PESAN DA’WAH DIBALIK KISAH PERANG UHUD
Oleh: Ibnu Abdul Qodir Al Ishlahy
A.
Latar Belakang
Kisah sebelum terjadinya perang uhud ini adalah bermula dari perang
badar yang mana merupakan pertempuran yang sangat penting antara kaum Musyrikin
Quraisy dengan kaum Muslimin, yang mana peperangan ini dimenangkan secara
muthlak di pihak kaum muslimin, padahal kaum musyrikin lebih diunggulkan dalam
peperangan ini. kemenangan ini bisa di saksikan seluruh bangsa arab atas
keunggulan kaum muslimin. Ada pihak lain yang melihat keperkasaan kaum muslimin
sehingga mereka menganggap bahwa ini adalah ancaman besar bagi posisi agama dan
perekonomian mereka. Mereka adalah kaum yahudi. Setelah kemenangan kaum
muslimin pada perang badar, kedua golongan ini merasa terbakar api kebencian
dan kedengkian terhadap kaum muslimin. Dalam hal ini Allah berfirman:
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
82.
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik...(Q.S Al Maidah:
82)
Pelajaran: Hal ini
mengingatkan kita, bahwa dalam memperjuangkan dan menegakkan agama Allah
sangatlah berat dan banyak rintangannya, serta musuh-musuh da’wah selalu
berusaha untuk merintangi dan menggagalkan gerakan da’wah yang kita tempuh ini.
Diantara musuh-musuh da’wah yang perlu kita waspadai adalah orang-orang yahudi,
nasrani dan orang-orang musyrik yang mereka tidak akan pernah ridha dengan
jalan yang kita tempuh ini sehingga kita mengikuti agama mereka sebagaimana
yang Allah sebutkan dalam firman-Nya Q.S Surat Al Baqarah Ayat 120, yang artinya;
“orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang
benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu”.
B.
Persiapan Kaum Quraisy untuk Perang Pembalasan
Kaum musyrikin yang dipimpin oleh Abu Sufyan melakukan persiapan
sebelum mereka menyerang kaum muslimin, diantaranya adalah mereka mempersiapkan
perbendaharaan hingga terkumpul seribu(1000) unta dan limapuluh ribu(50.000)
dinar. Berkaitan dengan peristiwa ini, Allah Menurunkan ayat:
لِيَمِيزَ اللَّهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَيَجْعَلَ الْخَبِيثَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَيَرْكُمَهُ جَمِيعًا فَيَجْعَلَهُ فِي جَهَنَّمَ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (37)
36.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi
(orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi
sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah
orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.(Q.S Al Anfal: 36)
Pelajaran: yang bisa
kita ambil dari peristiwa ini adalah, bahwa musuh-musuh islam selalu berusaha
untuk merintangi tersebar dan berkembangnya agama ini. Sehingga mereka pun
berlomba-lomba menginfaqkan harta mereka, bahkan mereka juga memerangi agama
ini dengan mengangkat senjata secara langsung
di medan perang. Dan dalam memerangi islam mereka tidak asal-asalan,
tetapi mereka sudah mengadakan persiapan yang matang dan menggunakan banyak
strategi. Untuk itu kita diperintah untuk selalu bersiap menghadapi mereka,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ
الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ
دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
60. dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh
Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah
niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan)(Q.S. Al Anfal: 60).
Pelajaran: Dari ayat ini
bisa kita ketahui bahwa untuk menghadapi kaum musyrikin, kita kaum muslimin
juga perlu adanya persiapan sehingga kita bisa mengalahkan kaum musyrikin
ataupun musuh-musuh islam. Selain itu kita juga perlu pendukung dari bidang
finansial, jadi kaum muslimin juga perlu berkorban harta, jiwa dan raga dalam
memperjuangkan Din ini. Hal ini secara jelas menggambarkan bahwa
perjalan da’wah tidaklah mudah sebagaimana membalikkan telapak tangan, yang
mana perjalanan da’wah ini perlu adanya perjuangan yang gigih dan pengorbanan
yang tidak sedikit.
C.
Kekuatan Pasukan Quraisy
Setelah mereka mengadakan persiapan genap satu tahun, dan merasa
persiapan mereka benar-benar sudah matang. Tidak kurang dari tiga ribu prajurit
Quraisy bersatu dengan sekutu-sekutunya dan kabilah-kabilah kecil. Para
pemimpin Quraisy membawa juga para wanita karena dianggap bisa memompa semangat
mereka.
Mereka menggunakan hewan pengangkut dalam peperangan ini sebanyak
tiga ribu unta. Penunggang kudanya sebanyak dua ratus, sedangkan pasukan yang
dilengkapi dengan baju besi sebanyak tujuh ratus orang. Komando tertinggi
dipegang oleh Abu Sufyan bin Harits, Komandan pasukan penunggang kuda dipimpin
oleh Khalid bin Walid dengan Ikrimah bin Abu Jahal sebagai asistennya.
Sedangkan bendera perangnya diserahkan kepada Bani Abdud Dar.
Setelah itu, mereka-pun merasa persiapan sudah cukup dan pasukan Quraisy
mulai berangkat menuju Madinah dengan keadaan hati yang bergejolak oleh api
kebencian dan dendam yang siap meledak.
Pelajaran: Dengan
mengetahui kekuatan lawan kita bisa memperkirakan kemampuan yang kita miliki
dalam menghadapi musuh. Selain itu juga di zaman sekarang ini bagi kita seorang
da’i harus mengetahui mad’u yang kita hadapi, sehingga bisa menda’wahkan dengan
tepat dan langkah apa yang pertama kali harus ditempuh dalam menda’wahi mad’u.
D.
Mata-mata Nabi dan Persiapan Kaum Muslimin Menghadapi Kafir Quraisy
Mata-mata Nabi yang masih menetap di makkah Adalah sahabat Al Abbas
bin Abdul Muththalib, yang terus memata-matai setiap gerak-gerik kaum Quraisy
dalam masa persiapan militer mereka. Setelah kaum musyrikin berangkat menuju
Madinah, Al Abbas mengirim surat kilat kepada Nabi yang berisi kabar secara
rinci tentang pasukan Quraisy.
Utusan Al Abbas segera berangkat menyampaikan surat tersebut dan
mampu menempuh perjalanan antara Makkah dan Madinah hanya dalam waktu tiga
hari. Nabi menerima surat itu tatkala beliau berada di masjid Quba’. Beliau
menyuruh Ubay bin Ka’ab untuk membacakan surat itu dan memerintahkan untuk
merahasiakan isi surat tersebut. Setelah itu beliau kembali ke Madinah.
Madinah dalam keadaan siaga satu. Tak seorang-pun lepas dari
senjatanya, sekalipun dalam shalat. Mereka tetap siaga untuk menghadapi segala
kemungkinan yang bakal terjadi. Setiap pintu gerbang Madinah pasti dijaga oleh
sejumlah orang, di khawatirkan musuh menyerang secara mendadak.
Kabar tentang pasukan Quraisy terus menerus disampaikan oleh
mata-mata, termasuk kabar bahwa mereka
sudah tiba di dekat bukit uhud, tepatnya di lokasi yang disebut Ainain,
disebelah utara Madinah pada hari jum’at, 6 syawal 3 Hijriyah.
Pelajaran: Pentingnya
intel ataupun pemberi khabar tentang perkembangan kekuatan musuh. Dalam
berda’wah kita harus mengetahui kondisi yang ada disekitar kita sehingga bisa
bertindak dengan tepat.
E.
Majlis Musyawarah Dalam Menentukan Strategi Perang
Setelah mendengar kabar bahwa kaum musyrikin dan tiba di bukit
uhud, Rasulullah mengajak para shahabatnya bermusyawarah[1],
untuk menampung berbagai pendapat dan menentukan sikap. Dalam kesempatan itu
juga beliau menceritakan mimpi yang dialaminya. Beliau bersabda, “Demi Allah,
aku telah bermimpi yang bagus. Dalam
mimpi itu kulihat beberapa ekor lembu yang disembelih. Aku melihat
pedangku ada yang rampal dan aku memasukkan tanganku kedalam baju besiku yang
kokoh.”
Beberapa ekor sapi ditafsirkan dengan beberap orang shabat yang
gugur syahid, mata pedang beliau yang rampal ditafsirkan dengan anggota
keluarga beliau yang terkena musibah, dan baju besi ditafsirkan dengan kota
Madinah. Dengan mimpinya itu beliau mengusulkan untuk tetap bertahan dimadinah
dan membiarkan kaum Quraisy bertahan diluar Madinah tanpa melakukan serangan,
dan hal ini disetujui oleh Abdullah bin Ubay yang saat itu hadir sebagai
perwakilan dari pemuka khazraj. Dia menyetujui ini adalah agar dia bisa untuk
menjauhi peperangan.
Namun, sejumlah shahabat yang tidak ikut serta dalam perang badar
sebelumnya mengusulkan kepada Nabi agar keluar dari Madinah. Bahkan, mereka
bersikukuh dengan usulan ini. Salah seorang diantara mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, sejak dahulu kami sudah mengharapkan kdatangan hari seperti ini dan
kami selalu berdo’a kepada Allah. Dia sudah menuntun kami dan tempat yang
dituju sudah dekat. Keluarlah unutk menghadapi musuh-musuh kita, agar mereka
tidak menganggap kita takut.
Salah satu tokoh terdepan diantara orang-orang yang antusias untuk
keluar adalah Hamzah bin Abdul Muththalib yang sebelumnya tidak ikut diperang
badar. Akhirnya Rasulullah mengabaikan pendapat beliau sendiri kerena mengikuti
pendapat mayoritas. Beliau-pun memutuskan untuk
keluar kota Madinah dan bertempur di medan terbuka.
Pelajaran: Pentingnya
musyawarah sebelum menentukan langkah lebih lanjut, hal ini dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jadi dalam da’wah jama’i
perlu adanya musyawarah dalam menentukan langkah da’wah supaya lebih maju dan
diterima dimasyarakat, dan tidak mendahulukan sifat egoisme. Melalui musyawarah
juga berguna untuk menggali ide-ide brilian dari seluruh peserta musyawarah[2].
F.
Keberangkatan Pasukan Rasulullah
Sebelum berangkat Rasulullah membagi pasukannya menjadi tiga
kelompok:
1.
Kelompok
Muhajirin, benderanya diserahkan kepada mus’ab bib Umair Al abdari.
2.
Kelompok
Aus, benderanya diserahkan kepada Usaid bin Hudhair.
3.
Kelompok
Khazraj, benderanya diserahkan kepada Al Hubab bin Al Mundzir Al Jamuh.
Pasukan ini terdiri dari seribu prajurit: Seratus prajurit memakai
baju besi, lima puluh mengendarai kuda. Dan ada yang berpendapat bahwa tak
seorangpun menunggang kuda.
Madinah diserahkan kepada Ibnu Ummi Maktum terutama untuk mengimami
shalat bersama orang-orang yang masih berada di Madinah. Namun akhirnya dia
diperbolehkan untuk turut serta.
Setelah melewati Tsaniyyatul Wada’, di kejauhan terlihat ada
pasukan bersenjata lengkap. Setelah ditanya, dikhabarkan bahwa mereka adalah
yahudi yang sudah menjadi sekutu khazraj yang ingin ikut perang melawan
orang-orang musyrik. Beliau bertanya apakah mereka telah masuk islam ? setelah diketahui bahwa mereka
belum masuk islam maka beliau menolak untuk meminta bantuan kepada orang kafir
untuk memerangi orang-orang musyrik.
Pelajaran: Pentingnya mengatur
strategi dan membagi tugas dalam berda’wah menyerukan kepada agama Allah dan
memerangi musuh Allah, karena tidak mungkin tugas ini dikerjakan hanya satu
orang saja, sehingga seluruh permasalahan dapat terselesaikan secara maximal
dengan koordinasi yang baik antar anggota da’wah.
G.
Abdullah bin Ubay dan Komplotannya Membelot
ketika fajar menyingsing, dan shalat shubuh hampir dilaksanakan,
sementara itu musuh sudah dapat dilihat dan musuhpun dapat melihat mereka. Tepatnya
berada di Syauth(antara Madinah dan uhud)[3], tiba-tiba
Abdullah bin Ubay membelot, tidak kurang dari sepertiga pasukan menarik diri.
Abdullah bin Ubay beralasan bahwa Nabi mengabaikan pendapatnya dan lebih suka
mendengar pendapat orang lain. Namun tujuan yang sebenarnya adalah ingin menimbulkan
keguncangan dan keresahan ditengah kaum muslimin. Dan terbukti setelah banyak
orang yang mundur sisa pasukan yang bersama beliau mengalami penurunan mental.
Berkaitan dengan hal ini Allah menurunkan ayat yang menegarkan hati mereka
kembali. Allah berfirman,
122. ketika dua
golongan dari padamu[223] ingin (mundur) karena takut, Padahal Allah adalah
penolong bagi kedua golongan itu. karena itu hendaklah kepada Allah saja
orang-orang mukmin bertawakkal.(Q.S Ali Imran: 122)
[223] Yakni: Banu Salamah dari suku Khazraj dan Banu Haritsah dari
suku Aus, keduanya dari barisan kaum muslimin.
Saat itulah Abdullah bin Haram, berupaya mengingatkan orang munafiq
tersebut tentang apa yang harus mereka kerjakan dalam situasi yang kritis ini
yaitu untuk berperang dijalan Allah. Mereka menjawab,” Seandainya dari awal
kita tahu bahwa kalian hendak berperang, maka kami tidak akan bergabung”.
Sehubungan dengan sikap orang munafiq ini Allah berfirman:
167. dan supaya
Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. kepada mereka dikatakan:
"Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)".
mereka berkata: "Sekiranya Kami mengetahui akan terjadi peperangan,
tentulah Kami mengikuti kamu".. mereka pada hari itu lebih dekat kepada
kekafiran dari pada keimanan. mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak
terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. dan Allah
lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.(Q.S. Ali Imran: 167)
Pelajaran: Dalam
perjuangan da’wah tak akan lepas dari yang namanya cobaan, baik dari dalam(kaum
muslimin) maupun dari luar, yang mana hal ini dapat menimbulkan kelemahan, keresahan
dan keguncangan bagi seorang da’i dalam memperjuangkan agama Allah. Maka dari
itu perlu adanya peneguh dan pemompa semangat, sehingga da’wah ini tetap bisa
berjalan dengan baik. Dengan ini pula Allah menampakkan mana orang-orang yang
munafiq dan mana orang-orang yang benar-benar beriman kepada-Nya, jadi
peperangan ini selain menjadi ujian juga menjadi sebuah penyaringan umat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaih Wasallam yang benar-benar berjuang karena Allah[4].
Maka orang-orang munafiq sangat berbahaya karena mereka suka mengambil yang
enak-enak saja.[5]
H. Terjadinya Peperangan
Peristiwa perang
uhud terjadi pada hari Sabtu tanggal 7 Syawal[6]
tahun ke tiga(3) Hijriyah[7].
Sesampainya perjalanan dikaki bukit uhud, Rasulullah membagi tugas pasukannya dan membariskan mereka
sebagai persiapan untuk menghadapi peperangan. Diantaranya adalah
ditempatkannya pasukan pemanah diatas bukit yang disertai dengan perintah-perintah
militer yang keras sebagai langkah untuk menyumbat celah yang memungkinkan bagi
kaum musyrikin untuk menyusup, menyerang, dan mengacaukan barisan kaum muslimin
dan dari belakang[8].
I.
Syahidnya Hamzah bin Abdul
Muththalib
Hamzah bin
Abdul Muththalib adalah paman Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam yang dikenal
dengan julukan Asadullah(Singa Allah), hal ini dikarenakan keberanian
beliau menghadapi musuh-musuh Allah. Dan dalam peperangan uhud ini beliau
syahid terkena serangan tombak dari
Wahsyi bin Harb budak dari Jubair bin Muth’im.
Pelajaran: Dengan
syahidnya Hamzah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat sedih dan
inilah bentuk dari beberapa cobaan yang menimpa dalam berda’wah yaitu hilangnya
orang yang kita sayangi. Maka dari itu bekal sabar bagi seorang da’i yang
memperjuangkan agama Allah adalah bekal wajib diantara beberapa bekal lainnya.
J.
Kisah Khandhalah bin Abu Amir
Diantara pahlawan yang tidak mengenal rasa takut adalah Khandhalah
bin Abu Amir, yang mana khandhalah baru saja melakukan pernikahan. Saat itu dia
berada dipelukan istri dan dia mendengar gemuruh peperangan, seketika itu dia
melepaskan pelukan istrinya dan bangkit untuk berjihad di medan perang yang
akhirnya syahid karena ditikam oleh Syaddad bin Al Aswad.
Pelajaran: Jalan da’wah
yang kita lalui tidaklah mudah, perlu adanya pengorbanan dan perjuangan jiwa
raga serta harta benda, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
K. Penyebab Kekalahan dan Kegagalan
Pada peperangan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
sudah membagi beberapa bagian untuk menjaga bagiannya masing-masing selama
perang berlangsung. Setelah pasukan muslimin hampir meraih puncak kemenangan,
ada sebagian pasukan yang tidak mengikuti apa yang telah diperintahkan karena
menganggap bahwa peperangan telah usai, yang akhirnya mereka meninggalkan pos
bagian yang seharusnya mereka(Tim Pemanah) jaga, yang mana pada saat itu mereka turun
untuk mengambil harta rampasan perang(Ghanimah), padahal mereka sudah di
ingatkan oleh komandannya(Abdullah bin Jubair) supaya tidak meninggalkan posisi
mereka. Dengan sebab itulah terjadi kekalahan yang mana Khalid bin Al Walid
mengambil jalan memutar hingga tiba dibelakang kaum muslimin yang dengan mudah
menyerang dan menguasai keadaan.
Pelajaran: Kemaksiatan
kepada Allah dan Rasul-Nya[9]
salah satu faktor dari kekalahan dan kegagalan dalam berda’wah dan
memperjuangkan agama Allah, fitnah harta[10], dan
cerdiknya musuh-musuh Allah[11]
adalah beberapa penyebab dari kegagalan dalam da’wah, yang mana itu semua harus
kita selesaikan.
L.
Rasulullah Mengobarkan Semangat Patriotik
Pada saat pertempuran sudah genting keadaan kaum muslimin maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengobarkan semangat kaum
muslimin dengan bersabda,” Siapakah yang ingin mengambil pedang ini beserta haknya”
Abu Dujanah Simak bin Kharasyah maju dan bertanya”Apakah haknya, wahai
Rasulullah”, “Hendaknya engkau membabatkan pedang ini kewajah-wajah musuh
hingga bengkok.!” jawab Beliau. Aku akan mengambilnya sesuai haknya, wahai
Rasulullah. Maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam-pun menyerahkan
pedang itu kepadanya. Setelah itu ia berjalan dengan gagah untuk menghadapi
musuh[12].
Dan juga sikap patriotik Shahabat Mush’ab bin Umair, ia bertempur dengan gagah
berani dalam melindungi Nabi sambil memegang bendera sampai kedua tangannya
putus tertebas oleh pedangya Ibnu Qami’ah dan akhirnya syahid.
Pelajaran: Perlunya
dorongan semangat dalam berda’wah, keberanian dalam menghadapi musuh, dan tawakkal
kepada Allah.
M. Isu Kematian Rasulullah dan
Dampaknya
Ditengah sengitnya peperangan tersiar khabar dari teriakan Ibnu
Qami’ah dikalangan kaum muslimin dan orang-orang musyrik bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam syahid dalam peperangan tersebut, sehingga khabar ini
meluruhkan semangat para shahabat yang tidak jauh dari tempat itu. Hal ini
menyebabkan mental mereka langsung anjlok dan barisan mereka kocar-kacir.
Selain itu hal ini juga menurunkan kualitas serangan kaum
musyrikin, karena mereka mengira telah mewujudkan tujuan yang paling pokok
dalam perang tersebut, mereka-pun sangat senang dengan hasil peperangan itu
karena merasa bahwa dendam kekalahan mereka di perang badar telah terbalaskan.
Palajaran: Perlunya
klarifikasi khabar yang datang, dan apalagi jika berita-berita itu berasal dari
musuh-musuh Allah, maka harus lebih teliti dalam menerima berita tersebut. Sebagaimana
Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا...
6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti....(
Q.S. Al Hujurat: 6).
Hilangnya atau wafatnya orang yang berpengaruh bisa saja melemahkan
semangat da’wah yang sebelumnya telah memuncak tinggi, maka dari itu kita harus
menata niat lagi bahwa perjuangan da’wah ini ikhlas hanyalah untuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
N.
Paska Perang
Setelah perang selesai, Rasul dan para shahabatnya mengumpulkan
jasad para Syuhada’ yang telah syahid dan menguburkannya. Di tengah pengumpulan
jasad tersebut Rasul merasa sangat sedih ketika melihat keadaan jasad Hamzah,
paman dan saudara sesusuan beliau. Setelah itu Rasul memerintahkan untuk
menguburkan jasad Hamzah satu liang dengan Abdullah bin Jahsy, keponakan dan
saudaranya sesusuan.
Selain itu, pemandangan para syuhada’ sangat mengenaskan dan
membuat hati terisak tangis, karena jenazah-jenazahnya hanya ditutup dengan
mantel karena tidak ada kain kafan. Jika mantel itu ditarik kebagian kepala
maka kakinya kelihatan, dan jika ditarik kebagian kaki maka kepalanya
kelihatan. Akhirnya Rasul memerintahkan mantel itu ditarik menutupi kepala dan
bagian kaki ditutupi dengan daun.[13]
Pelajaran: Perlu adanya
penyelesaian dalam berda’wah walau apapun yang terjadi, dan cobaan itu banyak
bentuknya, Seperti: Kehilangan Anggota keluarga, orang yang disayang dan
pengorbanan harta, jiwa dan raga.
O. Rasulullah Memanjatkan Pujian dan
Do’a Kepada Allah
Setelah proses pengurusan jenazah selesai dan orang-orang musyrik
telah kembali, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“berbarislah yang lurus. Aku akan memuji Allah dan berdo’a kepada-Nya.” Maka
mereka berjajar dalam beberapa shaf dibelakang beliau. Kemudian beliau membaca
do’a:
روي الإمام أحمد : لما كان يوم أحد وانكفأ
المشركون، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( استووا حتى أثني على ربي عز وجل )
، فصاروا خلفه صفوفاً، فقال :
(
اللهم لك الحمد كله، اللهم لا قابض لما بسطت، ولا باسط لما قبضت، ولا هادي لمن
أضللت، ولا مضل لمن هديت، ولا معطي لما منعت، ولا مانع لما أعطيت، ولا مقرب لما
باعدت، ولا مبعد لما قربت . اللهم ابسط علينا من بركاتك ورحمتك وفضلك ورزقك ) .
(
اللهم إني أسألك النعيم المقيم، الذي لا يحُول ولا يزول . اللهم إني أسألك العون
يوم العيلة، والأمن يوم الخوف . اللهم إني عائذ بك من شر ما أعطيتنا وشر ما منعتنا
. اللهم حبب إلينا الإيمان وزينه في قلوبنا، وكره إلينا الكفر والفسوق والعصيان،
واجعلنا من الراشدين . اللهم توفنا مسلمين، وأحينا مسلمين، وألحقنا بالصالحين، غير
خزايا ولا مفتونين . اللّهم قاتل الكفرة الذين يكذبون رسلك، ويصدون عن سبيلك،
واجعل عليهم رجزك وعذابك . اللهم قاتل الكفرة الذين أوتوا الكتاب، إله الحق )[14] .
“Ya Allah, segala puji hanya
bagi-Mu. Ya Allah, tidak ada yang bisa menahan apa yang Engkau lepaskan, tidak
ada yang bisa melepas apa yang Engkau tahan. Tidak ada yang bisa memberi
petunjuk kepada orang yang Engkau sesatkan
dan tidak ada yang bisa menyesatkan orang yang Engkau beri petunjuk.
Tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau tahan dan tidak ada yang bisa
menahan apa yang Engkau berikan. Tidak ada yang bisa mendekatkan apa yang
Engkau jauhkan dan tidak ada yang bisa menjauhkan apa yang Engkau Dekatkan. Ya
Allah, karuniakan kepada kami sebagian dari berkah, rahmat, karunia, dan
rezeki-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kenikmatan yang kekal kepada-Mu,
yang tidak berubah dan habis. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pertolongan
kepada-Mu saat lemah dan keamanan pada saat ketakutan. Ya Allah, Sesungguhnya
aku berlimdung kepada-Mu dari kejahatan yang Engkau berikan kepada kami dan
kejahatan yang Engkau tahan dari kami. Ya Allah, Jadikanlah kami mencintai iman
dan buatlah iman itu bagus didalam hati kami. Jadikanlah kami membenci
kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang
mengikuti jalan kebenaran. Ya Allah, matikanlah kami dalam keadaan berserah
diri dan hidupkanlah kami dalam keadaan berserah diri. Kumpulkanlah kami
bersama orang-orang yang shalih tanpa ada kehinaan dan bukan dalam keadaan
mendapat cobaan. Ya Allah, Perangilahlah orang-orang kafir yang mendustakan
rasul-rasul-Mu dan menghalangi manusia dari jalan-Mu. Berikanlah siksa dan
adzab-Mu kepada mereka. Ya Allah Perangilah orang-orang kafir yang telah diberi
Al-Kitab, wahai Ilah yang haq. Amiin
Wallahu A’lam Bish-Shawab Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.
Daftar Pustaka
Al Quran Al karim
Abdullah
bin, Muhammad Al khatib At Tibrizi, Misykatul Mashabih, Bairut: Maktabah
Islami, 1985
Abdullah
bin, Sami al Maghlouth, ATLAS Perjalanan Hidup Nabi Muhammad, Jakarta: Al
Mahira, 2008
Al
Mubarakfuri, Shafiyyurrahman, Ar Rahiq al Makhtum, Maktabah Syamilah,
Multaqa Ahlul Hadits, tt
Al
Mubarakfuri, Shafiyyurrahman, Ar Rahiq al Makhtum, Terjemah. Jakarta:
Ummul Qura, 2011
Haryanto,
Rasulullah Way of Managing People, Jakarta: Khalifa, 2009
Imran
(Imam wa Khatib Masjid al Yaman), Durus wa Ibrah min Ghazwati Uhud, Maktabah
Syamilah, tt
Lajnah
Ilmiyah bi Ma’had al-Aimmah wa al-Khuthaba, Al Sirah al Nabawiyah al Da’wah,
Terjamah, Jakarta: WAMY Jakarta, 2004
Roham,
Abu Jamin, Kronologi Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Emral, 2005
Umar bin, Ismail bin
Katsir, Al Fushuul Fi Siratir Rasul, Terjemah. Jakarta: Pustaka
Imam Asy-Syafi’i, 2010
[1] Ibn
Katsir, Al Fushuul Fi Siratir Rasul, Terjemah. Jakarta: Pustaka Imam
Asy-Syafi’i, 2010, hal.127
[2] Haryanto,
Rasulullah Way of Managing People, Jakarta: Khalifa, 2009, hal. 194
[3] Sami
bin Abdullah al Maghlouth, ATLAS Perjalanan Hidup Nabi Muhammad, Jakarta: Al
Mahira, 2008, hal. 238
[4] Lajnah
Ilmiyah bi Ma’had al-Aimmah wa al-Khuthaba, Al Sirah al Nabawiyah al Da’wah,
Terjamah, Jakarta: WAMY Jakarta, 2004, hal. 35
[5] Haryanto,
Rasulullah Way of Managing People, Jakarta: Khalifa, 2009, hal. 194
[6] Shafiyyurrahman
al Mubarakfuri, Ar Rahiq al Makhtum, Terjemah. Jakarta: Ummul Qura,
2011, hal. 469
[7]
Ibn
Katsir, Al Fushuul Fi Siratir Rasul, Terjemah. hal.127 “dalam kitab ibnu katsir ini hanya disebutkan
bulan dan tahunnya saja tanpa menyebutkan tanggal”
[8] Shafiyyurrahman
al Mubarakfuri, Ar Rahiq al Makhtum, Terjemah., hal. 468-469
[9]
Imran (Imam wa Khatib Masjid al Yaman), Durus wa Ibrah min Ghazwati Uhud, Maktabah
Syamilah, Hal. 2
[10] Abu
Jamin Roham, Kronologi Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Emral, 2005,
hal.151
[11]
Shafiyyurrahman al Mubarakfuri, Ar Rahiq al Makhtum, terjemah, hal. 459
[12]
Shafiyyurrahman al Mubarakfuri, Ar Rahiq al Makhtum, Maktabah Syamilah,
Multaqa Ahlul Hadits, hal. 221
[13] Muhammad
bin Abdullah Al khatib At Tibrizi, Misykatul Mashabih, Bairut: Maktabah
Islami, 1985, juz. 2, hal. 353
[14] Shafiyyurrahman
al Mubarakfuri, Ar Rahiq al Makhtum, hal. 255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar