DAKWAH
Dari
keterangan di atas telah jelas tentang kewajiban memulai dakwah dengan
lemah-lembut, demikian juga dalam menyikapi orang yang tidak berilmu,
orang yang tidak meremehkan dan tidak menentang hukum Allah.
Namun
demikian, dalam keadaan tertentu seorang da’i perlu menggunakan cara tegas dan
keras, jika memang dituntut oleh hikmah. Karena yang disebut hikmah adalah
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadaan-keadaan yang diperlukan sikap tegas
dan keras seorang da’i antara lain pada saat:
1.
Membela
larangan Allah yang dilanggar dan saat menegakkan hudud.
2.
Nampak
sikap meremehkan terhadap hukum Allah dan penentangan terhadap dakwah.
3.
Di saat
nampak penyimpangan dari syari’at dari orang yang tidak sepantasnya muncul
penyimpangan tersebut.
Akan tetapi yang perlu
diketahui bahwa sikap keras dan tegas yang dilakukan oleh da’i jangan sampai
menimbulkan kemungkaran yang lebih besar atau menghilangkan kebaikan yang lebih
besar.
(Rujukan:
kitab “Min Sifatid Da’iyah Al-Liin war Rifq”, karya Syekh Dr.Fadhl Ilahi]
Jazakullah Khairan Akhi.. Bagus skali Artikelnya. Membatu Ana.😃👍
BalasHapusBarokallahufiik ����
BalasHapus