BIOGRAFI IMAM AL GHAZALI
“Siapa yang tak kenal dengan
nama Imam Al Ghazali, yang namanya sudah mengudara dan terang benderang meng-udara
dilangit bagai bintang gejora yang menerangi malam gelap gulita, jasanya kepada
agama islam tak akan padam karena sinaran karyanya yang sudah menyebar
menerangi seluruh alam”
a.
Kelahiran
Imam Al Ghazali
Imam Al Ghazali nama lengkap beliau adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu
Muhammad Al Ghazali At-Thusi, yang terkenal dengan hujjatul Islam
(argumentator islam), beliau sangat di hormati dan di segani oleh para ulama’
dan umat islam pada zamannya hingga sekarang, hal ini dikarenakan jasa beliau
yang sangat besar terhadap islam, melalui dengan dakwah dan karyanya yang
menyebar keseluruh penjuru dunia termasuk di indonesia. Beliau lahir pada tahun
450 H, di Ghazalah suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah yang
waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan didunia islam.[1]
Keluarga Imam Al Ghazali sangat sederhana, ayahnya adalah seorang
pengrajin wol sekaligus sebagai pedagang hasil tenunannya, dan taat beragama,
mempunyai semangat keagamaan yang tinggi, seperti terlihat pada ketertarikannya
kepada ‘ulama dan mengharapkan anaknya menjadi ‘ulama yang selalu memberi
nasehat kepada umat. Itulah sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkan anaknya
(Imam Al Ghazali) dan saudarnya (Ahmad), ketika itu masih kecil dititipkan pada
teman ayahnya, seorang ahli tasawuf untuk mendapatkan bimbingan dan didikan.[2] Meskipun
dilahirkan dikalangan keluarga yang sederhana, hal ini tidak menjadikan beliau
malas namun justru menjadi penyemangat beliau dalam menuntut ilmu pengetahuan,
sehingga kita dapat mempelajari karya-karyanya yang sangat banyak dalam hal keislaman
dan ilmu lainnya.
b.
Pendidikan
dan Perjalanan Mencari Ilmu
Perjalanan Imam Al Ghazali dalam memulai pendidikannya di daerah
kelahirannya. Kepada ayahnya beliau belajar Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu
keagamaan yang lain, di lanjutkan di Thus dengan mempelajari dasar-dasar
pengetahuan. Setelah beliau belajar pada teman ayahnya (seorang ahli tasawuf),
ketika beliau tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, beliau mengajarkan
mereka masuk ke sekolah untuk memperoleh selain ilmu pengetahuan. Beliau mempelajari
pokok islam (Al-Qur’an dan Sunnah nabi). Diantara kitab-kitab hadits yang
beliau pelajari, antara lain:
Ø Shahih Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin Abdullah
Al Hafshi.
Ø Sunan Abi Daud, beliau belajar dari Al Hakim Abu Al Fath Al Hakimi.
Ø Maulid An Nabi, beliau belajar pada dari Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad Al Khawani.
Ø Shahih Al Bukhari dan Shahih Al Muslim, beliau belajar dari Abu Al
Fatyan ‘Umar Al Ru’asai.
Begitu
pula diantarnya bidang-bidang ilmu yang di kuasai Imam Al Ghazli (ushul al din)
ushul fiqh, mantiq, filsafat, dan tasawuf. Santunan kehidupan sebagaimana
lazimnya waktu beliau untuk belajar fiqh pada imam Kharamain, beliau dalam
belajar bersungguh-sungguh sampai mahir dalam madzhab, khilaf (perbedaan
pendapat), perdebatan, mantik, membaca hikmah, dan falsafah, imam Kharamain menyikapinya
sebagai lautan yang luas.[3]
Setelah
imam kharamain wafat kemudian beliau pergi ke Baghdad dan mengajar di
Nizhamiyah. Beliau mengarang tentang madzhab kitab al-basith, al-wasith,
al-wajiz, dan al-khulashoh. Dalam ushul fiqih beliau mengarang kitab al-mustasyfa,
kitab al-mankhul, bidayatul hidayah, al-ma’lud filkhilafiyah, syifaal alil fi
bayani masa ilit dan kitab-kitab lain dalam berbagai bidang.[4] Imam
Al Ghazali juga belajar fiqih dan ilmu-ilmu dasar yang lain dari Syaikh Ahmad
Al-Radzaski di Thus, dan dari Abu Nasral Ismailli di Jurjan. Setelah imam Al
Ghazali kembali ke Thus, dan selama 3 tahun di tempat kelahirannya, beliau
mengaji ulang pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kepada Yusuf Al Nassaj
(w-487 H). pada tahun itu imam Al Ghazali berkenalan dengan al-Juwaini dan memperoleh
ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul Ghofur Ismail Al-Farisi, Imam Al-Ghozali
menjadi pembahas paling pintar di zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan
prestasi muridnya. Walaupun kemashuran telah diraih imam Al Ghazali beliau
tetap setia terhadap gurunya sampai dengan wafatnya pada tahun 478 H.
Pada
tahun 488 H (kala itu beliau menjabat sebagai guru besar di madrasah
nidzhamiyah), Imam Al Ghazali dilanda keraguan (skeptis) terhadap ilmu-ilmu
yang dipelajarinya (hukum teologi dan filsafat). Keraguan pekerjaannya dan
karya-karya yang dihasilkannya, sehingga beliau menderita penyakit selama dua
bulan dan sulit diobati. Karena itu, Imam Al Ghazali tidak dapat menjalankan
tugasnya sebagai guru besar di madrasah nidzhamiyah, yang akhirnya beliau
meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus, selama kira-kira dua tahun imam Al Ghazali
di kota Damaskus beliau melakukan uzlah, riyadah, dan mujahadah. Kemudian
beliau pihdah ke Bait al Maqdis Palestina untuk melakukan ibadah serupa.
Setelah itu tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah
maqbarah Rasulullah Saw. Sepulang dari tanah suci, Imam Al Ghazali mengunjungi
kota kelahirannya di Thus, disinilah beliau tetap berkhalwat dalam keadaan
skeptis sampai berlangsung selama 10 tahun. Pada periode itulah beliau menulis
karyanya yang terkenal dan fenomenal ”Ihya’ ’Ulum al-Din”(menghidupkan kembali ilmu agama).[5]
Kemudian dikota inilah (Thus) beliau wafat pada tahun 505 H. Abul Fajar Al-Jauzi
dalam kitabnya al asabat ‘inda amanat mengatakan; Ahmad saudaranya imam al
Ghazali berkata pada waktu shubuh, “Abu Hamid berwudhu dan melakukan sholat,
kemudian beliau berkata: Ambillah kain kafan untukku kemudian ia mengambil dan
menciumnya lalu meletakkan diatas kedua matanya, beliau berkata ”Aku mendengar
dan taat untuk menemui Al Malik kemudian menjulurkan kakinya dan menghadap
kiblat”. Imam Al Ghazali yang bergelar hujjatul islam itu meninggal dunia
menjelang matahari terbit di kota kelahirannya (Thus) pada hari senin 14
Jumadil Akir 505 H. Imam Al Ghazali dimakamkan di Zhahir al Tabiran, ibukota Thus.[6]
c.
Pujian
dan kritikan ulama’ kepada Imam Al Ghazali.
Imam Al Ghazali adalah sosok yang sangat spesial dan terkenal
dengan kecerdasannya dalam menguasai berbagai ilmu, sehingga banyak kalangan
ulama’ yang memuji kacemerlangan beliau dalam berfikir dan memahami ilmu-ilmu
yang sangat luas. Diantaranya pujian itu berasal dari para pengagumnya dari kalangan ulama terdahulu seperti Ibn Hajar, Ibn
Katsir, Imam Muhammad ibn Yahya dan lain-lain. Dari kalangan ulama kontemporer,
Abul Hasan Ali Al-Nadawi, seorang ulama besar asal India mengatakan, "Al
Ghazali adalah seorang pemikir yang cemerlang, cendekiawan yang agung serta
tokoh reformasi yang telah berusaha membangun kembali konstruksi baru bidang
pemikiran dalam dunia Islam". Dan juga ulama dan intelektual kontemporer
sebagai pengagum Al Ghazali, antara lain adalah Mushtafa Al-Maraghi (mantan
Syaikh Al-Azhar), Abul A'la Al-Maududi dan Ahmad Fuad Ahwani.
Namun dari sekian
banyak pengagum dan pembela Imam Al Ghazali, tidak sedikit pula pengkritik dan pengecamnya dari dulu hingga
sekarang. Yang sangat keras mengecam Al Ghazali dari kalangan ulama dahulu
antara lain Abu Bakar Al-Maliki, Ibn Shalah, dan Ibnul Jauzi. Adapun dari
kalangan intelektual kontemporer yang sangat keras mengecam beliau adalah dari
kelompok rasionalis Islam, kaum Mu'tazilah dan terutama dari para ahli filsafat
Islam. Dalam pandangan mereka, Al Ghazali telah melakukan kesalahan besar
terhadap perjalanan sejarah Islam karena dalam memberikan solusi terhadap
problematika umat, lebih cenderung mengajak mereka untuk memasuki jalan tasawuf
yang mengabaikan kehidupan dunia dan menghambat kemajuan masyarakat karena
tenggelam dalam mencari kebahagiaan yang bersifat pribadi dan individualistis. Lebih
dari itu, ahli filsafat Islam berpendapat bahwa pemikiran Al Ghazali menjadi
starting point dari pada kemunduran peradaban Islam. Yaitu berawal dari
diluncurkannya suatu karyanya yang spektakuler pada abad XIV Masehi yang
berjudul Tahafut al-Falasifah. Karya ini dianggap tidak hanya
menghancurkan filsafat metafisika, akan tetapi juga turut andil melemahkan umat
Islam dalam mengadakan riset dan penemuan baru di bidang natural science atau
ilmu pengetahuan alam. Sehingga umat islam kurang berpengaruh dalam rangka
perkembangan baik riset, teknologi, natural science dan ilmu pengetahuan alam.
d.
Karya-karya Imam Al
Ghazali
Imam Al Ghozali termasuk penulis
yang sangat produktif dan menghasilkan banyak karya, karya-karya beliau diperkirakan
mencapai 300-an kitab, diantara beberapa karyanya adalah :
1. Maqhasid
al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi
masalah-masalah filsafah.
2. Tahaful al falasifah (kekacauan
pikiran para filusifi) buku ini dikarang sewaktu berada di Baghdad di kala
jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku
ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
3. Miyar al ‘ilmi/miyar almi
(kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihya’
ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya
yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara
Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf dan
filsafat.
5. Al munqiz min al dhalal
(penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah perkembangan alam
pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam
ilmu serta jalan mencapai tuhan.
6. Al-ma’arif al-aqliyah
(pengetahuan yang nasional)
7. Miskyat
al anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan
tasawuf.
8. Minhaj al abidin (jalan
mengabdikan diri terhadap tuhan).
9. Al iqtishad fi al i’tiqod
(moderisasi dalam aqidah).
10. Ayyuha al walad.
11. Al musytasyfa
12. Ilham al –awwam an ‘ilmal
kalam.
13. Mizan al amal.
14. Akhlak
al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan dari
kejahatan).
15. Assrar ilmu addin (rahasia
ilmu agama).
16. Al washit (yang
pertengahan) .
17. Al wajiz (yang ringkas).
18. Az-zariyah ilaa’ makarim
asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
19. Al hibr
al masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang nasehat
kepada para raja).
20. Al mankhul minta’liqoh al
ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
21. Syifa al
qolil fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat orang dengki
penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
22. Tarbiyatul aulad fi islam
(pendidikan anak di dalam islam)
23. Tahzib al ushul (elaborasi
terhadap ilmu ushul fiqiha).
24. Al ikhtishos fi al
‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
25. Yaaqut at ta’wil (permata
ta’wil dalam menafsirkan al qur’an), dan lain-lain.
Demikianlah
sekilas pembahasan tentang biografi Imam Al Ghazali, walaupun beliau memiliki
beberapa kekurangan dan juga mendapatkan beberapa kritikan dari para ulama’
salaf dan khalaf, tapi kita tidak bisa memungkiri bahwa beliau juga mempunyai
andil yang sangat besar dalam mengembangkan dakwah islam, dan juga karya beliau
yang telah tersebar di seluruh penjuru dunia telah banyak meng-inspirasi umat
dalam membangun peradaban khususnya peradaban dunia islam. Wallahhu A’lam
Bishshawab.
[1] Tim
Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,
Jakarta : Van Hoeve Letiar Baru, 1997 , Hal:25
[2]
Imam Al Ghazali, Pembuka Pintu Hati, Bandung : MQ Publishing, 2004, Hal. 4
[3]
Hima wijaya, Mengenal Al Ghazali Keraguan Adalah Awal Keyakinan,
Bandung: Mizan Media Utama MMU, 2004 ,Hal: 15
[4]
Hudari Bik, Tarikh Al Tasri Al Islam, Semarang : Darul Ihya, 1980 ,
terj. Zuhri, Hal: 570
[5] Ibid,
Hal: 19
[6]
Imam Al Ghazali, Pembuka Pintu Hati, Semarang : Darul Ihya, 1980, Hal.
266
Tidak ada komentar:
Posting Komentar