Mutiara Hikmah

icon

icon

Selasa, 13 November 2012

BAGAIMANA HUKUM TIDUR SETELAH SHUBUH,ASHAR DAN MAGHRIB???


BAGAIMANA HUKUM TIDUR SETELAH SHUBUH,ASHAR DAN MAGHRIB??? Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa istiqamah dijalannya. Amma ba’du. 

TIDUR SETELAH SHUBUH. Mengenai masalah ini tidak terdapat satu nash pun yang melarang seseorang tidur setelah shalat shubuh sehingga hukumnya adalah tetap seperti asalnya yaitu boleh. Namun demikian diantara arahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya bahwa apabila mereka menunaikan shalat shubuh maka mereka tetap duduk di tempat shalat mereka hingga terbit matahari, sebagaimana disebutkan didalam Shahih Muslim (1/463) no. 670 dari hadits Sammak bin Harb katanya; aku berkata kepada Jabir bin Samurah; "Mungkin anda pernah duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Dia menjawab; "Ya, dan itu banyak kesempatan, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah beranjak dari tempat shalatnya ketika subuh atau pagi hari hingga matahari terbit, jika matahari terbit, maka beliau beranjak pergi. Para sahabat seringkali bercerita-cerita dan berkisah-kisah semasa jahiliyahnya, lantas mereka pun tertawa, namun beliau hanya tersenyum." Juga permintaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Tuhannya agar memberkahi umatnya di pagi hari mereka, sebagaimana terdapat didalam hadits dari Shakhr Al Ghamidi, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau mengucapkan:

 صحيح أبي داود (2/ 494) عن صخر الغامدي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال اللهم بارك لأمتي في بكورها وكان إذا بعث سرية أو جيشا بعثهم من أول النهار وكان صخر رجلا تاجرا وكان يبعث تجارته من أول النهار فأثرى وكثر ماله * ( صحيح 

Jumat, 02 November 2012

Mutiara nasehat bijak islami

Dunia hanyalah jembatan yg menghubungkan kita dg akhirat. Janganlah keindahan sebuah jembatan melalaikan kita dari hakekat sebuah tujuan. (Majalah Adz-Dzakhiirah No. 11 Edisi 65-1431/2010 >>>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila suatu musibah menimpamu, janganlah engkau berkata, ‘Kalau saja aku berbuat demikian, tentu akan terjadi demikian dan demikian.’ Akan tetapi katakanlah, ‘(Ini adalah) ketentuan Allah. Apa saja yang Dia kehendaki pasti terjadi’, karena ucapan ‘seandainya’ akan membuka celah perbuatan setan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)<<< >>>Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya obat bagi orang yang saling mencintai adalah dengan menyatunya dua insan tersebut dalam jenjang pernikahan.” (Raudhatul Muhibbin)<<< >>>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Apabila engkau hendak meluruskannya, ia akan patah. Maka berhati-hatilah memeliharanya, (sehingga) engkau akan dapat hidup bersamanya.” (Riwayat Ahmad V : 8 dan Ibnu Hibban 1308 dan dalam Shahihul Jami’ II 163)<<< >>>Barangsiapa yang menutupi (kejelekan) seorang muslim, Allah akan menutupi (kejelekannya) di dunia dan di akhirat. (HR. Muslim)<<< Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bagaimana pendapat kalian jika di depan rumah salah seorang dari kalian terdapat sungai yg mengalir, kemudian dia mandi disana sebanyak 5 kali dalam sehari, apakah akan ada kotoran yg tersisa padanya?” Para sahabat menjawab, “Sama sekali tidak akan ada yg tersisa ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Begitu pula shalat yg 5 (waktu), dengannya Allah ‘azza wajalla akan menghapus kesalahan2nya.” >>>Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Tunaikanlah hak kedua telingamu daripada hak mulutmu. Karena dijadikan untukmu dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara.”<<< “Siapa yang berjalan ke masjid di kegelapan malam, maka Allah akan memberikan cahaya kepadanya pada Hari Kiamat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hibban, dan selainnya) >>>Ibnu Munkadir berkata, “Tidak ada yang tersisa dari kelezatan dunia kecuali dari tiga hal: Qiyamul Lail, bertemu dengan saudara seiman dan shalat berjama’ah di masjid.” (Al-Ihyaa; I/423)<<< >>>Abu Hazim mengatakan, “Bersyukur dengan seluruh anggota tubuh adalah menahannya dari maksiat dan selalu menggunakannya dalam ketaatan.” (Jamiul Ulum wal Hikam, 295)<<< >>>Ketahuilah bahwa setiap orang yang hidup di muka bumi ini adalah tamu dan harta kekayaan yang ada di tangannya adalah pinjaman. Seorang tamu itu harus pergi dan barang pinjaman harus dikembalikan. (Nuriyyah Ibnul Qayyim al-Jauziyyah; wafat 656 H)<<< A British man came to Sheikh and asked, “Why is not permissible in Islam for women to shake hands with a man?” The Sheikh said, “Can you shake hands with Queen Elizabeth?” British man replied, “Of course not, there are only certain people who can shake hands with Queen Elizabeth.” Sheikh replied with a smile on his face, “Our women are Queens and Queens do not shake hands with strange men…” >>>Syarat Diterimanya Taubat<<< > Menghindari dosa untuk saat ini.
> Menyesali dosa yang telah lalu.
> Bertekad untuk tidak melakukannya lagi di masa datang.
> Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka harus diselesaikan.
~Faedah Tafsir Ibnu Katsir~

Dari Anas dan Qatadah radhiallaahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :
“Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri”.
Qotadah berkata:”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu lebih buruk lagi”. (HR. Muslim dan Turmidzi)

>>>Abdullah bin ‘Umar berkata, ”Membuat orang tua menangis termasuk bentuk durhaka pada orang tua.”<<< >>>Yahya bin Mu’adz berkata, ”Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.”<<< >>>Ar Rabi’ bin Anas: ”Tanda cinta kepada Allah adalah banyak mengingat (menyebut)Nya, karena tidaklah engkau menyukai sesuatu kecuali engkau akan banyak mengingatnya.” (Jami’al Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab)<<< >>>Ibnu Rajab Al Hambaliy rahimahullah berkata, ”Sesungguhnya seorang mukmin tidak sepantasnya untuk menjadikan dunia sebagai tempat tinggalnya dan merasa tenang di dalamnya akan tetapi sepatutnya dia di dalam dunia ini bagaikan orang yang sedang melakukan perjalanan…”(Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 379)<<< >>>Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan salah satu manfaat menjaga pandangan mata adalah bisa menuntun hati selalu akrab dengan Allah dan harmonis denganNya. Membebaskan pandangan mata bisa memisahkan hati dan menjauhkannya dari Allah. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi hati selain membebaskan pandangan mata. Karena hal itu bisa menjerembabkan hamba pada kesepian dan keterasingan dalam hidupnya antara dirinya dengan Tuhannya<<< >>>Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, ”Panjang angan-angan akan melahirkan rasa malas mengerjakan ketaatan, menunda-nunda tobat, cinta dunia, melupakan akhirat serta kerasnya hati. Karena kelembutan dan kebeningan hati, hanya akan diraih dengan mengingat mati, kubur, pahala, siksa, serta huru hara di hari kiamat…”<<< +
>>>”Sesungguhnya kebaikan itu memancarkan cahaya pada wajah seseorang, dan cahaya pada hati, keluasan dalam rezeki, kekuatan pada badan, kecintaan di tengah makhluk. Dan keburukan akan mengakibatkan kehitaman pada wajah, kegelapan dalam hati, kelemahan badan dan kekurangan rezeki, serta kebencian di dalam hati para makhluk Allah.”(Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu)<<< >>>”Tak selamanya kita memperoleh semua yang kita sukai, maka belajarlah untuk menyukai semua yang telah kita peroleh…”<<< >>>”Cintailah orang yang kamu cintai dengan sewajarnya. Karena barangkali suatu saat kamu membencinya. Dan bencilah orang yang kamu benci dengan sewajarnya. Sebab, mungkin saja suatu hari kamu mencintainya.” (HR. Al Baihaqi, At Tirmidzi, dll)<<< >>>Imam Ahmad berkata, ”Jika engkau ingin Allah melancarkan untukmu sesuatu yang engkau cintai, maka teruslah mengerjakan sesuatu yang Dia cintai.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah 10/330)<<< >>>Seseorang bertanya kepada Ibnul Jauzi rahimahullah, ”Apakah yang paling utama, apakah aku harus bertasbih atau istighfar?” Beliau menjawab, ”Baju yang kotor lebih membutuhkan sabun daripada minyak wangi.” (Jawaahiru Shifatish Shafwah)<<< >>>”Kebahagiaan hati hanyalah dapat diperoleh oleh hati yang beriman kepada Allah. Tidaklah mungkin kebahagiaan itu diperoleh oleh hati yang membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Jadi, meskipun orang-orang kafir memiliki harta sepenuh bumi, mereka tidaklah mungkin bahagia. Kalaupun mereka berbahagia, itu hanyalah kebahagiaan yang semu. Karena surga mereka hanyalah di dunia semata.”<<< >>>”Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan menjadikan baginya penyelesaian dari kegelisahannya, jalan keluar dari kesulitannya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ahmad, Musnad no. 2234)<<< >>>Wahaab bin Munabbih berkata, ”Jika seseorang memujimu dengan apa-apa yang tidak ada padamu, maka janganlah kamu merasa aman darinya untuk mencelamu dengan apa-apa yang tidak ada padamu.”(Shifat Ash-Shofwah 2/295)<<< >>>Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu…
Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari…
Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit…<<< >>Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula.<<< +

>>>”Tidak ada suatu rezeki yang Allah berikan kepada seorang hamba yang lebih luas baginya daripada sabar.” (HR. Al Hakim)<<< >>>”Barangsiapa meninggalkan perhatiannya dari aib orang lain, maka dia akan diberi kemampuan untuk memperbaiki aibnya sendiri.” (Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu)<<< >>>“Ada dua golongan dari penduduk neraka yg belum pernah aku lihat:
[1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan
[2] para wanita yg berpakaian tp telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)<<< >>>“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)<<< >>>DOA MEMOHON ISTIQOMAH: ”Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8)<<< >>>Nabi bersabda, ”Permisalan seorang mukmin yg membaca Al-Qur’an adalah seperti buah atrujah, baunya harum dan rasanya enak. Permisalan seorang mukmin yg tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya manis. Adapun orang munafik yg membaca Al-Qur’an permisalannya seperti buah raihanah, baunya wangi tapi rasanya pahit. Sementara orang munafik yg tidak membaca Al-Qur’an seperti buah hanzhalah, tidak ada baunya, rasanya pun pahit.”(HR. Bukhari no. 5020 dan Muslim no. 1857)<<< >>>Rasulullah bersabda, ”Apabila seorang wanita mengerjakan shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, ‘Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.”(HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)<<< >>>Betapa banyak rumah yang sempit terasa begitu luas karena kasih sayang yang bersemi di antara penghuninya. Betapa banyak rumah yang luas terasa begitu sempit karena tidak ada kasih sayang di antara penghuninya…<<< ”Tak ada manusia yang paling menderita, kecuali seorang yang sedang jatuh cinta. Walaupun mendapatkan manisnya cinta, selalu menangis di setiap waktu, karena takut berpisah dengannya. Menangis tatkala jauh darinya, dan menangis tatkala dekat dengannya…”(Mayat-Mayat Cinta hal. 32) >>>Rasulullah bersabda, ”Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya hati.”(HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 2417)<<<

‘Orang yg terbiasa shalat malam akan merasakan kelezatan malam mereka melebihi kelezatan yg dirasakan oleh orang yg hanyut dlm prbuatan sia2 dlm kesia-siaan mereka.”

TOKOH MUSLIM(TABI'IN)

Tabi’in: Raja’ bin Haiwah
Tiga ulama di masa tabi’in yang tidak ada bandingannya dan tidak ada yang menyamainya. Seakan mereka bertemu dan bersepakat untuk saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Berjanji setia untuk selalu berada di atas kebaikan dan kebajikan, meniti hidupnya di atas takwa dan ilmu, bertekad bulat untuk berkhidmat kepada Allah dan Rasul-Nya dan juga kaum muslimin. Mereka itu adalah Muhammad bin Sirin dari Irak, al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr dari Hijaz dan Raja’ bin Haiwah dari Syam. Marilah kita telusuri perjalanan saat-saat penuh berkah dalam sejarah orang yang ketiga ini, yakni Raja’ bin Haiwah. Raja’ bin Haiwah lahir di Bisaan Palestina, kira-kira di akhir masa khilafah Utsman bin Affan radhiyallahu a’nhu. Asal-usulnya dari kabilah Kindah Arab. Sehingga Raja’ adalah orang palestina dari keturunan Arab dan keluarga Bani Kindah. Beliau tumbuh dalam ketaatan kepada Allah sejak kecil, dicintai Allah dan menyenangkan hati hamba-hamba-Nya. Beliau gemar mencari ilmu sejak awal pertumbuhannya, dan ilmu pun serasa cocok bersemayam di hatinya yang subur dan mengisi celah-celahnya yang masih kosong. Semangatnya yang paling besar adalah ketika mempelajari dan mendalami Kitabullah, serta membekali diri dengan hadis-hadis Nabi. Pikirannya diterangi oleh cahaya Alquran, pandangannya disinari oleh hidayah nubuwah, dan dadanya penuh dengan nasihat dan hikmah. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh berarti telah diberi karunia yang banyak. Beruntung beliau mendapat kesempatan untuk menimba ilmu dari para sahabat seperti Abu Sa’id al-Khudri, Abu Darda, Abu Umamah, Ubadah bin Shamit, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abdullah bin Amru bin Ash, Nawwas bin Sam’an dan lain-lain. Mereka semua menjadi lentera hidayah dan cahaya pengetahuan bagi beliau. Pemuda ini menetapkan kedisiplinan atas dirinya sendiri. Motto yang dipelihara dan diulang-ulang sepanjang hayatnya adalah: Betapa indahnya Islam bila berhiaskan iman Betapa indahnya iman bila berhiaskan takwa Betapa indahnya takwa bila berhiaskan ilmu Betapa indahnya ilmu bila berhiaskan amal Betapa indahnya amal bila berhiaskan kasih sayang Raja’ bin Haiwah menjadi menteri dalam beberapa periode khalifah Bani Umayah. Dimulai sejak khalifah Abdul Malik bin Marwan hingga masa Umar bin Abdul Aziz. Hanya saja, hubungannya dengan Sulaiman bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz lebih istimewa daripada khalifah-khalifah yang lain. Beliau mendapat tempat di hati khalifah-khalifah Bani Umayah ini karena kecerdasan akalnya, kebagusan bahasanya, ketulusan niatnya, serta kebijakannya dalam menyelesaikan suatu masalah. Di samping itu, juga karena kezuhudannya terhadap kemewahan dunia yang ada di tangan para penguasa itu, yang biasanya diperebutkan oleh orang-orang yang tamak. Kedekatan hubungannya dengan khalifah-khalifah Bani Umayah merupakan perwujudan rahmat dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi mereka, karena beliau senantiasa mendorong mereka kepada kebaikan dan menunjukkan jalannya, menjauhkan dari kejahatan dan menutup pintunya, menunjukkan indahnya kebenaran hingga mereka mau mengikuti, dan menggambarkan betapa buruknya kebathilan hingga mereka menjauhi. Beliau menunaikan nasihat bagi Allah, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin. Telah terjadi peristiwa yang dialami Raja’ bin Haiwah sehingga mampu menerangi jalan agar beliau menempuh jalan yang benar dalam bergaul dengan khalifah dan bagaimana dia membatasi diri dalam tugasnya. Beliau menceritakan perihal dirinya sebagai berikut: “Ketika itu, aku berdiri bersama khalifah Sulaiman bin Abdul Malik di tengah ramainya manusia. Tiba-tiba aku lihat seseorang keluar dari kerumunan massa dan berjalan mendekati kami. Wajahnya tampan dan penuh wibawa, menerobos kerumunan orang sehingga aku merasa pasti dia hendak menghampiri khalifah. Tetapi ternyata dia berdiri di sampingku, memberi salam lalu berkata: “Wahai Raja’, engkau telah diuji melalui orang ini [sambil menunjuk khalifah]. Kedekatanmu denganya bisa mendatangkan kebaikan yang banyak, namun bisa pula menimbulkan keburukan yang banyak. Maka jadikanlah kedekatanmu dengannya sebagai sarana untuk mendapatkan kebaikan bagi dirimu dan orang lain. Ketahuilah wahai Raja’, bila seseorang memiliki kedudukan di sisi pengauasa kemudian dia mengurus kebutuhan orang-orang lemah yang tak kuasa mengajukannya kepada penguasa, maka dia akan menjumpai Allah Subhanahu wa Ta’ala di hari kiamat nanti dengan kedua kaki yang mantap untuk dihisab. Ketahuilah wahai Raja’, barangsiapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencukupi kebutuhannya. Ketahuilah pula wahai Raja’, bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah menyenangkan hati seorang muslim.” Raja’ berkata, “Ketika aku sedang asyik memperhatikan dengan seksama kata-kata orang itu dan menunggu kelanjutannya, namun tiba-tiba khalifah memanggil: “Wahai Raja’ bin Haiwah!” Aku bergegas menuju ke tempat khalifah seraya menjawab, “Aku di sisimu wahai Amirul Mukminin.” Khalifah menanyakan sesuatu dan aku menjawab. Setelah itu aku segera menengok ke arah orang yang menasihatiku tadi, namun ia sudah tak lagi berada di tempatnya. Aku mencarinya di antara kerumunan orang ramai, namun aku tak mendapatkannya.” Raja’ bin Haiwah banyak membimbing ke arah sikap jujur khalifah-khalifah Bani Umayah hingga tertulis dalam lembaran sejarah yang paling indah, diriwayatkan dari generasi ke generasi sebagai tokoh salaf. Sebagai contohnya, peristiwa di mana suatu hari ada orang yang mengadu kepada khalifah Abdul Malik bin Marwan tentang adanya seseorang yang membenci Bani Umayyah dan berpihak kepada Abdullah bin Zubair. Si pelapor menceritakan tentang perkataan dan perbuatan orang yang dimaksud, hingga memancing amarah khalifah dan mengancam: “Demi Allah, jika Allah memberiku kesempatan untuk menangkapnya, sungguh aku akan melakukannya, aku akan melakukannya, akan aku kalungkan pedang di lehernya!” Tak berselang lama setelah itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan khalifah dapat menangkap orang yang diadukan tersebut. Dia digiring menghadap khalifah dengan cara yang kasar. Ketika melihat orang itu, khalifah naik pitam dan hampir melaksanakan ancamannya, namun Raja’ bin Haiwah berkata, “Wahai Amirul Mukminin, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi Anda kesempatan untuk melaksanakan keinginan Anda dengan kekuatan yang Anda miliki, maka sekarang lakukanlah untuk Allah apa yang disukai-Nya, yaitu ampunan.” Seketika itu juga amarah Amirul Mukminin menjadi reda dan menjadi tenanglah hatinya. Kemudian dia memaafkan orang tersebut, melepaskannya dan memperlakukannya secara baik. Pada tahun 91 H, Khalifah al-Walid bin Abdul Malik menunaikan haji didampingi oleh Raja’ bin Haiwah. Sesampainya di Madinah, khalifah mengunjungi masjid Nabawi asy-Syarif disertai Umar bin Abdul Aziz. Beliau ingin melihat-lihat masjid Nabawi itu karena telah memiliki tekad untuk memperluasnya menjadi 200 hasta. Orang-orang yang berada di dalamnya diminta keluar dari masjid agar Amirul mukminin dapat memperkirannya. Tidak tersisa lagi orang yang di dalamnya kecuali Sa’id bin Musayyab, karena petugas tidak berani menyuruhnya keluar. Melihat hal itu, Umar bin Abdul Aziz, sebagai wali kota mengutus seseorang untuk mengatakan kepada Sa’id agar keluar seperti yang lain. Tetapi Sa’id menjawab, “Saya tidak akan meninggalkan masjid kecuali pada waktu-waktu yang biasa saya tinggalkan setiap hari.” Lalu dikatakan, “Kalau begitu hendaknya Anda berdiri sekedar memberi hormat dan salam kepada Amirul Mukminin..” Beliau menjawab, “Saya datang kemari untuk berdiri bagi Rabb-ul Alamin.” Demi melihat polemik yang terjadi antara utusannya dengan Imam Sa’id bin Musayyab, Umar bin Abdul Aziz segera mengarahkan Amirul Mukminin menjauh dari tempat Sa’id duduk. Sementara Raja’ mengalihkan perhatiannya dengan mengajak berbincang-bincang, sebab Umar dan Raja’ tahu akan kekerasan sikap khalifah. Mendadak al-Walid bertanya, “Siapakah orang tua tersebut? Bukankah dia Sa’id bin Musayyab?” Keduanya berkata, “Benar wahai Amirul Mukminin,” lalu keduanya segera menyebut-nyebut tentang kebaikan agama dan ilmunya serta keutamaan dan ketakwaannya. Keduanya berkata, “Seandainya beliau mengetahui posisi Anda, tentulah akan datang dan memberi salam, hanya saja beliau sudah lemah penglihatannya.” Al-Walid berkata, “Aku baru mengetahui bahwa keadaannya seperti yang kalian sebutkan. Dia lebih berhak untuk kita datangi dan kita dahului mengucapkan salam.” Khalifah al-Walid mengelilingi masjid hingga sampai di tempat duduk Sa’id bin Musayyab, beliau berhenti memberi salam dan bertanya: “Bagaimana keadaan Anda, wahai syaikh?” Sa’id menjawab tanpa beranjak dari tempatnya, “Dalam limpahan nikmat-Nya, segala puji bagi Allah, bagaimana keadaan Amirul Mukminin? Semoga mendapat taufik untuk mengerjakan apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah.” Sambil berlalu al-Walid berkata, “Beliau adalah sisa-sisa orang terdahulu, sisa pendahulu umat ini.” Ketika tampuk kekhalifahan jatuh ke tangan Sulaiman bin Abdul Malik, Raja’ bin Haiwah mendapat kepercayaan penuh di sisinya melebihi yang lain. Sulaiman sangat mempercayainya, menggunakan pemikiran dan pandangan-pandangannya dalam segala urusan yang besar maupun yang kecil. Begitu banyak peristiwa mengesankan yang beliau alami bersama Sulaiman bin Abdul Malik. Namun ada satu peristiwa monumental bagi sejarah Islam dan kaum muslimin, karena masalahnya yang sangat urgen. Yakni soal pengganti khalifah, di mana Raja’ cenderung untuk memilih Umar bin Abdul Aziz. Raja’ bin Haiwah menceritakan peristiwa bersejarah tersebut: Di awal hari Jumat di bulan Safar tahun 99 H, aku mendampingi Amirul Mukminin Sulaiman di Dabik. Saat itu Amirul Mukminin telah mengirimkan suatu pasukan yang kuat untuk menggempur Turki di bawah komandan saudaranya, Maslamah bin Abdul Malik, dan didampingi putra beliau Dawud, beserta sebagian besar dari keluarganya. Beliau telah bertekad untuk tidak meninggalkan Dabik sebelum menguasai Konstantinopel atau mati. Ketika waktu telah mendekati shalat Jumat, Amirul Mukminin berwudhu dengan sebagus-bagus wudhu, memakai jubah berwarna hijau dan surbannya berwarna hijau pula. Beliau merasa bangga melihat keadaannya di cermin yang terlihat masih muda, di mana saat itu usia khalifah baru sekitar 40 tahun. Kemudian beliau keluar untuk menunaikan shalat Jumat bersama orang-orang. Sepulangnya dari shalat Jumat, tiba-tiba beliau merasa demam. Rasa sakit tersebut kian hari bertambah parah. Sehingga beliau meminta agar aku (Raja’) senantiasa dekat di samping beliau. Suatu kali, ketika aku masuk ke ruangan khalifah, aku dapati Amirul Mukminin sedang menulis sesuatu. Aku bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan wahai Amirul Mukminin?” Beliau menjawab, “Aku menulis wasiat untuk penggantiku yakni putraku Ayyub.” Aku berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ketahuilah bahwa yang akan menyelamatkan Anda dari tanggung jawab kelak di hadapan Allah adalah dengan menunjuk seorang pengganti yang shalih untuk umat ini. Sedangkan putra Anda itu masih terlampau kecil, belum dewasa, belum dapat dijamin kebaikan dan keburukannya.” Beliau berkata, “Ini hanya tulisan main-main saja. Untuk itu, aku hendak shalat istikharah dahulu.” Kemudian beliau merobek tulisan tersebut. Setelah satu atau dua hari kemudian aku dipanggil dan ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang putraku, Dawud wahai Abu Miqdam?” Aku berkata, “Dia tidak ada di sini. Dia sedang berada di medan perang di Konstantinopel bersama kaum muslimin dan Anda sendiri tidak mengetahui apakah dia masih hidup atau sudah gugur.” Beliau berkata, “Menurutmu, siapakah gerangan yang pantas menggantikan aku wahai Raja’?” Aku berkata, “Keputusannya terserah Anda wahai Amirul Mukminin..” Aku ingin melihat siapa saja yang beliau sebut, sehingga aku bisa mengomentarinya satu persatu, lalu sampailah nama Umar bin Abdul Aziz yang sebenarnya aku maksud.” Beliau berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang Umar bin Abdul Aziz?” Aku berkata, “Demi Allah, aku tidak mengetahui tentang beliau melainkan bahwa dia adalah orang yang utama, sempurna, cerdas, bagus agamanya, dan berwibawa.” Beliau berkata, “Engkau benar, demi Allah, dialah yang layak untuk jabatan ini. Hanya saja jika dia yang aku angkat sementara aku tinggalkan anak-anak Abdul Malik, tentu akan terjadi fitnah.” Aku berkata, “Kalau begitu, pilihlah salah satu dari mereka dan tetapkan baginya sebagai pengganti setelah Umar.” Beliau berkata, “Anda benar, hal itu bisa membuat mereka tenang dan ridha.” Kemudian Amirul Mukminin mengambil kertas dan beliau tulis: “Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah surat dari hamba Allah, Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik untuk Umar bin Abdul Aziz. Aku mengangkatmu sebagai khalifah penggantiku, dan setelah kamu adalah Yazid bin Abdul Malik, maka bertakwalah kepada Allah dan taatilah dia, janganlah kalian bercerai-berai karena akan mengakibatkan senangnya orang-orang yang menginginkan hal itu terjadi atas kalian.” Kemudian beliau menutup surat itu dan menyerahkannya kepadaku, selanjutnya dikirim kepada Ka’ab bin Hamiz selaku kepala keamanan. Lalu khalifah berkata, “Perintahkanlah seluruh keluargaku untuk berkumpul dan sampaikan bahwa surat wasiat yang berada di tangan Raja’ bin Haiwah adalah benar-benar pernyataanku. Lalu perintahkan mereka untuk membaiat kepada orang yang disebutkan namanya dalam wasiat itu.” Setelah semuanya berkumpul, aku berkata, “Ini adalah surat wasiat Amirul Mukminin yang berisi perintah pengangkatan khalifah penggantinya dan beliau telah memerintahkan aku untuk mengambil baiat kalian bagi orang yang tercantum sebagai calon penggantinya.” Mereka berkata, “Kami mendengar, dan akan taat kepada Amirul Mukminin penggantinya.” Setelah itu mereka minta izin menemui Amirul Mukminin untuk mengucapkan salam. Aku berkata, “Silakan.” Setelah mereka masuk, Sulaiman berkata, “Sesungguhnya surat yang berada di tangan Raja’ berisi pesan bagi khalifah penggantiku maka taatilah dia dan baiatlah kepada orang yang kusebutkan namanya di dalamnya.” Satu demi satu orang-orang membaiat. Kemudian aku keluar dengan membawa surat yang tertutup rapi dan tak ada seorangpun yang tahu selain aku dan Amirul Mukminin. Setelah orang-orang membubarkan diri, Umar bin Abdul Aziz mendekatiku dan berkata, “Wahai Abu Miqdam, selama ini Amirul Mukminin begitu baik kepadaku dan telah memberiku kekuasaan karena kebijaksanaan dan ketulusannya dalam masalah ini. Oleh sebab itu, aku bertanya karena Allah, atas nama persahabatan dan kesetiakawanan kita, beritahukanlah kepadaku nama tersebut, sedandainya dalam wasiat Amirul Mukminin tersebut ada sesuatu yang ditujukan khusus kepadaku, agar aku bisa menolaknya sebelum terlambat.” Aku berkata, “Tidak, demi Allah aku tidak akan memberitahukan walau satu huruf pun dari isi surat itu tentang apa yang kau inginkan.” Umar bin Abdul Aziz pun pergi dengan kecewa. Setelah itu giliran Hisyam bin Abdul Malik mendekatiku dan berkata, “Wahai Abu Miqdam, di antara kita telah terjalin persahabatan yang begitu lama. Aku mengucapkan banyak terima kasih untuk itu dan tak akan pernah melupakan jasa-jasamu. Maka tolonglah beritahukan kepadaku isi surat Amirul Mukminin itu. Jika jabatan tersebut diserahkan kepadaku, aku akan tutup mulut, tetapi jika diberikan kepada yang lainnya, akau akan bicara. Orang seperti saya tidak selayaknya dikesampingkan dalam urusan ini. Aku bersumpah tidak akan membocorkan rahasia ini.’ Aku berkata, “Tidak, demi Allah aku tidak akan memberitahukan kepadamu satu huruf pun dari isi surat yang dipercayakan Amirul Mukminin kepadaku.” Dia pergi dengan mengepalkan tangannya seraya menggerutu, “Kepada siapa lagi dia menyerahkan jabatan jika aku disingkirkan? Mungkinkah khilafah ini akan lepas dari tangan anak-anak Abdul Malik? Demi Allah, akulah yang paling utama di antara anak-anaka Abdul Malik!” Kemudian aku masuk untuk menjumpai Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik. Aku perhatikan beliau semakin bertambah parah dan mendekati sakaratul maut. Melihat kegelisahannya, aku menghadapkan beliau ke arah kiblat sementara beliau berkata dengan berat: “Belum tiba saatnya wahai Raja’.” Aku mengulanginya lagi, dan ketika kupalingkan ke kiblat untuk ketiga kalinya beliau berkata, “Sekarang jika engkau hendak melakukan sesuatu, lakukanlah wahai Raja’. Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” Kupalingkan beliau ke arah kiblat dan tak lama kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. Aku pejamkan kedua matanya, aku tutup tubuhnya dengan kain, lalu kututup pintu ruangan itu rapat-rapat. Pada saat utusan istri khalifah, ingin menengoknya aku menghalangi pintu masuk sambil berkata, “Lihatlah dia baru bisa tidur setelah gelisah semalam suntuk. Karena itu biarkanlah dulu dia dengan ketenangannya.” Syukurlah, ketika utusan istri Sulaiman bin Abdul Malik menyampaikan alasanku diterima dengan baik oleh istri khalifah. Dia yakin kalau suaminya memang sedang tidur. Aku mengunci pintu dan menempatkan seorang penjaga yang kupercaya sambil berpesan kepadanya, “Jangan ijinkan seorang pun masuk hingga aku kembali nanti.” Kemudian aku pergi untuk menemui orang-orang. Ketika itu mereka bertanya, “Bagaimana keadaan Amirul Mukminin?” Aku menjawab, “Belum pernah beliau setenang ini semenjak sakitnya.” Alhamdulillah, kata mereka. Setelah itu aku meminta agar Ka’ab bin Hamiz mengumpulkan semua keluarga khalifah di masjid Dabik. Setelah semuanya hadir aku berkata, “Berbaiatlah kalian kepada orang yang tercantum namanya dalam surat ini.” Mereka berkata, “Kami sudah berbaiat kemarin, mengapa harus berbaiat lagi?” Aku berkata, “Ini adalah perintah Amirul Mukminin. Kalian harus menaati perintahnya untuk membaiat orang yang tersebut namanya dalam surat ini.” Satu persatu mereka pun berbaiat. Setelah kulihat segalanya berjalan dengan lancar, baru aku katakan, “Sesungguhnya Amirul Mukminin telah wafat, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Aku membaca surat wasiat Amirul Mukminin dan membacanya, ketika kusebutkan nama Umar bin Abdul Aziz, spontan Hisyam bin Abdul Malik berteriak: “Aku tidak akan membaiat dia selamanya!” Aku berkata, “Kalau begitu –demi Allah- aku akan memenggal lehermu, bersegeralah engkau baiat dia.” Akhirnya sambil menyeret kedua kakinya dia berjalan menuju Umar bin Abdul Aziz, lalu berkata, “Inna lillahi wa inna ilahi raji’un.” (yakni dia sesalkan mengapa khilafah jatuh ke tangan Umar dan bukan ke tangan salah satu putra Abdul Malik). Umar pun menjawab, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un ( yakni beliau menyesali mengapa beliau harus mengemban tugas khalifah). Itulah baiat yang dengannya Allah memperbarui keislaman dan meninggikan panji-panjinya. Sungguh beruntung khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dan selamatlah jalannya. Dengan pengangkatannya atas Umar bin Abdul Aziz berarti beliau telah menyelamatkan diri dari tanggung jawab di hadapan Allah. Selamatlah menteri yang tulus Raja’ bin Haiwah yang telah merealisasikan nasihat bagi Allah, Rasul-Nya, dan imam-imam kaum muslimin. Semoga Allah membalas teman akrab yang shalih dengan balasan yang baik dan menggantinya dengan pahala. Dengan kecerdasannya mampu menunjukkan jalan terbaik bagi para penguasa. Semoga bermanfaat. Amiin Sumber: Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009 Artikel www.KisahMuslim.com

Sabtu, 27 Oktober 2012

TAFSIR BISMILLAH/BASMALLAH

TAFSIR BISMILLAH/BASMALLAH ” بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ “Bismillaahirrahmanirahim” As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah Firman Allah: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”. Kita katakan (dalam kaidah bahasa Arab) bahwa jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil. Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang: Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla. Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna. Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”. Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: وَمَنْ كَانَ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ- عَلَى اسْمِ اللَّهِ- “Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah“[1] Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah”[2] Kata kerja, yakni ‘menyembelih’, disebutkan secara khusus disitu. Lafzhul Jalalah (اللهِ). Merupakan nama bagi Allah Rabbul Alamin, selain Allah tidak boleh diberi nama denganNya. Nama ‘Allah’ merupakan asal, adapun nama-nama Allah selainnya adalah tabi’ (cabang darinya). Ar-Rahmaan (الرَّحْمنِ) Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan keluasannya. Ar-Rahiim(الرَّحِيمِ) Yakni yang mencurahkan kasih sayang kepada hamba-hamba yang dikehendakiNya. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’iil, yang menunjukkan telah terlaksananya curahan kasih saying tersebut. Di sini ada dua penunjukan kasih sayang, yaitu kasih sayang merupakan sifat Allah, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahmaan’ dan kasih sayang yang merupakan perbuatan Allah, yakni mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang disayangiNya, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahiim’. Jadi, Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiiim adalah dua Asma’ Allah yang menunjukkan Dzat, sifat kasih sayang dan pengaruhnya, yaitu hikmah yang merupakan konsekuensi dari sifat ini. Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi diriNya bersifat hakiki berdasarkan dalil wahyu dan akal sehat. Adapun dalil wahyu, seperti yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang penetapan sifat Ar-Rahmah (kasih sayang) bagi Allah, dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal sehat, seluruh nikmat yang kita terima dan musibah yang terhindar dari kita merupakan salah satu bukti curahan kasih sayang Allah kepada kita. Sebagian orang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki ini. Mereka mengartikan kasih sayang di sini dengan pemberian nikmat atau kehendak memberi nikmat atau kehendak memberi nikmat. Menurut akal mereka mustahil Allah memiliki sifat kasih sayang. Mereka berkata: “Alasannya, sifat kasih sayang menunjukkan adanya kecondongan, kelemahan, ketundukan dan kelunakan. Dan semua itu tidak layak bagi Allah”. Bantahan terhadap mereka dari dua sisi: Pertama : Kasih sayang itu tidak selalu disertai ketundukan, rasa iba dan kelemahan. Kita lihat raja-raja yang kuat, mereka memiliki kasih sayang tanpa disertai hal itu semua. Kedua : Kalaupun hal-hal tersebut merupakan konsekuensi sifat kasih sayang, maka hanya berlaku pada sifat kasih sayang yang dimiliki makhluk. Adapun sifat kasih sayang yang dimiliki Al-Khaliq سبحانه و تعالى adalah yang sesuai dengan kemahaagungan, kemahabesaran dan kekuasanNya. Sifat yang tidak akan berkonsekuensi negative dan cela sama sekali. Kemudian kita katakan kepada mereka : Sesungguhnya akal sehat telah menunjukkan adanya sifat kasih sayang yang hakiki bagi Allah سبحانه و تعالى. Pemandangan yang sering kita saksikan pada makhluk hidup, berupa kasih sayang di antara mereka, jelas menunjukkan adanya kasih sayang Allah. Karena kasih sayang merupakan sifat yang sempurna. Dan Allah lebih berhak memiliki sifat yang sempurna. Kemudian sering juga kita saksikan kasih sayang Allah secara khusus, misalnya turunnya hujan, berakhirnya masa paceklik dan lain sebagainya yang menunjukkan kasih sayang Allah سبحانه و تعالى. Lucunya, orang-orang yang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki dengan alasan tidak dapat diterima akal atau mustahil menurut akal, justru menetapkan sifat iradah (berkehendak) yang hakiki dengan argumentasi akal yang lebih samar daripada argumentasi akal dalam menetapkan sifat kasih sayang bagi Allah. Mereka berkata : “Keistimewaan yang diberikan kepada sebagian makhluk yang membedakannya dengan yang lain menurut akal menunjukkan sifat iradah”. Tidak syak lagi hal itu benar. Akan tetapi hal tersebut lebih samar disbanding dengan tanda-tanda adanya kasih sayang Allah. Karena hal tersebut hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang pintar. Adapun tanda-tanda kasih sayang Allah dapat diketahui oleh semua orang, tidak terkecuali orang awam. Jika anda bertanya kepada seorang awam tentang hujan yang turun tadi malam : “Berkat siapakah turunnya hujan tadi malam ?” Ia pasti menjawab : “berkat karunia Allah dan rahmatNya” MASALAH Apakah basmalah termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah ataukah bukan ? Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa basmalah termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah, harus dibaca jahr (dikeraskan bacaannya) dalam shalat dan berpendapat tidak sah shalat tanpa membaca basmalah, sebab masih termasuk dalam surat Al-Fatihah. Sebagian ulama lain berpendapat, basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah. Namun ayat yang berdiri sendiri dalam Al-Qur’an. Inilah pendapat yang benar. Pendapat ini berdasarkan nash dan rangkaian ayat dalam surat ini. Adapun dasar di dalam nash, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda : Allah سبحانه و تعالى berfirman: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ “Aku membagi shalat (yakni surat Al-Fatihah) menjadi dua bagian, separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca: “Segala puji bagi Allah”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah memuji-Ku”. Apabila ia membaca: “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku”. Apabila ia membaca: “Penguasa hari pembalasan”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku”. Apabila ia membaca: “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”. Maka Allah menjawab: “Ini separoh untuk-Ku dan separoh untuk hamba-Ku”. Apabila ia membaca: “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. Maka Allah menjawab : “Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta” [3] Ini semacam penegasan bahwa basmalah bukan termasuk dalam surat Al-Fatihah. Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan dari Anas bin Malik رضي الله عنه, ia berkata : صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ {الْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا “Aku pernah shalat di belakang Nabi صلی الله عليه وسلم, Abu Bakar, Umar dan Utsman رضي الله عنهم. Mereka semua membuka shalat dengan membaca: “Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamin” dan tidak membaca: ‘Bismillaahirrahmaanirrahiim” di awal bacaan maupun di akhirnya. [4] Maksudnya mereka tidak mengeraskan bacaannya. Membedakan antara basmalah dengan hamdalah dalam hal dikeraskan dan tidaknya menunjukkan bahwa basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah. ________________________________________ [1] HR. Bukhari dan Muslim [2] HR. Bukhari dan Muslim [3] HR. Muslim [4] HR. Muslim Disalin dari E-Book kitab Tafsir Juz ‘Amma, penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ***

Jumat, 19 Oktober 2012

KEUTAMAAN PUASA TANGGAL 9 DZULHIJJAH

Keutamaan Berpuasa pada 9 Hari Awal Dzulhijjah Memang tidak ada hadits khusus yang menunjukkan anjuran terhadap hal ini. Akan tetapi anjuran berpuasa pada hari-hari ini sudah tercakup dalam keumuman hadits karena puasa termasuk amal salih. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam al-Liqa’ asy-Syahri (no. 26): Telah sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر – أي: عشر ذي الحجة- قالوا: يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء “Tidaklah ada suatu hari yang beramal salih pada hari-hari itu lebih dicintai Allah daripada beramal pada sepuluh hari ini –yaitu sepuluh hari awal Dzulhijjah-.” Mereka [para sahabat] bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah jihad fi sabilillah juga tidak lebih utama darinya?”. Beliau menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali seorang lelaki yang berangkat berjihad dengan jiwa dan hartanya lalu dia kembali dalam keadaan tidak membawa apa-apa dari itu semua (alias mati syahid, pent).” [1] Hadits ini menunjukkan bahwa seyogyanya kita memperbanyak amal salih pada sepuluh hari awal Dzulhijjah… Dan semestinya kita juga mengerjakan puasa pada sepuluh hari itu; karena puasa termasuk bentuk amal salih. Memang tidak ada hadits khusus yang menunjukkan anjuran terhadapnya. Akan tetapi anjuran ini sudah termasuk dalam keumuman hadits tersebut, karena puasa termasuk dalam kategori amal salih. Oleh sebab itu, seyogyanya kita berpuasa pada sembilan hari yang pertama, karena hari yang kesepuluh adalah hari raya (Iedul Adha) sehingga tidak boleh berpuasa pada hari itu. Anjuran puasa ini semakin diperkuat pada hari Arafah kecuali bagi para jama’ah haji. Catatan Akhir: [1] HR. Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma Sumber : تبشير الإخوة بثبوت سُنِّية صوم أيام عشر ذي الحجة (Tabsyir al-Ikhwah bi Tsubut Sunniyati Shaumi Ayyami ‘Asyara Dzilhijjah) karya Syaikh Abdul Qadir bin Muhammad bin Abdurrahman al-Junaid. Makalah beliau selengkapnya dapat Anda download di situs: http://islamancient.com/play.php?catsmktba=102101 Oleh Ustadz Ari Wahyudi Semoga Bermanfaat.

Jumat, 31 Agustus 2012

KEUTAMAAN BELAJAR AGAMA DAN MENGAJARKANNYA

Keutamaan Belajar Agama Dan Mengajarkannya
Pembaca,rahimakallahu… Berbondong gelombang demi gelombang langkah kaki diarahkan. Ayunan tangan turut menyertai setiap hembusan nafas manusia-manusia hebat di atas hamparan bumi. Jarak bukanlah penghalang walau jauh tak terkira. Panas dan hujan bagi mereka adalah sahabat dekat. Terik matahari tidak mereka hiraukan. Ya,manusia-manusia hebat itu. Ada apa dengan mereka? Kampung halaman, Siapa di antara kita yang tak merindukan negeri kelahiran? Ada sejuta kenangan di sana,tempat setiap insan besar dan dibesarkan. Namun bagi mereka,manusia-manusia hebat itu,berpisah dan meninggalkan kampung halaman adalah mengasikkan. Walau berat memang,meski pahit tentunya. Waktu bukanlah alasan walau terasa lama. Mereka,manusia-manusia hebat itu,yang selalu dinantikan,”Di purnama bulan apa kalian akan kembali?”. Mengapa mereka melawan arah rindu yang terkekang? Sungguh,mereka benar-benar manusia hebat. Mereka adalah para pengembara dari satu negeri menuju negeri selanjutnya. Tidak ada tujuan yang dicari kecuali ilmu agama,firman Allah dan sabda rasul Nya.Mereka adalah para pecinta ilmu yang sedang mengemban misi suci ,thalabul ilmi. Untuk apa? Sejarah telah diukir dan terlukis indah dengan kisah-kisah mengharu biru tentang mereka,para ulama’ panutan umat. Perjuangan berat dan pengorbanan yang sulit telah mereka lalui.Dan kita pun pasti bertanya-tanya,”Demi apa mereka lakukan itu semua?”
Pembaca,hafidzakallahu… Alangkah bahagianya seseorang yang selalu didoakan dengan kebaikan dan dimohonkan ampunan. Siapa yang tak ingin? Pernahkah terbayang jika yang mendoakan adalah makhluk sejagat? Yang ada di langit berlapis dan yang hidup di atas permukaan bumi,semuanya turut berdoa untuk kebaikan untuk Anda.
Bahkan semut-semut di sarangnya juga ikan-ikan di air tempat hidupnya tak ketinggalan untuk mendoakan kebaikan. Untuk siapa? Semua mendoakan kebaikan kepada hamba yang selalu mengajarkan ilmu dan kebaikan kepada masyarakatnya. Sungguh menyenangkan! Dan,hanya ada satu tangga untuk meraihnya yaitu thalabul ilmi. Maka,terjawablah sudah tanda tanya yang sempat lahir di atas tadi! Mereka,manusia-manusia hebat itu,rela melakukan perjalanan jauh berbulan bahkan bertahun dengan meninggalkan kampung halaman dan sanak kerabat, salah satu sebabnya adalah harapan yang selalu hadir di dalam hati dengan sabda Rasulullah, إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ “Sesungguhnya Allah,para malaikat Nya,penduduk langit dan bumi sampai pun semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia”[1] Subhanallah! Pembaca,baarakallahu fiik… Jangan heran dan jangan kaget! Allah Maha Mampu untuk menjadikan makhluknya dapat berbicara dan berdoa.Amatlah mudah bagi Allah untuk mengijinkan semut dan ikan turut mendoakan kebaikan untuk para pemilik ilmu agama. Allah berfirman dalam ayat Nya, تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَاْلأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّيُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِن لاَّتَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. 17:44) Ibnu Katsir menjelaskan, “Tidak ada satu pun makhluk kecuali ia pasti bertasbih dengan memuji Allah. Namun,kalian tidak dapat mengerti tasbih mereka,wahai segenap manusia. Sebab,berbeda dengan bahasa kalian. Hal ini berlaku secara umum untuk hewan binatang,pohon tetumbuhan dan benda-benda mati. Pendapat ini adalah yang paling masyhur dibanding pendapat lain”[2] Pembaca,arsyadakallahu… Al Imam Al Bukhari meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud,beliau berkata, “Dulu kami dapat mendengar tasbih dari makanan yang sedang disantap” Dalam sebuah riwayat,sahabat menceritakan bahwa Rasulullah pernah mengambil beberapa butir kerikil lalu meletakkannya di atas telapak tangan beliau,ternyata kerikil-kerikil tersebut bertasbih.Kemudian beliau meletakkan kembali di atas tanah dan kerikil-kerikil itu pun diam. Lalu Rasulullah mengambil kerikil-kerikil tersebut dan meletakkannya di atas telapak tangan Abu Bakar,ternyata kerikil-kerikil itu bertasbih. Kemudian beliau meletakkan kembali di atas tanah dan kerikil-kerikil itu pun diam. Lalu Rasulullah mengambil kerikil-kerikil tersebut dan meletakkannya di atas telapak tangan Umar,ternyata kerikil-kerikil itu bertasbih. Kemudian beliau meletakkan kembali di atas tanah dan kerikil-kerikil itu pun diam. Lalu Rasulullah mengambil kerikil-kerikil tersebut dan meletakkannya di atas telapak tangan Utsman,ternyata kerikil-kerikil itu bertasbih.Kemudian beliau meletakkan kembali di atas tanah dan kerikil-kerikil itu pun diam.[3] Luar biasa,bukan? Pembaca,rahimakallahu… Thalabul ilmi akan membawa kita menuju sebuah dunia yang dipenuhi dan dihiasi oleh doa-doa seluruh makhluk sejagat raya. Dan Anda? Di manakah letak Anda dari peta kebaikan semacam ini? Duduk terdiam tanpa terbersit untuk menjadi seperti mereka,yang pandai dan mengerti tentang agama? Tidakkah Anda ingin berada di barisan shaf terdepan? Bersemangatlah,Saudaraku,untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam! Sebab untuk orang semacam Anda,semut dan ikan pun turut berdoa. Baarakallahu fiik [1] Hadits Abu Umamah Al Bahili riwayat Tirmidzi () di shahihkan oleh Al Albani. [2] Tafsir Ibnu Katsir [3] Dishahihkan oleh Al Albani dalam Dzilalul Jannah Sumber : http://www.salafy.or.id/siroh/semut-dan-ikan-pun-turut-berdoa/ ********************* Semoga bermanfaat. Amiin.

Jumat, 17 Agustus 2012

MENGATASI RASA RENDAH DIRI

Mengatasi Rasa Rendah Diri
Perasaan rendah diri bisa membunuh kita. Tentunya bukan dalam pengertian membunuh secara fisik, melainkan membunuh karakter pribadi. Membunuh motivasi Orang yang rendah diri cederung menarik diri dari lingkungan. Kalaupun berbaur dengan orang lain, dia memposisikan dirinya di pojok ruangan yang nyaris tidak kelihatan. Orang-orang rendah diri tidak berani untuk menunjukkan ‘siapa dirinya’ dan ‘apa yang bisa dilakukannya’ lebih baik dari orang lain. Bukankah ini seperti sebuah kematian? Ya, kematian nilai diri seseorang. Sifat rendah diri itu seperti keran air yang karatan. Dia sangat sulit untuk dibuka, sehingga air tidak bisa mengalir dengan lancar. Ada begitu banyak persediaan air dalam bak penampungan diatas atap, tetapi tidak bisa keluar karena alirannya terhalang oleh keran yang tersumbat. Ada begitu banyak persediaan potensi diri yang kita miliki, namun terkunci oleh perasaan rendah diri yang menghambat. Bagi Anda yang tertarik untuk belajar mengatasi rasa rendah diri, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini: 1. Menghargai diri sendiri. Penyebab utama perasaan rendah diri bukanlah cara orang lain memperlakukan kita, melainkan bagaimana cara kita memberikan penghargaan kepada diri sendiri. Jika Anda sendiri menghargai diri sendiri dengan baik, orang lain tidak akan berhasil menjatuhkan mental Anda; sekalipun mereka berusaha untuk merendahkan Anda. Namun sebaik apapun orang lain memperlakukan Anda, jika Anda sendiri memandang rendah kepada diri sendiri maka Anda tetap akan menjadi pribadi yang rendah diri. Untuk bisa mengatasi rasa rendah diri kita harus mulai dengan cara menghargai diri sendiri dengan sepantasnya terlebih dahulu. 2. Mengambil kendali atas hidup Anda. Mari perhatikan lagi orang-orang disekitar kita. Ada orang-orang yang wajahnya tidak secantik atau setampan kita. Pendidikannya tidak setinggi kita. Penampilannya tidak sebonafid kita. Tetapi mereka begitu percaya diri. Mereka tidak menghiraukan cibiran orang lain. Mereka tidak memperdulikan pandangan yang meremehkan. Walhasil, mereka dapat berkarya semaksimal mungkin, lalu menghasilkan pencapaian yang tinggi. Apakah Anda bisa menemukan orang yang seperti itu? Mereka telah membuktikan bahwa kemudi hidup berada dalam kendalinya, bukan ditentukan oleh penilaian orang lain atas dirinya. Dengan mengambil kendali hidup, mereka berkonsentrasi kepada usaha-usahanya. Meski pada awalnya berat, namun di garis akhir mereka mendapatkan penghargaan yang tinggi. Bahkan dari orang-orang yang sebelumnya menyepelekan. 3. Mengimbangi kekurangan dengan kelebihan diri. Keliru jika kita mengira orang lain lebih beruntung dari diri kita. Faktanya, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Orang-orang yang rendah diri adalah mereka yang terkurung dalam zona kekurangan dirinya sambil membiarkan potensi dirinya tersia-siakan. Sebaliknya, orang-orang yang berhasil bukanlah mereka yang tidak memiliki kekurangan, melainkan yang senantiasa berfokus pada usaha untuk mengoptimalkan kelebihan yang dimilikinya. Mereka menyadari kekurangan dirinya, namun mengimbangi kekurangan itu dengan kelebihan dirinya. 4. Mengembangkan diri tiada henti. Diatas gunung ada gunung.
Bahkan sekalipun Anda seorang yang percaya diri, bisa jadi merasa rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain yang tingkatannya lebih tinggi dari Anda. Seorang Manager mungkin merasa lebih superior dihadapan para staffnya. Namun, ketika berhadapan dengan para direktur? Gemetaran juga, bukan? Hal itu bisa diatasi dengan usaha mengembangkan diri secara terus menerus. Faktanya, orang lebih menghormati kemampuan seseorang daripada jabatan yang disandangnya. Meski jabatan Anda tinggi, jika kapasitas aktual Anda tidak sepadan; orang lain akan meremehkan Anda. Tetapi, sekalipun jabatan Anda biasa saja; jika Anda bisa menunjukkan kapasitas diri yang tinggi, orang tetap menghargai Anda. 5. Berkontribusi kepada orang lain.
Fakta menunjukkan jika siapapun sangat menyukai orang-orang yang memberi kontribusi. Ketika seseorang mampu berkontribusi, dia langsung dihormati tanpa ditanya; berapa banyak uang yang Anda miliki? Seseorang yang berkontribusi dimuliakan tanpa dipermasalahkan apakah hidungnya mancung atau pesek, apakah dia seorang pejabat atau rakyat. Jika hidup kita masih dirundung rasa rendah diri, itu mungkin karena kita belum berkontribusi. Berkontribusilah kepada orang lain, maka Anda akan dihormati. Kemudian dengan kehormatan yang Anda dapatkan itu, rasa rendah diri akan sirna dengan sendirinya. Setiap manusia sama kedudukannya. Yang membedakan adalah; apakah dia bisa memberi manfaat atau tidak. Guru kehidupan saya bahkan mengajarkan bahwa: ”sebaik-baik manusia adalah dia yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain.” Betapa bangganya kita ketika bisa memberi manfaat. Ini bukan tentang rasa bangga dihadapan sesama manusia, melainkan kebanggaan dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala *** Semoga bermanfaat. Amiin.

PENYESALAN GAK DATANG DI AWAL

Penyesalan Ga Dateng Di Awal
Impian.. Impian oh Impian.. Hmmm… Gue adalah seorang mahasiswi semester 5 di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Membahas tentang impian, menurut gue impian itu adalah suatu keinginan dalam diri yang memberikan motivasi kepada kita untuk mencapai keinginan tersebut. Keinginan tersebut dapat kita raih sesuai usaha yang kita lakukan guna merealisasikannya. Tapi.. Saat ini gue cuma bisa nyesel, nyesel senyesel-nyeselnya. Begini ceritanya… Waktu gue semester 1, gue getol banget yang namanya belajar. Nilai-nilai yang gue dapet pun min 7 dan semester itu pun gue lalui dengan baik. Bisa dibilang gue adalah seseorang yang cepat puas sama hasil yang udah didapet. Yang akhirnya semester 2 gue agak males belajar. “ah.. ngapain belajar, toh gue bisa kok.. materinya juga baru kaya gitu, gampanglah…” pikir gue waktu itu. Gue jadi kebanyakan maen daripada belajar dan sering bolos juga. Sampe ada masalah keluarga yang bikin gue kabur dari rumah dan berita kaburnya gue itupun sampe ke telinga dosen. Akibat dari perbuatan gue itu, gue dapet hukuman yang setimpal. Nilai gue ibarat terjun dari monas. Entah kenapa gue bisa kaya gitu, mungkin karena pergaulan sekitar gue. Tapi gue sadar, itu bukan alasan biar gue bisa bela diri sendiri. Bela diri karena kesalahan gue sendiri. Motivasi pun muncul karena gue ga mau masuk dilubang yang sama, tapi sampe semester 4 gue tetep ngalamin hal yang sama. Dan gue cuma ngalamin peningkatan 0,1 aja di setiap hasil akhir. Gue kesel sama diri gue sendiri, pas lagi konsul sama pembimbing akademik (pas SMA bisa sebutannya wali kelas). PA: “siapa yang IPK-nya 3,4??” Maha: “saya.. saya……” PA: “Cuma 2 orang aja? Oke kalo gtu, saya hanya mengingatkan bahwa yang memiliki IPK 3,4 akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti tes HTWG-Konstanz.” Gue: *Cuma bisa nunduk sambil nyesel…. “coba gue dulu ga maen-maen, fokus sama apa yang gue jalanin.. pasti gue juga bisa ikutan tes ke Jerman itu…** Semua Perlu Proses.....
Yang gue petik dari kejadian yang gue alamin, bahwa kita ga boleh cepet puas sama apa yang udah kita dapet. Kita harus terus berusaha buat hasil yang lebih baik lagi. Tetep belajar, berdoa, bersyukur, dan lakukan apa yang seharusnya kita lakukan!! Dan usaha yang gue lakuin saat ini adalah ningkatin produktivitas gue dan nyari-nyari beasiswa dari luar kampus. Dan juga gue mulai nulis biar waktu gue ga terbuang sia-sia. Itu semua buat nebus kesalahan gue watu itu dan juga buat gapai impian gue yang tertunda. Oke sobat… Saran dari gue, gapai impian lo selagi kesempatan itu ada di depan mata. Jangan sampe lo nyesel nantinya ^^ Semangat optimis and positif thinking. ^_^ Dari sebuah kisah seorang teman. semoga bermanfaat...

Jumat, 10 Agustus 2012

LAGI PUASA, HAUS BANGET.,..,!!!

Kesehatan: Haus Saat Puasa, Dehidrasi Tidak Ya? Lapar dan haus memang merupakan bagian tak terpisahkan dari berpuasa, terlebih pada musim panas alias kemarau. Menjelang tengah hari, kerongkongan biasanya sudah mulai ‘seret’ dan bibir pun terasa kering. Kantuk dan lemas juga mulai terasa intens. Hmm..apakah ini sekedar kehausan biasa, ataukah sudah termasuk dehidrasi?
Apa sich yang dimaksud DEHIDRASI? Pengertian Dehidrasi. Dehidrasi merupakan suatu kondisi dimana tubuh mengalami kekurangan cairan yang signifikan, dan pada beberapa kondisi, kekurangan elektrolit. Dehidrasi terjadi ketika jumlah cairan yang diasup lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh tubuh. Dehidrasi dapat disebabkan oleh pengeluaran cairan tubuh yang meningkat, kurangnya asupan cairan, maupun kombinasi keduanya. Selain itu, pada dasarnya tubuh manusia mengalami kehilangan cairan terus-menerus, baik melalui tinja, urin, dan melalui kulit (keringat) serta paru-paru- yang disebut dengan insensible water loss (IWL). IWL ini sendiri bisa mencapai 650-850 mL/ hari, pada dewasa dengan berat tubuh 70 kg. Perlu diingat bahwa anak kecil lebih mudah mengalami dehidrasi karena komposisi air dalam tubuhnya lebih besar dibanding orang dewasa, sehingga kehilangan air akan berdampak signifikan. Dehidrasi dan Konsentrasi. Dehidrasi dapat dikategorikan menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Dehidrasi ringan ditandai oleh timbulnya rasa haus, selaput lendir tubuh seperti mulut bagian dalam yang sedikit mengering, dan volume urin yang sedikit berkurang. Dehidrasi sedang dicirikan diantaranya oleh mukosa mulut yang kering, volume urin sangat berkurang bahkan tidak ada, kelemahan yang berat, dan denyut jantung menjadi lebih cepat (lebih dari 100 kali menit pada dewasa). Adapun dehidrasi berat dapat diketahui dari gejala dehidrasi sedang yang menetap disertai denyut nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, nafas cepat, dan tanda-tanda renjatan (shock). Hilangnya atau sulitnya berkonsentrasi, kepala pusing, dan emosi mudah tersulut tanpa adanya sebab yang jelas, juga merupakan tanda awal tubuh kekurangan cairan. Pada kondisi tidak berpuasa, maka gejala ini merupakan ‘sinyal’ bahwa tubuh memerlukan tambahan cairan segera, dan lebih baik cairan tersebut berupa air bening tanpa tambahan apapun. Apakah Puasa Berpeluang Menyebabkan Dehidrasi? Kurangnya cairan tubuh saat berpuasa memang terjadi, sehingga gejala dehidrasi ringan akan timbul. Namun jika tubuh memang tidak dipaksakan berada dalam kondisi berat, maka dehidrasi lebih lanjut sangat jarang terjadi. Beberapa kondisi yang dapat mempercepat hilangnya air dari dalam tubuh antara lain: - Berjemur di bawah terik matahari, terlebih tanpa pelindung. - Pekerja berat seperti pemecah batu, tukang bangunan, kuli barang, yang pekerjaannya dilakukan terus menerus tanpa henti sejak pagi hingga petang. - Berolahraga berat, meskipun di dalam ruangan. - Berkendara terus menerus. Diantara cara menyiasati agar terhindar dari dehidrasi saat puasa adalah: - Sahur di akhir, dan berbuka di awal waktu. Sunah yang mulia ini sangat membantu tubuh untuk terhindar dari kelemahan dan kehausan berlebih saat berpuasa. - Konsumsi air putih yang cukup selama waktu berbuka puasa dan sahur, minimal 8 gelas per harinya (2 L). - Konsumsi buah kaya kandungan air saat berbuka atau sahur, seperti jeruk, semangka, dan pir. - Menghindari terik matahari atau terlampau banyak aktivitas di luar ruangan. Jika harus beraktivitas di terik matahari, carilah jeda untuk berteduh dan mendinginkan tubuh beberapa kali sepanjang hari. - Menghindari olahraga berat saat berpuasa. Olahraga ringan semisal jalan kaki atau jogging singkat tidaklah mengapa, justru dapat membantu melancarkan peredaran darah tubuh khususnya di pagi hari, sehingga tidak mudah mengantuk. - Menghindari atau mengurangi beban kerja saat puasa, yakni bagi mereka yang berprofesi sebagai tenaga kerja berat. - haus atau kepanasan yang sangat melanda, maka dapat dikurangi dengan menyiramkan air ke kepala dan tubuh, atau membasahi kain untuk digunakan di tubuh, Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits berikut ini, dari sebagian sahabat beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam: لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنْ الْعَطَشِ أَوْ مِنْ الْحَرِّ “Sungguh aku melihat Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada siang hari menuangkan air ke atas kepala beliau dalam keadaan berpuasa karena kehausan atau kepanasan.” (HR. Abu Dawud no.2365, dan Ahmad (5/376, 380, 408, 430), sanadnya shohih) Semoga kita menjadi semakin bersemangat dalam menjalani sisa puasa Ramadhan ini dan meraih janji pahala yang berlimpah dari Allah Ta’ala. Referensi: The Merck Manual Professional Edition 2012. www.webmd.com Shifatu Shaumi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Ramadhan.” Salim bin Ied Al Hilaly dan ‘Ali Hasan ‘Ali Abdil Hamid. cetakan ke 6. Daar Ibn Hazm: 1417 H Ditulis oleh dr. Hafidz N (Pengasuh Rubrik Kesehatan KonsultasiSyariah.com) Semoga bermanfaat. Amiin

Selasa, 31 Juli 2012

13 AKHLAK SALAFUSH SHOLIH

13 Akhlak Utama SalafusH Shalih Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau Salafush Sholih (generasi terbaik dari umat Islam) bukan hanya mengajarkan prinsip dalam beraqidah saja, namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga bagaimanakah berakhlaq yang mulia. Itulah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya, إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR. Ahmad 2/381, shahih) Dalam suatu hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjatkan do’a, اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ “Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771). Maka sungguh sangat aneh jika ada yang mengklaim dirinya sebagai Ahlus Sunnah, namun jauh dari akhlaq yang mulia. Jika ia menyatakan dirinya mengikuti para salaf (generasi terbaik umat ini), tentu saja ia tidak boleh mengambil sebagian ajaran mereka saja. Akhlaqnya pun harus bersesuaian dengan para salaf. Namun saying seribu sayang, prinsip yang satu inilah yang jarang diperhatikan. Kadang yang menyatakan dirinya Ahlus Sunnah malah dikenal bengis, dikenal kasar, dikenal selalu bersikap keras. Sungguh klaim hanyalah sekedar klaim. Apa manfaatnya klaim jika tanpa bukti? Di antara bukti pentingnya akhlaq di sisi para salaf –Ahlus Sunnah wal Jama’ah-, mereka menjadikan masalah akhlaq sebagaiushul (pokok) aqidah dan mereka memasukkannya dalam permasalahan aqidah. Di antara ajaran akhlaq tersebut adalah: [Pertama: Selalu mengajak pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar] Ahlus Sunnah mengajak pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari kemungkaran. Mereka meyakini bahwa baiknya umat Islam adalah dengan tetap adanya ajaran amar ma’ruf yang barokah ini. Perlu diketahui bahwa amar ma’ruf merupakan bagian dari syariat Islam yang paling mulia. Amar ma’ruf inilah yang merupakan sebab terjaganya jama’ah kaum muslimin. Amar ma’ruf adalah suatu yang wajib sesuai kemampuan dan dilihat dari maslahat dalam beramar ma’ruf. Mengenai keutamaan amar ma’ruf nahi mungkar, Allah Ta’ala berfirman, كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49) [Kedua: Mendahulukan sikap lemah lembut dalam berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar] Ahlus Sunnah wal Jama’ah berprinsip bahwa hendaknya lebih mendahulukan sikap lemah lembut ketika amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah pula berdakwah dengan sikap hikmah dan memberi nasehat dengan cara yang baik. Allah Ta’alaberfirman, ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125) [Ketiga: Sabar ketika berdakwah] Ahlus Sunnah meyakini wajibnya bersabar dari kelakukan jahat manusia ketika beramar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini karena mengamalkan firman Allah Ta’ala, وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ “Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17) [Keempat: Tidak ingin kaum muslimin berselisih] Ahlus Sunnah ketika menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka punya satu prinsip yang selalu dipegang yaitu menjaga keutuhan jama’ah kaum muslimin, menarik hati setiap orang, menyatukan kalimat (di atas kebenaran), juga menghilangkan perpecahan dan perselisihan. [Kelima: Memberi nasehat kepada setiap muslim karena agama adalah nasehat] Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun punya prinsip untuk memberi nasehat kepada setiap muslim serta saling tolong menolong terhadap sesama dalam kebaikan dan takwa. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, « الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ». “Agama adalah nasehat. Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim no. 55) [Keenam: Bersama pemerintah kaum muslimin dalam beragama] Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga menjaga tegaknya syari’at Islam dengan menegakkan shalat Jum’at, shalat Jama’ah, menunaikan haji, berjihad dan berhari raya bersama pemimpin kaum muslimin baik yang taat pada Allah dan yang fasik. Prinsip ini jauh berbeda dengan prinsip ahlu bid’ah. [Ketujuh: Bersegera melaksanakan shalat wajib dan khusyu di dalamnya] Ahlus Sunnah punya prinsip untuk bersegera menunaikan shalat wajib, mereka semangat menegakkan shalat wajib tersebut di awal waktu bersama jama’ah. Shalat di awal waktu itu lebih utama daripada shalat di akhir waktu kecuali untuk shalat Isya. Ahlus Sunnah pun memerintahkan untuk khusyu’ dan thuma’ninah (bersikap tenang) dalam shalat. Mereka mengamalkan firman Allah Ta’ala, قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-2)
[Kedelepan: Semangat melaksanakan qiyamul lail] Ahlus Sunnah wal Jama’ah saling menyemangati (menasehati) untuk menegakkan qiyamul lail (shalat malam) karena amalan ini adalah di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shalat ini pun yang diperintahkan oleh Allah kepada Nabinyashallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun bersemangat untuk taat kepada Allah Ta’ala. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menunaikan shalat malam. Sampai kakinya pun terlihat memerah (pecah-pecah). ‘Aisyah mengatakan, “Kenapa engkau melakukan seperti ini wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan akan datang?”. Beliau lantas mengatakan, أَفَلاَ أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا “(Pantaskah aku meninggalkan tahajjudku?) Jika aku meninggalkannya, maka aku bukanlah hamba yang bersyukur.” (HR. Bukhari no. 4837) [Kesembilan: Tegar menghadapi ujian] Ahlus Sunnah wal Jama’ah tetap teguh ketika mereka mendapatkan ujian, yaitu bersabar dalam menghadapi musibah. Mereka pun bersyukur ketika mendapatkan kelapangan. Mereka ridho dengan takdir yang terasa pahit. Mereka senantiasa mengingat firman Allah Ta’ala, إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ “Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala (balasan) yang besar pula. Sesungguhnya Allah jika ia mencintai suatu kaum, pasti Allah akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka Allah pun ridho padanya. Barangsiapa yang murka, maka Allah pun murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih) [Kesepuluh: Tidak mengharap-harap datangnya musibah] Ahlus Sunnah tidaklah mengharap-harap datangnya musibah. Mereka pun tidak meminta pada Allah agar didatangkan musibah. Karena mereka tidak tahu, apakah nantinya mereka termasuk orang-orang yang bersabar ataukah tidak. Akan tetapi, jika musibah tersebut datang, mereka akan bersabar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ ، وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا “Janganlah kalianmengharapkan bertemu dengan musuh tapi mintalah kepada Allah keselamatan. Dan bila kalian telah berjumpa dengan musuh bersabarlah.” (HR. Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742) [Kesebelas: Tidak berputus asa dari pertolongan Allah ketika menghadapi cobaan] Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak berputus asa dari rahmat Allah ketika mereka mendapati cobaan. Karena Allah Ta’alamelarang seseorang untuk berputus asa. Akan tetapi pada saat tertimpa musibah, mereka terus berusaha untuk mencari jalan keluar dan pertolongan Allah yang pasti datang. Mereka tahu bahwa di balik kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Mereka pun senantiasa introspeksi diri, merenungkan mengapa musibah tersebut bisa terjadi. Mereka senantiasa yakin bahwa berbagai musibah itu datang hanyalah karena sebab kelakuan jelek dari tangan-tangan mereka (yaitu karena maksiat yang mereka perbuat). Mereka tahu bahwa pertolongan bisa jadi tertunda (diakhirkan) karena sebab maksiat yang dilakukan atau mungkin karena ada kekurangan dalam mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allah Ta’ala berfirman, وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. Asy Syura: 30). Ahlus Sunnah tidak bersandar pada sebab-sebab yang baru muncul, kejadian duniawi atau bersandar pada peristiwa-peristiwa alam ketika mendapat ujian dan menanti datangnya pertolongan. Mereka tidak begitu tersibukkan dengan memikirkan sebab-sebab tadi. Mereka sudah memandang sebelumnya bahwa takwa kepada Allah Ta’ala, memohon ampun (istighfar) dari segala macam dosa dan bersandar pada Allah serta bersyukur ketika lapang adalah sebab terpenting untuk keluar segera mendapatkan kelapangan dari kesempitan yang ada. [Keduabelas: Tidak kufur nikmat] Ahlus Sunnah wal Jama’ah begitu khawatir dengan akibat dari kufur dan pengingkaran terhadap nikmat. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah adalah orang yang begitu semangat untuk bersyukur pada Allah. Mereka senatiasa bersyukur atas segala nikmat, yang kecil atau pun yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963) [Ketigabelas: Selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia] Ahlus Sunnah selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا “Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no. 1162, Abu Daud no. 4682 dan Ad Darimi no. 2792, hasan shahih) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَىَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقًا “Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku pada hari kiamat ialah orang yang bagus akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no. 2018, shahih) إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ “Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan shalat dengan ahlak baiknya.” (HR. Abu Daud no. 4798, shahih) مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ “Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak yang baik, dan sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2003, shahih) Semoga yang singkat ini bermanfaat. Referensi: Min Akhlaq Salafish Sholih, ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al Atsari, Dar Ibnu Khuzaimah. Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Muslim.Or.Id

Jumat, 27 Juli 2012

BUNDA AKU JATUH CINTA

^0^ ...!!!
Ada apa sebenarnya Bunda... Denyutan nadi ini tak lagi teratur. Tatapan kosong. Sesekali nafas berat keluar begitu saja. Semua jadi serba salah. Di setiap sudut tembok dan tumpukan kertas seolah ada mata yang terus mengawasi Ananda.Ananda bingung bunda. Kata orang, ini penyakit paling berbahaya. Tidak menikam tapi melenakan. Tidak membunuh seketika tapi cukup membuat hidup tersiksa. Kata orang penyakit ini menyerang hati-hati yang kurang waspada. Mengusik ketenangan, merusak segalanya. Virus itu tak bernama, atau lebih tepat kalau dikatakan punya banyak nama, sehingga bingung harus menyebutnya apa. Seingat Ananda, kepada Kakak dulu Bunda pernah berkata, virus itu bernama cinta. Tapi Ananda lebih terkesan dengan nama merah jambu. Ya, virus merah jambu Bunda. Berbahayakah? Awalnya memang selalu tak terduga. Ananda sendiri bahkan tak sedikitpun merasa. Di tengah kesibukan beraktivitas, dia datang menyapa. Entah itu lewat tatapan mata tak sengaja, lewat merdu suara ketika bertanya atau terkadang lewat tulisan di SMS yang ada.
Apa yang harus Ananda lakukan Bunda? Di saat seperti ini Ananda ingin selalu di dekat Bunda. Bercerita dan tertawa. Ananda rindu Bunda. Rindu nasehat, rindu cerita-cerita lama. Bunda paling senang bercerita tentang Kakak ketika bayi, atau tentang paapa sewaktu muda, sambil mengelus rambut Ananda tentunya. Ananda ingat, saat papa pulang kita selalu berlomba siapa yang lebih dulu menyambutnya. Bunda selalu kalah cepat dengan Ananda atau Kakak. Mungkin karena Bunda tak lagi kuat berlari atau memang Bunda sengaja mengalah karena ingin kami terus gembira. Alangkah mulia Dikau Bunda. Ananda Rindu.Rindu masa – masa kita masih dirantau... Kini Ananda berada jauh darimu Bunda. Banyak hal yang berubah dan Ananda belum siap menghadapi perubahan itu. Terlalu cepat Bunda. Tapi apalah daya, biarlah keluhan ini Ananda sampaikan lewat tulisan ini. Begini Bunda. Sebagaimana Ananda ceritakan sebelumnya, Ananda sedang jatuh cinta. Ananda yakin Bunda tidak tertawa sebagaimana orang lain di sini menertawakan Ananda ketika mendengar hal ini. Bunda pasti bersedih atau mungkin menangis. Bunda pasti menyangka Ananda telah lupa akan nasehat Bunda, Bunda melarang berpacaran sebelum menikah. Tidak Bunda, Ananda selalu ingat. Bahkan nasehat itulah yang telah menguatkan Ananda.Ananda takut,takut keimanan Ananda luntur karena virus cinta. Bunda,.. Terkadang ada keinginan untuk berjumpa, bertutur kata dan mengatur rencana jalan bersama. Tapi ketika mengingat nasehat Bunda, juga tanggungjawab yang terlampau besar untuk bangsa dan agama, hati Ananda kembali tersadar, sedikit terpana dan berkata “Maafkan daku Bunda, Ananda tak berani. Bukan karena enggan menikahinya, tapi…. ANANDA MASIH KELAS I SMA. notte : catatan ini semoga bermanfaat bagi orang tua yang menghadapi anak yg sedang jatuh cinta. TIPS UNTUK ORANG TUA YANG ANAK REMAJANYA TENGAH JATUH CINTA : 1. Berikan pemahaman agama secara mendalam. 2. Dengarkan curhatan hatinya, jangan dibantah apalagi dicemoohkan. 3. Yakinkan anak bahwa apapun yg terjadi orang tua selalu bisa menerima mereka.Dengan begitu anak akan lebih terbuka soal dirinya termaksud pacarnya ( maaf dlm islam tdk ada kata pacar ) 4. Berikan pemahaman jika dia bisa menjadi teman yang baik. 5. Hargai kejujuran/ keterbukaan anak ke orang tua. 6. Sebaiknya orang tua mengenal keluarga teman yang“disukainya “ sehingga bisa saling berbagi informasi. 7. Kenali keluarga teman anak agar kita tahu apakah dirumah teman itu ada pengawasan yang baik. SEMOGA BERMANFAAT. PEKAYON 13 SYA’BAN 1432H Copas dari :http://www.facebook.com/tsaqifa.sph Oleh : Tsaqifah Najiyyah

Jumat, 20 Juli 2012

RAMADHAN

PROGRAM SUKSES BERSAMA RAMADHAN Sahabat, Alhamdulillah tanpa terasa kita telah berada di depan PINTU GERBANG BULAN KEMULIAAN yang didalamnya terdapat SEGALA BENTUK ENERGI KESUKSESAN, Energi Sukses Menghapus Segala Dosa , Energi Sukses Meraih, mensucikan dan mengabadikan Harta, Energi Sukses menahan nafsu menundukkan mata, Energi Sukses terbebas dari segala bentuk Krisis dan Siksa, Energi Sukses meraih Cita dan Cinta. Lalu apa saja yang harus kita lakukan agar kita SUKSES BERSAMA RAMADHAN : 1. TAU ILMU PUASA inilah hal-hal penting minimum yang harus kita ketahui supaya Puasa kita Syah dan tidak asal-asalan : a) Syarat wajibnya puasa yaitu: (1) islam, (2) berakal, (3) sudah baligh dan (4) mengetahui akan wajibnya puasa yaitu : 1) Sehat, tidak dalam keadaan sakit.(2) Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. 3) Suci dari haidh dan nifas. b) Rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari c) Pembatal Puasa : 1. Makan minum dengan sengaja, 2. muntah dengan sengaja, 3. Datang Haidh atau nifas, 4. Sengaja orgasme, 5. Niat membatalkan puasa, 6. Bersetubuh saat waktu puasa. d) Sunah-Sunnah Puasa : 1. Mengakhirkan sahur / boleh sahur saat waktu imsak 2. Menyegerakan berbuka, 3. Berbuka dengan korma dan air, 4.memperbanyak sedekah dan ibadah. e) Puasa Yang Sia-Sia : 1.Berdusta, 2.berkata kotor dan tak berguna, 3.Melakukan segala bentuk perbuatan maksiat. f) Yang dibolehkan ketika Puasa : 1. Mandi junub waktu Fajar karena ketiduran, 2.bersiwak, 3. Berkumur-kumur dan membersihkan hidung, 4. Mencium istri ala kadarnya, 5.bekam atau donor darah, 6. Mencicipi makanan hanya diujung lidah, 7. Pakai celak dan tetes mata, 8. Mandi menyiram kepala, 9. Menelan dahak, 10. Muntah tidak sengaja, 11. Makan, minum, bersetubuh tapi lupa sedang puasa. g) Yang boleh tidak berpuasa : 1.sakit yang mengharuskan minum obat, 2.bepergian yang melelahkan, 3. Wanita hamil dan menyusui, (1,2,3 harus mengganti puasanya diluar Ramadhan ) , 4. tua renta lemah atau sakit yang tak kunjung sembuh (harus membayar Fidyah = harus dirupakan makanan dan diberikan kepada orang miskin, kalaupun berupa uang harus segera dibelikan makanan jadi senilai harga 3 kg beras atau Rp.25.000,- dibayarkan pada saat masih dalam bulan Ramadhan) h) Zakat Fitrah : Wajib bagi setiap muslim yang masih hidup sampai akhir ramadhan dan mampu membayar, harus berupa beras senilai Rp.2,5kg atau kalau berupa uang senilai Rp.25.000,- harus segera dirupakan beras ketika itu juga ) i) Sholat tarawih : 1.Waktu : setelah sholat isya’ sampai menjelang shubuh, 2.Jumlah Rakaat : 11 rakaat dengan salam setiap dua rakaat dan istirahat setiap 4 rakaat, berjama’ah bersama imam. j) I’tikaf : 1.tempatnya dimasjid, 2.lama I’tikaf tidak dibatasi, 3. Berupaya menghidupkan 10 malam terakhir bulan ramadhan untuk meraih malam 1000 bulan / Lailatul Qodar Semoga bermanfaat.

Minggu, 08 Juli 2012

BERSYUKUR ITU MENENANGKAN DAN MENGUSIR KELUH KESAH

Bersyukur itu Menenangkan dan Mengusir Keluh Kesah Sebelum engkau melangkah terlalu jauh dari negerimu Sebelum engkau memiliki cita-cita besar Sebelum engkau terlalu angkuh Sebelum engkau terlalu banyak mengeluh Hari ini kukendarai keretaku menuju suatu tempat. Melewati perempatan lampu merah yang berada tak jauh dari gang rumahku. Sebuah pemandangan yang biasa ketika kulihat seorang Bapak-bapak (maaf) yang tubuhnya tak terlihat layaknya manusia kebanyakan. Sulit bagiku menggambarkan karena dengan mengingatnya saja ada gemuruh yang tertahan dalam dada. Tapi bagiku, beliau adalah laki-laki hebat yang mungkin karena kehebatannya itulah, krna kehebatan akan ketabahannya menerima takdir yang demikian itulah yang membuat beliau menjadi salah satu laki-laki terhebat di mataku. Teman,mungkin kalau saya ataupun kita yang mengemban takdir yang beliau pikul sekarang, kita tidak akan sanggup menerimanya. Dan mungkin krna itu jugalah Tuhan tidak memberikan cobaan seperti yang beliau terima. Karena kita terlalu lemah. Karena kita tidak sekuat beliau. Kuseberangi perempatan jalan itu. Di seberang, kulihat lagi beberapa Bapak-bapak (maaf) pengemis yang tak biasanya kulihat di sana. Itu artinya semakin bertambahlah jumlah mereka yang mengharap ada rasa kasihan dan kesadaran saudara-saudaranya untuk membagi sebagian kecil rezeki yang dititipkan Tuhan kepada mereka. Wajah mereka menua. Entah memang karena umur mereka yang telah hampir mencapai puncaknya ataukah karena kerasnya hidup yang mereka lalui sehingga wajah itupun tampak lusuh dan tak sesegar seperti umur mereka yang sebenarnya. Seorang Bapak yang kuceritakan di atas, seorang Bapak yang tangannya cacat sejak lahir, seorang Bapak berpakaian lusuh dg wajah menghiba sambil membawa kotak infak, dan seorang Bapak yang hanya bisa terduduk sembari menunggu ada yang mau memberinya uang di pinggir jalan. Ya, merekalah 4 orang Bapak yang begitu berharap uluran tangan yang memberinya rezeki dari si pengguna jalan raya itu. Ada yang memberi dengan melemparkan uang itu kepada mereka. Tidak langsung ke tangan mereka, teman. Tapi uang itu dilemparkan kepada mereka dan mereka pun memungutnya di jalan itu… Allah…. T_T Teman, jika kalian diberi uang dan orang itu memberinya dengan cara melemparkannya kepadamu, bagaimana reaksimu? Saya yakin sebagian besar orang akan marah. Tapi tidak dengan mereka. Mereka memungutinya dan mengucapkan “ALHAMDULILLAH” sembari mendo’akan orang tersebut. Entahlah… Apakah karena kemiskinan hidup yang mereka tanggung dan kerasnya perlakuan yang mungkin telah setiap hari mereka dapatkan membuat mereka ikhlas diperlakukan “tidak biasa”. Bukankah mereka juga manusia seperti kita? Bukankah mereka juga memiliki perasaan? Bahkan sebenarnya manusia seperti merekalah yang lebih mudah untuk bersedih. Mereka tidak seberuntung kebanyakan orang lain dalam memperoleh harta, maka haruskah kita juga membuat mereka tidak seberuntung kebanyakan orang dalam memperoleh perhatian dan kasih sayang? Ingatlah, mereka saudara kita. Karena sesungguhnya kita dan mereka ibarat satu tubuh yang seharusnya jika satu bagian terluka, yang lain juga ikut merasakannya. Teman,kadang saat kita sakit, kita juga sering mengeluh. “Kenapa saya harus menanggung penyakit ini? Saya tidak sanggup”. Banyak lagi kalimat-kalimat yang menunjukkan keluhan kita saat sebuah penyakit menjadi satu cobaan yang diberikan kepada kita. Padahal, jika kita sakit, kita masih beruntung karena masih bisa dan memiliki biaya untuk berobat ke sana ke mari. Kita masih bisa memilih tempat-tempat dan obat-obat terbaik untuk mengobati penyakit kita. Kita masih bisa meminta ini dan itu bermanja pada orang tua, kerabat, sahabat, ataupun teman untuk melepas keinginan dan selera kita di kala sakit itu. Masih ada yang menjenguk dan memperhatikan. Masih ada yang mengkhawatirkan kita. Tapi mereka? jangankan orang lain, mungkin mereka sendiripun tidak peduli lagi penyakit apa yang mereka derita. Bukan karena mereka dzalim terhadap diri mereka sendiri, tapi karena itulah, karena terlalu banyak beban dan derita yang harus mereka pikul. Jika harus mengeluh lagi, itu hanya akan memperpanjang daftar keluhan mereka, hanya akan memperpanjang riwayat masalah mereka. Apakah akan usai? Tidak…karena mereka begitu sadar bahwa hidup mereka tidak akan berubah dengan mengeluh dan mengeluh.
Ah…… Ingin rasanya memeluk mereka. Tapi, andaikan diri duduk di sampingnya, bukan mereka yang akan menangis. melainkan AKU. Karena si “AKU” terlalu lemah. Bahkan jauh lebih lemah dari mereka siempunya dan menanggung nasib itu……… Teman, jika hari ini kita ingin mengeluh dengan sakit yang kita derita, ingatlah bahwa masih banyak saudara kita yang mungkin lebih parah dari kita. Di luar sana mungkin ada dari mereka yang tengah dalam kondisi lemah terbaring di atas tempat tidur rumah sakit atau bahkan berada dalam keadaan sakaratul maut. “Na’udzubillah… Jika hari ini kita mengeluh dengan pekerjaan yang telah kita dapat, ingatlah bahwa di luar sana msh banyak saudara kita yang berjuang dalam tapak demi tapak utk memperoleh pekerjaan. Menapaki langkah hanya untuk mengumpulkan uang demi mengisi perut hari ini, esok, dan esoknya lagi… Jika hari ini kita mengeluh kedinginan hanya krna tidak memiliki selimut, ingatlah ketika di luar sana banyak saudara kita yang bahkan tidak memiliki tempat berteduh dari dinginnya hujan dan udara yang mencekam tubuhnya. Bayangkanlah ketika mereka hanya bisa duduk di antara toko-toko sembari memeluk lutut dengan tubuh yang menggigil kedinginan… Jika hari ini kita masih mengeluh, berjalanlah keluar sana, peluklah tubuh itu atau sekedar pandangilah ia, semoga kita bisa lebih bersyukur karenanya… Amiin. Semoga bermanfaat. Read more: http://www.resensi.net/bersyukur-itu-menenangkan-dan-mengusir-keluh-kesah/2012/07/#ixzz205a3C8A9
 

Sample text