PRIORITAS DAKWAH KELUARGA SEBELUM MASYARAKAT UMUM
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalllam memulai dakwah
sirriyah (dakwah secara sembunyi), terutama kepada keluarga Nabi Muhammad SAW
sendiri. ”Dan berilah peringatan kepada keluargamu terdekat.” – QS Asy-Syu’ara
(26): 214.
Keluarga adalah yag paling berhak untuk di dakwahi dikarenakan
mereka hidup di tengah-tengah kita dan yang paling tahu keadaan kita, dan juga
berdasarkan dari ayat diatas Rasulullah tauladan kita juga diperintahkan dengan
hal tersebut.
Wahyu pertama yang diterima Nabi di Gua Hira kemudian disusul
dengan wahyu kedua, yang berbunyi, ”Hai orang yang berselimut, bangunlah dan
berilah peringatan!” – QS Al-Mudatsir (74): 1-2. Dengan turunnya wahyu
tersebut, maka mulailah dilakukan dakwah sirriyah (dakwah secara sembunyi),
terutama kepada keluarganya sendiri. ”Dan berilah peringatan kepada keluargamu
terdekat.” – QS Asy-Syu’ara (26): 214.
Menurut M. Yunan Yusuf dalam makalah berjudul Strategi Dakwah
Rasulullah, Dari Kerabat Menuju Kesatuan Umat, dalam buku Kajian Tematik
Al-Quran tentang Fiqih Ibadah, keluarga terdekat Rasulullah bila ditelurusi
dari silsilah berawal dari Qushai. Qushai mempunyai tiga orang anak, masing-masing
bernama Abdul Uzza, Abdul Manaf, dan Abdul Darr. Dari ketiga anak ini, silsilah
Rasulullah berkaitan dengan Abdul Manaf, yang mempunyai empat anak. Yaitu
Muthalib, Hasyim, Naufal, dan Abd Syams. Hasyim mempunyai seorang anak bernama
Abdul Muthalib. Selanjutnya, Abdul Muthalib mempunyi sepuluh anak, tetapi yang
disebut namanya hanya enam orang, yaitu Abdullah, Abbas, Abu Lahab, Abu Thalib,
Haris, Hamzah. Abdullah adalah ayah Rasulullah.
Abd Syams, saudara kakek buyut Rasulullah, mempunyai anak bernama
Umayyah. Umayyah mempunyai anak bernama Harb, dan Harb memiliki anak bernama
Abu Sufyan. Dari keturunan Abu Sufyan inilah kemudian lahir Mu’awiyah sebagai
bapak Bani Ummayyah. Demikian pula, paman Rasullah, Abbas, di kemudian hari
menurunkan para khalifah Bani Abbasiyyah.
Saudara kakek buyut Rasulullah yang lain, yaitu Abdul Uzza,
menurunkan keluarga Asad dan Khuwailid. Khuwailid mempunyai dua orang anak,
yaitu Awwam dan Khadijah. Khadijah, sesudah ditinggal mati oleh suaminya yang
pertama, kemudian menikah dengan Rasulullah.
Ketika turunnya ayat tersebut, yang dimaksud dengan keluarga dekat
Rasulullah adalah mereka yang hidup semasa dengan beliau. Bila disebut satu per
satu, mereka adalah Abbas, Abu Lahab, Abu Thalib Haris, dan Hamzah. Untuk
melaksanakan perintah Allah tersebut, Rasulullah pun menyeru kaum kerabatnya
ini.
Imam
Bukhari meriwayatkan hal tersebut dalam kitab Shahih-nya sebagai berikut;
”Wahai
putra-putri Fihr, Adi, dan seluruh anggota suku Quraisy”, sehingga mereka
berkumpul, sampai tak dapat hadir pun mengirimkan wakilnya untuk mengetahui apa
yang disampaikan Muhammad SAW. Abu Lahab bersama tokoh Quraisy lainnya datang.
Nabi
bersabda, ”Bagaimana kalau aku kabarkan kepada kalian bahwa di lembah ini ada
sepasukan berkuda yang akan menyerang kalian, apakah kalian percaya kepadaku?”
Mereka
menjawab, ”Kami tidak pernah melihat engkau berdusta.”
Nabi
bersabda, ”Sesungguhnya akan ada yang memperingatkan kalian tentang bahaya
besar di hari kemudian.”
Abu
Lahab berkata, ”Celakalah engkau. Untuk hal inikah engkau mengumpulkan kami?”
Lalu
turunlah ayat Tabbat yada Abi Lahabiw wa tabba (HR Bukhari).
Selanjutnya, Rasulullah mengundang kaum kerabat anggota keluarga
terdekat untuk makan bersama-sama di rumah beliau sendiri. Diriwayatkan bahwa
yang hadir ketika itu sampai mencapai 40 orang, termasuk Abu Lahab.
Setelah selesai jamuan makan, Rasulullah bersiap-siap untuk memulai
membicarakan maksud yang akan disampaikan kepada para tamunya. Namun, sebelum
beliau sempat berdiri untuk maksud tersebut, Abu Lahab memotong jalan
mendahului berdiri terlebih dahulu, lalu berpidato dengan lantang penuh nafsu.
”Mereka (yang hadir) ini adalah saudara-saudara bapakmu dan anak-anak keturunan
dari saudara-saudara bapakmu. Maka (sekarang) berbicaralah! Dan hentikanlah
penyelewenganmu (dari agamamu) itu. Jangan engkau menyerang agama kaummu.
Jangan kamu serahkan mereka kepada kemarahan bangsa Arab, sebab sesungguhnya
kaummu tidak akan sanggup melawan mereka bangsa Arab keseluruhannya. Mereka
(kaummu) tidak sanggup berperang dengan mereka.
Kaummu sudah tahu maksudmu, hendak mengubah agama mereka. Tidak
tersembunyi bagi mereka apa urusanmu (yang sebenarnya) dan bahwa engkau
mengajak mereka kepada penyelewengan, (mengajak mereka) supaya keluar dari
tradisi nenek moyang (kita). Awaslah, jagalah keselamatan dirimu dan
keselamatan keluargamu. Tidak sukar bagi mereka untuk menyerangmu dan
membunuhmu. Kembalilah kepada agama dan bapak nenek moyangmu. Itulah lebih baik
bagimu. Kalau tidak, kami akan penjarakan engkau sampai engkau sehat kembali
dari penyakit itu, sehingga dapat melindungimu dari bangsa Arab. Kami lebih
patut dan pantas mendidikmu sampai pikiranmu sehat kembali, sehingga engkau
bebas dari penyakitmu. Keluargamu lebih wajar mendidikmu dan berhak untuk menangkapmu
dan memenjarakanmu, bila engkau terus bertahan pada pendirianmu itu, dan itu
lebih memudahkan bagimu dan bagi mereka, daripada apabila kaum Quraisy
menerkammu dengan bantuan bangsa Arab (lainnya). Aku tidak pernah melihat
seseorang yang mendatangkan malapetaka kepada keluarga bapakmu seperti yang
engkau lakukan ini.”
Tetap Sabar dan Tawakal
Baru saja Rasulullah memulai dakwah untuk keluarga terdekat, beliau
sudah dihadang oleh anggota keluarga sendiri. Ini menunjukkan, setiap pendukung
dakwah haruslah menyadari bahwa tantangan dakwah bisa muncul bukan saja dari
luar, tetapi juga dari dalam, yakni dari orang dekat, bahkan dari kalangan
keluarga sendiri. Meskipun Rasulullah mendapat celaan pedas dari Abu Lahab dan
dikatakan sebagai penyeleweng, beliau tetap sabar dan tawakal. ”Segala puji
bagi Allah, aku puji Dia, aku mohon pertolongan kepada-Nya, aku beriman
kepada-Nya dan aku berserah diri kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
yang layak disembah melainkan Dia satu-satu-Nya dan tiada sekutu bagi-Nya.
Kemudian dari itu, sesungguhnya seorang perintis dakwah tidak akan menipu
keluarganya. Andai kata menipu semua manusia, aku tidak akan menipu keluargaku.
Demi Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu khususnya, dan kepada umat manusia umumnya.
Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku supaya aku
memanggil kalian kepada-Nya, dengan firman-Nya, ‘Berilah peringatan kepada
kaum kerabatmu yang terdekat.’ – QS Asy-Syu’ara (26): 214.
Aku panggil kalian kepada kalimat yang ringan di lidah, berat di
timbangan, yakni penyaksian bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa
sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Dan demi Allah, kalian pasti akan mati,
sebagaimana tertidur, dan akan bangkit kembali sebagaimana kalian terbangun,
dan pasti kalian akan dimintai pertanggungjawaban kalian atas apa yang kalian
perbuat, dan kalian akan diberi ganjaran yang baik atas amal yang baik, dan
yang buruk atas perbuatan yang buruk. Sesungguhnya (di sana) ada surga yang kekal
dan ada neraka yang kekal.
Wahai keturunan Abdul Muthalib, demi Allah, aku tidak pernah
melihat seorang pemuda membawa sesuatu yang lebih tinggi nilainya daripada apa
yang aku bawakan kepada kalian (sekarang ini). Sesungguhnya kubawakan kepada
kalian kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Maka siapa (di antara yang hadir)
yang bersedia menyambut seruanku kepada urusan (penting) ini dan bersedia
mendampingku untuk menegakkannya?”
Mendengar
ucapan Rasulullah itu, hadirin pun terdiam seketika. Terjadilah pro dan kontra.
Namun
dalam keheningan itu, seorang pemuda berdiri, dia adalah Ali bin Abi Thalib.
Dengan suara lantang dia berkata, ”Aku, ya Rasulullah! Aku membelamu. Aku
adalah musuh bagi siapa yang memusuhimu.”
Hadirin
menengok ke arah Ali bin Abi Thalib, dan kemudian berkata kepada Abu Thalib,
dengan makna ”mengapa kau biarkan anakmu terpengaruh Muhammad!”
Karena
semua mata memandang kepadanya dan ingin minta penjelasan kepadanya, Abu Thalib
angkat bicara, ”Dan (lihatlah), itu semua kaum kerabat keturunan ayahmu, yang
sedang berkumpul. Aku hanyalah seorang dari mereka, tetapi aku tidak akan
mendahului mereka untuk memenuhi apa yang kau kehendaki. Teruskanlah
menjalankan tugasmu yang diperintahkan. Demi Allah, aku akan tetap melindungimu
dan membelamu. Hanya, aku sendiri tidak sanggup berpisah dari agama Abdul
Muthalib.”
Empat
Kelompok
Kerabat
Rasulullah terbagi dalam 4(empat) sikap menghadapi dakwah beliau;
Kelompok
pertama yaitu mereka yang langsung menerima
Islam dan meninggalkan agama nenek moyang. Yakni Khadijah Khuwalaid, istri
Rasulullah, dan Ali bin Abi Thalib, sepupunya.
Kelompok
kedua yaitu mereka yang menolak dakwah
Rasulullah dan bahkan memusuhi Rasulullah secara terus-menerus. Kelompok ini
diwakili oleh Abu Lahab, paman Rasul, dan istrinya, Ummu Jamil. Bibinya ini
adalah kakak Abu Sufyan. Keduanya dikutuk Allah sebagaimana termaktub dalam
surah Al-Lahab (111): 1-5.
Kelompok
ketiga yaitu mereka yang menolak dakwah
Rasulullah tetapi membela beliau dalam situasi apa pun. Sebagian ulama mengatakan
bahwa Abu Thalib termasuk kelompok ini. Tetapi ada yang berpendapat bahwa Abu
Thalib juga beriman meski tidak terang-terangan menyatakannya. Karena pembelaan
Abu Thalib inilah kebanyakan kaum kerabat Nabi tidak memusuhinya.
Sedang
kelompok keempat yaitu mereka
yang menerima dakwah Rasulullah tetapi tidak seketika, memerlukan waktu yang
relatif agak lama. Kelompok ini diwakili oleh Hamzah bin Abdul Muthalib.
Kemudian disusul Abu Sufyan dan istrinya, Hindun.
Wallahu
A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar